Beberapa ciri dari sistem presidensial adalah bahwa posisi presiden bukanlah bawahan dari Parlemen, Presiden kepala negara sekaligus kepala pemerintahan dan yang terpenting Parleman mesikpun tidak bisa dibubarkan oleh Presiden tetapi posisi presiden sangat kuat dalam hal pengesahan UU. Artinya RUU tidak akan menjadi UU tanpa pengesahan Presiden.
Dalam konteks itulah, melihat gelagat koalisi KMP (Kualisi Merah Putih) atau yang menurut saya lebih tepat disebut sebagai KBD (Koalisi Balas Dendam), sebaiknnya Jokowi-JK keep fighting dengan koalisi balas dendam tersebut. Benar bahwa dalam sistem trias politik, posisi legisliatif penting dengan fungsinya (Legislasi, budgeting dan kontroling), namun tidaklah maha penting dan tidak mudah melakukan pemakzulan Presiden sepanjang Presiden berjalan on the track right.
Saat ini menurut saya merupakan momen bagi Jokowi-JK dan koalisinya untuk menunjukkan kemampuannya berhadapan dengan koaliasi balas dendam, antara lain perkuat KPK, buat program dan kebijakkan yang berpihak kepada rakyat atau program pro-rakyat. Dengan demikian Legislatif yang saat ini dikuasai oleh orang-orang bermasalah akan benar-benar lumpuh karisma dan akan kehilangan popularitas di mata rakyat, kecuali catatan-catatan buruk dari Koali Balas Dendam itu.
Adanya kekhawatiran bahwa Koalisi Balas Dendam (KBD) yang saat ini merasa powerfull karena menguasai 50 % lebih perolehan kursi dan terlihat solid, apalagi DPD dan MPR juga ada sinyal akan bisa bersatu dalam amandemen UUD 1945, biarlah rakyat yang akan menghadapi.
Jokowi-JK kalau ingin harus terus berjalan sesuai dengan fungsi dan tugasnya sebagai pengabdi rakyat, maka sekalipun dikepung oleh koalisi gila, akan tetap kuat di mata rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H