Sepibenermen!!! Kita memasuki masa masa paceklik dimana pertumbuhan ekonomi dunia melambat dan juga ekonomi negara kita juga tidak berkembang begitu pesat sesuai prediksi. Awal tahun 2015 ini mulai dari awal tahun sampai dengan bulan maret keadaan ekonomi all time low. Otomotif termasuk salah satu yang terpukul berat sebagai contoh GM dengan Chevrolet Spinnya hengkang dari Indonesia dan akhirnya menyisakan banyak karyawann yang dirumahkan. Sektor F&B [Food and Beverages] masih mending karena merupakan kebutuhan tapi kebutuhan tersier mengalami Sepibenerman 2. Ya begitulah dinamika ekonomi seperti roda kadang kita berada diatas dan sekarang kita berada posisi dibawah. Monthly closing yang dibarengi dengan Quarterly closing kali ini untuk barang2 kebanyakan tidak spektakuler bahkan cenderung menurun. Sektor logistik di awal tahun ini khususnya pengangkutan merupakan salah satu yang terpukul cukup berat. Pabrik-pabrik truk juga mengeluhkan sangat lemahnya penjualan yang drop bisa sampai 60 - 70 persen dibandingkan dengan penjualan tahun lalu.
Hal ini tentunya akibat dari penyerapan pasar yang rendah untuk industri terusannya yaitu pengangkutan. Bisa dibilang pada saat ini kita mengalami fasa oversupply kapasitas angkut dan permintaan sangat rendah. Keadaan politik di Indonesia juga tidak bagus bagus amat dengan banyaknya perseteruan antar lembaga negara. Mr President where are you??!! disaat keadaan kenaikan solar pertama kali Presiden menyatakan bahwa ok kita juga merasakan penderitaan rakyat makanya kepala negara harus hadir tetapi bagaimana dengan keadaan sekarang. Sebenarnya bisnis itu memerlukan kepastian agar bisa berjalan dengan baik. Solar fluktuatif ok lah di satu sisi tapi nilai rupiah yang terus terdepresiasi ini harus diselesaikan juga. Dasar pondasi kenaikan harga solar kali ini agak aneh ditengah penurunan harga minyak dunia kita malah menaikkan solar.
Beberapa waktu lalu kita memang terlalu menikmati pertumbuhan yang begitu tinggi dan cenderung overoptimistik. Tentunya dengan harapan yang begitu besar hasilnya kadang sering dibawah harapan kita. Saya rasa sudah waktunya juga untuk men-scale down ekspektasi ekspektasi kita. Seperti halnya sektor properti banyak orang membeli rumah 3 4 5 6 7. belum lagi terpancing harga naik tanggal... harga naik tanggal... itu juga men-create un-necessary demand. yang akhirnya mengakibatkan harga untuk komoditas tersebut naik diluar real valuenya. Pembelian diatas real value itu artinya kita membeli harga harga di masa depan. Akibatnya sampai poin dimana harga barang tersebut stagnan nunggu waktu harga mencapai pada tahap itu. Kita tidak pernah tahu kapan kita BU [Butuh Uang] dan akhirnya ketika ekonomi berkontraksi terpaksa menjual komodistas tersebut di bawah nilai pasar yang akhirnya membuat harga turun. kecuali Pemerintah bisa membuat alasan lagi untuk harga naik. Tapi kayanya tidak untuk saat ini.
Di sektor pengangkutan sendiri kemacetan kemacetan itu menyebabkan terciptanya false demand juga. Sehingga seakan akan industri itu memerlukan banyak permintaan padahal yang kita alami itu ketidak efisienan yang sangat luar biasa. Sehingga ketika ekonomi berkontraksi efek penurunannya berkali kali lipat tidak terkendali. Sekarang kita terkendala dengan oversupply kapasitas angkut yang tentunya saya yakin kita sekarang juga enggage di price war. Harga akan pukul memukul sampai pada tahap perusahaan jalan terus dengan tidak sehat. Tentunya bagus untuk sektor terusannya tapi apakah hal ini sehat untuk industri itu sudah pasti tidak. Oversupply kendaraan ini akan diwarnai juga banyak perusahaan yang tutup karena tidak bisa lagi membayar leasing untuk truk truknya. Terbukti sudah banyak juga unit unit second hand di pasaran karena orang orang yang BU [Butuh Uang].
Price war adalah bentuk paling primitif dalam berkompetisi karena end up nya adalah survival of the fittest dan memang akhirnya apakah harga akan selamanya rendah tentu tidak. setelah turun sampe tidak ada kompetitor harga akan pelan pelan merayap naik lagi. Tidak selamanya orang juga akan merugi kan suatu saat akan panen juga. Harusnya efisiensi itu didapat dari excellence operation yang memang akhirnya cost itu turun karena kita melakukan sesuatu yang beda. Fokus kita harusnya ke Total Cost of ownership bukan dari harga individual. Harga solar akan terus naik tapi sudahkah dari kita mulai melihat BBG yang dimana per Rp. 3100 per LSP. Dari segi pemerintah penciptaan infrastruktur infrastruktur baru biar tidak tercipta lagi demand demand palsu. Jika kita tidak bisa belajar dari hal ini maka tetap saja kita bangsa primitif yang harus terus menerus enggage di persaingan harga.
Rgd,
Kyat
Lookman Djaja
http://www.facebook.com/kyatmajalookman
http://www.facebook.com/CV.LookmanDjaja
http://www.facebook.com/LookmanDjajaLand
http://twitter.com/kyatmaja
http://id.linkedin.com/in/kyatmaja/in
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H