Raja mendengar itu semakin marah.
Bakar!. Perintah raja kepada si penyulut api.
Si penyulut mulai menyulutkan api yang ada disusunan paling bawah. Api mulai menyebar.
Filsuf itu semakin semangat berteriak.
Apakah kamu pikir kamu akan hidup selama-lamanya wahai raja?.
Aku, kamu dan matahari adalah ada dari ketiadaan.
Yang pada akhirnya pun akan tiada kembali.
Api mulai menjilati kayu-kayu yang ditapaki filsuf itu.
Wahai raja, Kau bisa membakarku tapi tidak kata-kataku.
Ia akan tetap hidup, karena kata-kataku adalah cahaya yang akan membakar semangat rakyatmu. Selalu hidup dan terus hidup.
Kini tinggal puing-puing hitam dan abu sang pilsuf yang bertebaran di tiup angin.
Rakyat yang menonton mulai membubarkan diri. Pulang dengan membawa sedikit cahaya, sedikit api keberanian.
Dua tahun kemudian raja tersebut digulingkan oleh rakyat yang berani merubah nasibnya, berani melawan kesewenang-wenangan.
Sang filsuf telah pergi selamanya, walaupun tanpa monumen untuk mengingatnya namun kata-katanya terus menghujam pada jiwa-jiwa yang berani.
Kutu Kata, Filsuf Dan Raja, 19062012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H