Mohon tunggu...
Kyna Sanjaya
Kyna Sanjaya Mohon Tunggu... -

Seorang Penulis muda, penuh dengan inspirasi dan sangat ingin menuangkan apa yang dipikirkannya ke dalam tulisan dan berbagi kepada siapa saja C:

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Konsep Agama dan Solusi Menumbuhkan Anti-fanatisme

13 September 2012   15:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:31 2684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1347549666290908999

Masih ingatkah Pembaca dengan berbagai kasus konflik agama di Indonesia? Misalnya konflik agama di Poso, Ambon dan konflik lainnya dalam beberapa tahun silam? Yah, mungkin muncul dari benak Pembaca sikap fanatisme merupakan salah satu akar timbulnya sebuah konflik. Jika ditelusuri lebih lanjut, sesungguhnya tidak ada alasan yang logis untuk menjadikan sebuah agama adalah yang paling benar.

Fanatisme didefinisikan sebagai bentuk keegoisan di mana seseorang menganggap sesuatu merupakan hal yang dipegang dan dianggap paling benar secara sepihak. Sikap fanatisme terhadap agama sering terjadi di dalam masyarakat Indonesia. Padahal jika kita telusuri lebih dalam ada begitu banyak keindahan yang serupa dan sepaham antar setiap agama di Indonesia.

Bermula dari konsep agama di mana agama menurut bahasa Sansekerta yang berarti "a", tidak dan "gama", kacau. Maka dari itu, agama sesungguhnya diciptakan untuk menghindari kekacauan. Maka jika muncul pertanyaan mengapa agama muncul? Karena ada kekacauaan dalam kehidupan dan diri manusia. Kekacauan dalam manusia muncul ketika manusia telah melihat adanya sinyal keluarnya sebuah hal dari jalur yang telah tertata. Misalnya saja ketika Anda ingin mengerjakan sebuah tugas dalam 2 hari namun di hari kedua malam, printer Anda rusak dan mati lampu, tugas belum di print dan Anda selesai di larut malam. Sepintas tanpa sadar Anda akan mengeluh, "wah kacau nih", atau "aduh gawat".

Namun kekacauan yang ingin diselesaikan oleh agama adalah kekacauan yang tidak bisa terjangkau dengan logika, misalnya cinta. Cinta Anda terhadap seseorang tidak terdefinisi dan jalan keluar yang Anda punya adala mencari informasi kepada pemberi kehidupan, yaitu Tuhan. Mengapa Tuhan? Karena Tuhan yang menciptakan cinta sehingga Iala yang paling tahu dan mengerti.Masalahnya, Tuhan dan manusia berada di tempat yang berbeda, Tuhan tidak di dunia nyata dan manusia berada di dunia nyata sehingga agar manusia bisa mendapatkan jawaban atas kekacauan dalam dirinya maka dibutuhkan sebuah sarana yaitu melalui kehendak bebas, suara hati dan akal budi. Hal ini dikarenakan ketiga kemampuan ini merupakan setiap hal yang diberikan oleh Tuhan kepada semua manusia. Melalui tiga kemampuan itu, maka dibuatlah agama yaitu hasil budaya, ciptaan manusia, hasil cipta, rasa dan kasa manusia untuk membantu komunikasi manusia dengan Allah.

Sekarang, kita telah mengetahui bahwa agama berfungsi untuk menyelesaikan konflik. Namun, mengapa konflik justru bermula dari agama? Karena muncul proses keagamaan yang tidak lancar. Misalnya konsep tentang masing-masing agama yang salah, ajaran sesat dan tumbuhlah sikap fanatisme. Ketidakpahaman antar agama membuat berbagai pertentangan muncul, padahal setiap agama pada dasarnya memiliki keunikkan masing-masing berdasarkan tradisi, dan tidak hanya itu persamaan satu agama dengan agama lain adalah semua agama mengajarkan cinta kasih. Dengan mengajarkan cinta kasih, agama menjadi tidak pernah salah karena cinta selalu benar di dalam kehidupan siapapun, maka ada kutipan "cinta tidak pernah salah".

Bila ditanya apakah semua orang membutuhkan agama? Jawabannya adalah tidak. Tidak semua orang membutuhkan agama karena orang yang sesungguhnya membutuhkan agama adalah orang yang ingin mendekatkan diri kepada Tuhan dan memiliki masalah. Dengan konsep seperti inilah tidak akan ada orang yang beragama KTP dan sesungguhnya agama bukan merupakan sebuah paksaan karena setiap manusia memiliki hak beragama mereka masing-masing.

Sekarang, mengapa konflik agama bisa terjadi? Hal ini disebabkan karena masih banyak orang yang tidak memahami agama, mereka tidak tahu dan tidak paham akan ajaran agamanya. Bagaimana cara supaya tidak muncul konflik?(di sini bukan mengatasi tetapi menghindari). Jawabannya adalah menciptakan solidaritas, yaitu rasa persaudaraan yang berlandaskan bahwa kita tidak bisa hidup tanpa orang lain dan saling membutuhkan satu sama lain.

Sekarang pertanyaannya, bagaimana caranya menumbuhkan rasa solidaritas? Secara konkret yaitu melalui dialog oleh antar toko-tokoh agama. Dialog agama di sini tidak bersifat mengarahkan agama mana yang baik dan buruk tetapi mencari keistimewaan setiap agama. Kapan sebuah agama disebut istimewa? Ketika kita menemukan bahwa ada nilai yang berbeda dari satu agama dan agama lain serta nilai tersebut sangat mengagumkan. Kemudian, di dalam dialog antar agama, dicarilah cara bagaimana melaksanankannya secara bersama-sama supaya dipahami orang lain dan tentunya saling terbuka satu sama lain, supaya bisa dimengerti dan muncullah rasa tenggang rasa, muncul solidaritas, bisa menghargai, bisa menerima satu sama lain, tidak ada konflik dan semua pihak diuntungkan.

Dengan demikian sikap fanatisme serta konflik agama bisa dihindari. Dengan munculnya sikap solidaritas, agama justru akan menjadi wadah permersatu umat berdasarkan rasa persaudaraan dan keterbukaan satu sama lain.

Semoga bermanfaat C:

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun