ini tulisan Herry Dim, saya posting untuk menambah pengetahuan tentang Bandung
Bermula dari seorang bernama Isan yang memulai usaha baru di rumah kontraknya, Gang Situ Saeur, Bandung, pada perkiraan tahun 1970-1980an. Isan muda adalah anak perantauan asal Purwokerto (Jawa Tengah) yang mengadu nasib ke kota Bandung dengan niat mencari pekerjaan.
Ternyata mencari pekerjaan di Bandung tidaklah mudah, sementara Isan pun menyadari bahwa dirinya tidak memiliki bekal pengetahuan dan ketrampilan yang memadai. Ia sempat lontang lantung selama tiga bulan tanpa ada yang mau menerimanya bekerja.
Sekadar untuk mengisi waktu dan tidak menganggur,Isan memutuskan untuk ikut jualan baso keliling. Selama bertahun-tahun Isan melakoni masuk-keluar gang dengan pikulan dagangannya. Suatu ketika Isan mengalami dalam seharian itu dagangan tidak habis. Yang segera terpikirkan bahwa tentu dagangannya tak bisa dijual lagi keesokan harinya karena dipastikan telah basi. Untuk membuang dagangannya yang tak laku itu pun dirasakannya berat dan tentu saja sayang.
Saat itu Isan berpikir praktis saja; baso tahu kukus yang tidak habis itu segera ia goreng, hasil gorengannya kemudian ia bagi-bagikan secara cuma-cuma ke para tetangga dekat sekitar kontrakannya di Gang Situ Saeur, jalan Kopo, Bandung. 74
Berbagi atau setiap mengalami dagangannya tak habis terjual kemudian menggoreng dan membagikannya kepada para tetangga pun terus menjadi tradisi yang dilakukan Isan bertahun-tahun Sikap kedermawanan Isan kepada tetangga kian dikenal, dan rupanya para tetangga sudah mulai ketagihan oleh baso gorengnya. Maka ketika dagangan baso kukusnya laris, teman dan para tetangganya kerapmenanyakan baso tahu goreng yang biasanya ia bagi-bagikan itu.
Di kemudian hari bahkan di antara mereka bermaksud membeli dan/atau tidak mau lagi mendapatkan gratisan. Sejak itu pula Isan atau pun para tetangga menyebut baso tahu goreng bikinan Isan itu dengan akronim “batagor.”
Isan belakangan memutuskan untuk mulai merintis menjual baso tahu kukus yang digoreng pada tahun 1968. Setelah beberapa lama usaha rintisannya itu berjalan, pembeli dan pelanggannya ternyata kian berkembang, Isan mulai merasa kerepotan dalam hal proses dua tahap yaitu membuat terlebih dahulu baso tahu kukus baru kemudian menggorengnya. Isan melakukan percobaan dan kemudian mengubah cara, yaitu dengan mematangkan tanpa dikukus terlebih dahulu, melainkan dari adonan mentahnya langsung digoreng. Moda atau teknik inilah yang kemudian menjadi acuan umum pembuatan batagor.
Usaha Isan pun kian berkembang, tak hanya masyarakat sekitar bahkan orang-orang dari daerah yang berjauhan pun mulai berdatangan untuk menikmati batagornya. Mulai pada tahun 1985 warung di tempat kontrakannya dirasakan tak memadai lagi untuk bisa menampung pelanggan, Isan kemudian pindah ke jalan Bojongloa No. 38 yaitu ke sebuah rumah yang relatif lebih luas.
Usaha batagor Isan kian berkembang, dari hasil dagangnya antara lain ia berkesempatan dua kali ke tanah suci yaitu pada tahun 1991 dan 2003. Sepulang dari ibadah haji, merk dagangnya yang semula Batagor Isan diubah menjadi Batagor H. Isan, seperti yang kita kenal sekarang. H. Isan wafat pada tahun 2010 dalam usia 79 tahun, usaha dagannya diserahkan kepada salah satu keponakannya yaitu H. Suwarto karena H. Isan tidak memiliki anak kandung.
Batagor H. Isan kini telah memiliki cabang di beberapa tempat antara lain di jalan Cikawao, jalan Lodaya, jalan Ciateul dan beberapa tempat lain di Bandung.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H