Pada malam 16 Agustus Sukarno dan Hatta telah berada di rumah Maeda merancang teks naskah pidato. Para pemuda menginginkan bahasa yang dramatis dan berapi-api tetapi untuk menjaga perasaan pihak Jepang atau mendorong terjadinya kekerasan, maka disetujuilah suatu pernyataan yang sejuk dan bersahaja yang dirancang Sukarno. - Dalam Sejarah Indonesia Modern (Ricklefs, 2010:427)
Naskah pidato bertajuk 'Proklamasi' tersebut kemudian dibacakan pada pagi harinya tanggal 17 Agustus 1945, tepat 76 tahun yang lalu di tempat tinggal Sukarno Jl. Pegangsaan Timur  56, Jakarta. Peristiwa Proklamasi tidak sekedar menyatakan kemerdekaan negara Indonesia secara de facto, ada pesan lain yang lebih penting yakni tentang kedaulatan. Arti kedaulatan sejatinya adalah mempunyai kekuasaan tertinggi baik dalam pemerintahan, berbangsa, bernegara dan sebagainya. Salah satu hal vital yang harus berdaulat adalah bahasa.Â
Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dipilih dalam teks Proklamasi karena bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial dan budaya yang berbeda. Sejarah bahasa Indonesia sendiri tidak lepas dari pendahulunya yakni bahasa Melayu.Â
Bahasa Melayu pada masanya dapat diterima oleh masyarakat di wilayah nusantara. Dalam sosiolinguistik keadaan seperti ini disebut lingua franca atau 'bahasa komunikasi yang lebih luas'. Untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa pemuda-pemuda kemudian sepakat untuk mengangkat bahasa Melayu (bahasa Indonesia) menjadi bahasa nasional pada peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Â Â
Bahasa Indonesia dituntut memiliki kedaulatan berada di atas bahasa-bahasa lain. Hal ini sesuai dengan amanat Undang Undang Dasar 1945, Bab XV, Pasal 36 tentang kedudukan bahasa Indonesia. Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai (1) bahasa resmi kenegaraan, (2) bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan, (3) alat perhubungan pada tingkat nasional unuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah, dan (4) alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi. Â
Dalam era globalisasi ini, jati diri bahasa Indonesia perlu dibina dan dimasyarakatkan oleh setiap warga negara Indonesia. Hal ini diperlukan agar bangsa Indonesia tidak terbawa oleh arus dan pengaruh budaya asing yang sangat jelas tidak sesuai dengan bahasa dan budaya Indonesia. Pengaruh alat komunikasi yang begitu canggih dihadapi dengan mempertahankan jati diri bangsa Indonesia, termasuk jati diri bahasa Indonesia.Â
Sudah pasti karena ini menyangkut tentang kedisiplinan berbahasa nasional, yaitu pematuhan aturan yag berlaku. Dengan kata lain, pemakaian bahasa Indonesia yang disiplin adalah pemakaian yang patuh terhadap semua kaidah dan pedoman pemakaian bahasa Indonesia. Terdapat usaha-usaha untuk melestarikan penggunaan bahasa Indonesia diantaranya: (1) Memupuk kebanggaan berbahasa Indonesia; (2) Memberdayakan potensi bahasa daerah sebagai sumber pengayaan kosa kata bahasa Indonesia.Â
Memiliki kesadaran untuk bangga dalam menggunakan bahasa Indonesia merupakan salah satu cara mengembangkan pemakaian bahasa Indonesia. Kebanggaan dalam berbahasa Indonesia harus ditumbuhkan sejak dini. Pengaruh bahasa asing begitu besar terhadap bahasa-bahasa lain. Hal ini perlu diwaspadai agar bahasa Indonesia tidak semakin tersingkirkan.
Seyogyanya sebagai generasi muda Indonesia hendaknya tidak berlebih-lebihan dalam menempatkan bahasa asing, jangan sampai menggunakan bahasa asing menjadi bahasa primer karena itu dapat juga berarti ketidakmauan untuk menghargai bahasa sendiri.