Mohon tunggu...
Eva K Holm
Eva K Holm Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Tukang insinyur yang doyan jalan jalan.

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Jalan dan Makan di Lisbon

9 Desember 2012   09:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:57 997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibukota Portugal yang satu ini memang luar biasa. Dibandingkan dengan kota kota di negara Eropa Selatan lainnya seperti Spanyol atau Italia mungkin kalah jauh menarik kecantikannya, tapi negara yang pernah menjajah bagian timur Indonesia ini mempunyai kuliner seafood yang luar biasa. Saya dan dua teman saya berangkat dari Kopenhagen menggunakan budget airline Easyjet yang juga satu2nya maskapai yang terbang langsung dari Kopenhagen ke Lisbon, non stop selama hampir 4 jam. Tujuan kita memang cuma satu: MAKAN. Dari airport Lisbon ke pusat kota, gampang ditempuh dengan metro / kereta bawah tanah. Kami membeli tiket pas untuk dua hari seharga 10.50 euro saja. Murah meriah dan tiket ini bisa digunakan untuk semua jenis transportasi di Lisbon. Sayangnya ketika kita mendarat hari Kamis sore di Lisbon, hujan yang luar biasa derasnya sedang mengguyur kota. Dibandingkan dengan hujan di Skandinavia yang rintik2, hujan deras ala tropik di Lisbon sungguh bikin susah untuk jalan2 keliling kota. Alhasil kita pun segera menuju hotel yang kebetulan terletak di ujung Avenida de Liberdade (salah satu jalan utama di kota Lisbon yang terkenal dengan toko2nya). Selepas check in dan diluar masih hujan dan perut keroncongan setelah 4 jam di pesawat menahan lapar (karena tidak disediakan makanan di Easyjet dan kita tidak ingin merusak napsu makan dengan membeli sandwich yang rasanya pasti tak keruan dari pesawat), kita buru2 menuju restoran yang tidak jauh dari hotel. Ternyata kesialan kami karena hujan sehingga tidak ingin jalan jauh2 jadi berkah, restoran yang kami tuju ini: Pinoquio ternyata menyajikan seafood yang luar biasa

Mussels forever
Mussels forever
Kita memesan satu porsi udang yang hanya dibumbui dengan garam laut, kerang dan nasi seafood berkuah (yang tidak ada di foto). Simpel, tapi karena semua bahannya segar, rasanya jadi luar biasa enak. Kami terbiasa dengan kualitas seafood di Skandinavia - yang walau sama2 negara berbatas lautan - yang kurang segar dan tidak ada rasa. Disini, bahkan udang di masak biasa dan ditaburi dengan garam laut saja enak. Atau karena kita juga karena sudah kelaparan luar biasa. Ketika hujan sudah mulai agak mereda, kita mulai keluyuran mencari makan malam yang kedua. Ini karena orang2 yang berkediaman di Eropa Selatan lebih suka makan malam selepas jam 8, 9 bahkan 10. Semakin larut dibandingkan dengan orang Skandinavia yang menjadwalkan makan malam jam 6 sore.
At night
At night
Kita sempat mampir di "bar mini" dibawah tangga dibelakang stasiun Rossio yang menjual liquor khas Lisbon: Liquor buah ceri.
The famous cherry liquor
The famous cherry liquor
Minuman ini ditaruh dalam gelas shot dan disisip pelan2, mungkin karena kandungan alkohol ya cukup tinggi, tapi minuman ini sudah pas untuk menghangatkan badan setelah hujan deras. Tujuan kami masih satu, mencoba salted cod (bacalhau) yang merupakan menu khas Lisbon. Masuk ke restoran Moura Saluquia, kami memesan dua porsi makanan untuk bertiga (setelah kekeyangan makan seafood sebelumnya). Kami memesan grilled bacalhau dan grilled squid.
Grilled bacalhau / cod
Grilled bacalhau / cod
Ternyata porsi yang dihidangkan cukup besar, dengan tiga buah potongan kentang yang luar biasa jumbo. Karena hanya demi mencicipi bagaimana rasa bacalhau, kami pun makan ikan dan cumi2nya saja. Rasanya enak, cuma impresi kami terhadap restoran ini kurang baik, mungkin karena si empunya kurang bisa berbahasa Inggris dan kurang ramah, tidak seperti Pinoquio, walaupun waiter nya juga kurang bisa berbahasa Inggris, tapi sangat2 ramah dan mencoba berkomunikasi dengan kami. Esoknya, untungnya cuaca agak cerah, dan kami memutuskan untuk jalan2 melihat2 kota sebelum makan-makan lagi.
DSC_7948
DSC_7948
Suhu di Lisbon masih berkisar 15-16C, jauh dibandingkan Kopenhagen yang sudah dibawah nol dan bersalju. Disini kami bisa jalan2 tanpa jaket. Karena kami memegang tiket public transportation, kami memutuskan untuk naik metro secara random dan naik tram sesuka hati tanpa mengetahui tram itu kemana. Surprise us, Lisbon!
DSC_7955
DSC_7955
Tram membawa kami ke salah satu gereja besar yang terletak diatas bukit: Basilica da Estrella
DSC_7999
DSC_7999
Agains the no-photo rule
Agains the no-photo rule
yang terletak di depannya persis adalah taman di tengah kota Jardim de Estrella. Turun lagi menggunakan tram yang sama kita mampir di pasar tradisional Lisbon: Mercado da Ribeira. Pasar tradisional layaknya di Indonesia namun lebih bersih dan teratur.
Mercado da Ribeira
Mercado da Ribeira
Keluar pasar, kami menuju "warung" yang terletak di depan pasar untuk makan siang. Menunya? Ikan goreng, ikan filet goreng, telor asin, potongan keju, babat goreng dan babi masak pedas ditemani sebotol anggur merah.
Lunch in Lisbon - Instagram
Lunch in Lisbon - Instagram
Selepas dari pasar, kami naik tram yang sama ke pusat kota dan ingin berjalan2 keliling kota untuk "menurunkan" makanan, supaya kami bisa makan lagi secepatnya :)
Tangled
Tangled
Strolling
Strolling
Jam dua siang, perut kami sudah minta diisi lagi. Jadi kami merapat ke salah satu wine & snack bar di gang2 kota ini dan memesan kerang, udang windu dan sosis bumbu ala Eropa Selatan: Chorizo.
Untitled
Untitled
Maaf jika fotonya buram kali ini karena hanya menggunakan kamera telepon genggam. Kami bertiga pun makan, minum sambil ngobrol berjam2. Asik rasanya mengingat kami biasanya sibuk dengan keseharian kami dan pekerjaan kami jadi sangat jarang waktu untuk bertemu dan ngobrol. Kali ini di Lisbon, kami bisa santai (itulah sebabnya kami tidak mengejar harus ke tempat ini, lihat museum ini itu, ingin lepas saja) dan makan enak. Selepas makan sore ini kami berbelanja sedikit, kembali ke hotel sambil menunggu waktu untuk makan malam. Ini akan jadi makan malam kami terakhir karena kami harus kembali ke Kopenhagen esok harinya dengan pesawat jam 7 pagi. Karena ini edisi spesial, maka kami memilih untuk mengunjungi Ceverjaria de Trindande - yang dulunya biara diubah jadi restoran. Tempat ini adalah salah satu restoran tertua di Lisbon dan menyajikan makanan seafood yang luar biasa, menurut reviewnya. Kami meilih seafood platter lengkap dengan kepiting, kerang, oyster, rock barnacles, siput dan memesan nasi seafood juga.
Untitled
Untitled
Untitled
Untitled
Rasanya? Walau tidak seenak kepiting Balikpapan di Indonesia atau seafood lain di Indonesia, sudah cukup untuk menghalau rasa rindu kepada masakan kampung halaman. Kami makan sampai terengah2 karena saking semangatnya. Luar biasa. Rasa seafood yang segar ini yang memberikan aroma ekstra untuk napsu makan kami. Terimakasih Lisbon, untuk makanan2 enak yang kau sajikan. Kami bertiga sudah menjadwalkan untuk kembali lagi kesini tahun depan.
Gulls ahead
Gulls ahead
PS: Semua foto adalah milik pribadi (termasuk yang tidak ada watermarknya, karena dari kamera telepon), mohon minta ijin dulu bila ingin menggunakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun