Mohon tunggu...
Kutu Kata
Kutu Kata Mohon Tunggu... -

No comment

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sepenggal Perjalanan

14 Agustus 2012   13:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:47 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Maha suci,  segala puja puji dan kebesaran Mu lebur dalam satu asma Mu.

Allah, Allah, Allah.

Allah, Engkaulah Robbi yang mengenalkan asma Mu sendiri.

Di kuasa Mu segala hikmah dijernihkan.

Di Rahman Mu segala mahabbah di agungkan.

Di Rahiim Mu segala zat dikembalikan.

Seirama degup jantung, dalam desir darah mengalir di setiap hela napas. Asma Mu ku lafadz satu satu.

Allah, Alah, Allah.

Ruku dan sujudku dalam rengkuh Mu. Menjadi lebur dibara maghfiroh Mu.

Yang terdengar tinggal suara batinku ; Ahad,  Ahad, Ahad.

Engkaulah Allah yang satu, tiada sekutu bagi Mu dan tiada satu pun yang serupa dengan Mu.

Ya Allah, mengapa aku yang Kau perjalankan?.

Dalam globe cahaya Mu, sajadahku melayang. Mengangkasa menuju langit Mu.

Mengoyak batas akalku, diantara bumi, matahari dan galaksi bima sakti.

Terus mengangkasa menembus lapisan langit demi langit. Entah aku sudah di langit ke berapa?.

Dosaku yang bagai buih di lautan. Pantaskah ku bertemu dengan Mu?.

Tangisku bagai rintik harpa di gulita malam.

Allah, mengapa aku?, mengapa aku?. Mengapa aku yang Kau perjalankan?.

Merasa kecil di kebesaran Mu. Seperti titik yang menggapai-gapai makrifat Mu.

Menembus lapisan langit maha pekat disitulah tempat jutaan bintang-bintang bertaburan.

Jutaan kilau cahaya memuji asma Mu. Jutaan kilau cahaya berserah diri pada Mu.

Maha suci Engkau ya Allah yang telah menciptakan jutaan bintang-bintang dalam keteraturan Mu.

Segala puji bagi Mu ya Allah yang telah menciptakan keindahan kilauan jutaan bintang-bintang bukan tanpa maksud.

Maha besar Engkau ya Allah, begitu kecilnya aku diantara jutaan bintang-bintang ciptaan Mu.

Allah, mengapa Kau bersusah payah memperjalankan aku yang khilaf’ ini?.

Suara sejuk Mu mengetuk ketuk hati nuraniku.

“Ambillah tongkat ini!.”

Ya Allah, apakah aku yang lemah ini pantas menerima amanat Mu?.

“Ambillah tongkat ini!.” Begitu bunyi perintah Mu yang kedua.

Aku cuma menangis sejadi-jadinya, bagaimana mungkin aku yang Kau pilih?.

Tongkat yang Kau berikan bermakna sebuah amanat yang berat, aku yang banyak dosa ini bagaimana mungkin sanggup memikulnya?.

“Ambillah tongkat ini!.”

Aku semakin kecil di kebesaran Mu. Allah, mungkinkah Kau telah salah pilih?.

Aku cuma bisa menangis dan menangis.

“Ku ciptakan manusia sebagai khalifah di muka bumi, menjadi pemimpin diantara kalian. Memimpin dalam segala kebaikan dan kemaslahatan umat. Bukan untuk merusak bumi!”

Dalam globe cahaya Mu, sajadahku pun perlahan turun.

Ketika tersadar, aku menangis dalam sujud Mu.

Ya Allah, mengapa aku yang Kau perjalankan?.

Sepenggal perjalanan yang menggurat batinku.

Ramadhan kala itu aku rasa begitu dekat dengan Mu.

Ramadhan, 1988.

*****

Kutu Kata, 140812

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun