Mohon tunggu...
Kakthir Putu Sali
Kakthir Putu Sali Mohon Tunggu... Administrasi - Pecinta Literasi

Merindu Rembulan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mandi-mandian Saat Berpuasa, Kenangan Kecil Sulit Dilupakan

3 Juni 2018   02:38 Diperbarui: 3 Juni 2018   05:28 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi mandi-mandian di Kolam. Gua Sunyaragi do, foto: wordpress.com

Pantaslah kalau bulan ramadhan di sebut juga bulan penuh berkah dan kemuliaan, selalu ada keberkahan dan kenangan yang sulit di lupakan begitu saja, terlebih lagi saat masih anak-anak, segala kenangan saat kecil masih terpatri jelas di setiap hadirnya bulan ramadhan.

Terlebih sejak kecil, ada fase dan tahapan belajar berpuasa yang di tekankan oleh kedua orang tua, sehingga kenangan tahapan demi tahapan di setiap tahunnya masih terngiang jelas dalam benakku hingga sekarang punya anak-anak.

Saat usiaku baru saja 8 tahun, orang tua ku baru mengajarkan apa itu bulan puasa dan mengisi bulan puasa dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di masjid sebelah rumahku.

Di awali dengan penyambutan datangnya bulan ramadhan, sejak dulu sudah menjadi tradisi kampung dilaksanakan pawai obor keliling kampung-kampung,  momen itu bagi anak-anak sangatlah membahagiakan, walau baju, sarung hingga tangan berbau minyak tanah, namun lelah dan bebauan itu tak di masalahkan oleh orang tua.

Kenangan kecil yang paling menghebohkan setelah pawai obor, adalah teraweh di hari pertama, jelang sholat isya, saya bersama teman-teman kecil lainnya, sudah rebutan tempat untuk sholat isya dan teraweh, namanya juga anak-anak sholat juga rebutan bahkan selalu bikin gaduh di masjid, hingga akhirnya pengurus masjid melarang anak-anak sholat di dalam masjid, akhirnya terpaksa sholat teraweh di halaman masjid dengan membawa tikar dan sajadah sendiri dari rumah, sangat berbeda dengan yang didalam berkarpet dan bersajadah tebal dan empuk.

Masih ingat betul saat usia 8 tahun, diajarkan puasanya setengah hari (puasa bedug istilah di Cirebon), jadi kalau sudah terdengar sholat duhur,  saat itu saya berbuka puasa, hampir full sebulan puasa bedug, dan saat lebaran tiba hadiahnya datang dari sanak saudara karena puasa setengah hari tanpa bolong.

Tahun berikutnya, sudah lulus puasa bedug, dan di haruskan "puasa sambungan", jadi setelah bedug duhur, dibolehkan untuk berbuka bermakan minum, namun setelah itu disambung kembali puasanya sampai magrib tiba, tentu saja sebulan full tanpa batal, dan tentunya hadiah lebaranya makin banyak saja.

Namun di saat usia 9 tahun, saat itu kalau ga salah duduk di SD kelas 3, orang tua masih mengajarkan pembelajaran dan kelonggaran anaknya berpuasa, namun sudah tidak boleh lagi puasa bedug maupun puasa sambungan, tapi di ajarkan bagaimana puasa sekuatnya, namun minimal sampai jam 15.00, apabila tak kuat hingga sore, maka bila sampai pukul 15.00, dibolehkan untuk berbuka, namun jika jam 15.00 masih kuat dan tampa keluhan maka di haruskan sampai magrib tiba.

Hingga akhirnya sekirtaran usia 10-11 tahun, orang tua semakin kencang dan ketat untuk jalankan puasa sebulan lamanya, bahkan orang tua sudah bermain ancam-mengancam,

"awas saja sudah kelas V,  puasanya bolong-bolong, jangan harap kan hadiah lebaran" ancam ibu kepada anak-anaknya,  

Saat SD dulu, seringkali saat puasa ngabuburit, dan. Lokasi yang tak. Pernah bosan si kunjungi dulu adalah Gua Sunyaragi Cirebon, hal yang paling sering di. Lakukan adalah mandi-mandian di. Kolam depan Gua Sunyaragi,saat itu Serasa adem banget puasa,  tahu-tahu sudah terdengar adzan magrib saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun