Mohon tunggu...
Joko Bonyok
Joko Bonyok Mohon Tunggu... -

aku adalah lelaki

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Joko Sembung Vs Ken Arok

22 Desember 2009   14:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:49 853
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

[caption id="attachment_41938" align="alignleft" width="300" caption="Heheeheheheee"][/caption] Joko Sembung tokoh cerita fiksi jagoan dirubah menjadi tokoh kakek genit, hanyalah sebuah cara untuk penyampaian artikel.  Beberapa artikel politik telah saya posting secara bersambung dengan gaya orang ndeso yang dimarginalkan dalam kehidupan sosial kita. Orang desa yang sering dianggap bodoh yang nyatanya adalah manusia2 yang patuh dan tidak banyak menuntut. Interest pribadi lebih pada kepentingan perutnya ketimbang politik praktis. Orang2 yang mempunyai pendidikan justru mengalami tekanan tersendiri akibat dari kekecewaanya. Kekecewaan itu sering diungkapkan dalam bentuk artikel yang tidak proporsional sehingga dapat memberikan informasi yang tidak pas. Tidak banyak yang mengerti perjalanan politik negeri ini yang sesungguhnya, analisa sepotong justru semakin memperlihatkan sesungguhnya banyak penulis artikel kompasiana, terutama dalam penyajiannya lebih tendensius agar pendapatnya diikuti oleh yang lain. Mendelet koment yang bertentangan dengan artikelnya adalah cara paling mudah untuk mengesankan pendapatnya adalah benar. Demikian pula gaya gemblung yang saya tampilkan bukanlah artikel yang sempurna sebab untuk membuat sebuah analisa tentang perjalanan politik Indonesia sampai terjadinya krisis moneter di Indonesia bukanlah perkara mudah. Demikian pula melihat kebijakan SBY dalam mengambil keputusan bailout bank Century tidak semua orang dapat mengerti walaupun sudah dijelaskan satu demi satu kata. Barangkali kita dapat berkaca pada diri kita, mengapa kita tidak menjadi menteri, mengapa kita tidak menjadi bupati, mengapa kita tidak menjadi Gubernur atau mengapa kita tidak menjadi Presiden. Secara sederhana bisa disimpulkan karena kemampuan kita hanya sebatas menulis di Kompasiana. Kekecerwaan hidup dalam kehidupan nyata karena tidak mampu bersaing sering dilampiaskan dengan berbagai cara, menulis artikel protes dan kritik keadaan salah satu caranya. Orang yang mampu menyiasati persaingan maka hidupnya akan lebih tenang dan tentram, keadaan dalam dunia nyata akan direpresentasikan dalam artikelnya. Demikian juga dengan tokoh Ken Arok yang dirubah menjadi raja konyol yang tidak mempunyai pendirian hanyalah untuk menyesuaikan dengan artikel. Namun, Ken Arok dapat berubah dalam sekejap sebagai tokoh antogonis dan brangasan.   Ini hanya sebuah cara untuk menyampaikan sebuah ketidak beresan dalam penilaian atau apapun namanya yang pengaruhnya dapat menurunkan kreativitas. Tidaklah kita memandang remeh apapun yang kita lihat, sikap meremehkan pada akhirnya tidak ada yang kita perbuat karena semua dianggap remeh.  Sayang sekali jika kompasiana yang sudah memperoleh tempat akan hancur karena sikap meremehkan itu. Joko Sembung dan Ken Arok adalah sama,  hanya sebuah gaya penulisan artikel tetapi dapat membawa pikiran pembaca kealam lain. Alam yang berbeda dari kehidupan sehari2, alam yang mengundang imaginasi pembaca seolah berhadapan dengan manusia lain.  Namun Joko Sembung dan Ken Arok tetap lain, lain dalam imaginasi, lain dalam watak tetapi tujuan tetap sama, marilah kita himpun persahabatan melalui naluri yang paling dasar yaitu bercanda. Tidak ada maksud membohongi siapapun, saya hanya ingin mengajak kawan2 berimajinasi bertemu dengan Sontoloyo, Joko Sembung,Ken Arok untuk mencari kegembiraan. Trik2 dalam artikel seperti yang saya posting sebelum Ken Arok marah, Kompasioner saya bohongi, memang kompasioner benar2 saya bohongi dengan berganti tokoh joko Sembung, walaupun capek berperan sebagai orang gemblung.  Tidak ada yang perlu ditutupi, demikian juga Admin yang patut saya acungi jempol, pada akhirnya dapat memahami hal2 yang tidak pas dalam kompasiana. Saling mengkoreksi adalah kewajiban kita agar kompasiana tambah maju.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun