Pria kelahiran 1952 ini mempunyai nama asli Mahyiddin, namun lidah orang-orang Eropa konon sulit menghafalkan namanya sehingga sampai sekarang beliau dipanggil dengan nama Pak Dodent. Nama Dodent tidak asing lagi ditelinga warga Sabang, karena beliau telah berjasa terhadap generasi masyarakat Sabang.
Sepenggal Kisah Dodent.
Pak Dodent telah yatim piatu pada usia 9 tahun. Manis pahitnya kehidupan ini beliau telah merasakannya. Singkat cerita, pada masa usia remaja beliau diadopsi oleh keluarga keturunan asing yang singgah ke Pulau Weh Sabang dengan menetap tinggal di Pulau Rubiah. Bersama dengan keluarga baru beliau diajarkan cara menyelam (diving), mekanik servis mesin, diajarkan bahasa inggris dan cara bagaimana merawat terumbu karang.
Dengan pengalaman yang didapatkan beliau merantau dan turut berlayar hingga ke negeri-negeri jiran, bahkan hingga benua Australia dan Amerika.
Tahun 1985, dengan pengalaman dan bekal uang seadanya, beliau membeli kamera untuk foto dibawah air dan perlengkapan selam bekas di Singapura yang akan dibawa pulang ke Indonesia.
Sampai di Pulau Weh, beliau melakukan survei lokasi-lokasi yang bagus untuk penyelaman dengan menggunakan kamera dan perlengkapan yang beliau beli. Setelah foto-foto dicetak, beliau menjajakannya pada Pemerintah Daerah untuk membangun pariwisata di Sabang. Namun, gayung belum bersambut.
Akhirnya, dengan tekad yang sudah bulat beliau ke Jakarta untuk mengambil sertifikasi selam. Setelah mendapat lisensi selam, beliau kembali pulang ketanah kelahiran. Mengingat ketekunan beliau menghubungi kawan-kawan sesama penyelam di Jakarta. Ditambah bekal peralatan bekas dari klub penyelam di Jakarta, beliau mencoba lagi membangun wisata selam di Sabang. Ternyata, beliau mendapat sambutan yang baik dari turis mancanegara.
Usaha tanpa pamrih kemudian beliau mengajak warga desa Iboih untuk membuat makanan dan menyediakan sebagian rumahnya sebagai tempat para tamu penyelam menginap. Sampai-sampai beliau dijuluki oleh warga sebagai “Kafir Berkain Sarung (Kafirun)”. Masyarakat mengganggap orang asing yang datang ke daerahnya adalah kafir. Karena Pak Dodent berteman dengan orang asing maka beliau dijuluki nama tersebut.
Lain Dulu Lain Sekarang.
Karena visi dan misi beliau ingin mempromosikan Sabang dalam dunia wisata bahari, beliau kemudian mendirikan sebuah pusat penyelaman untuk memberikan pendidikan kelautan dan pelatihan selam. Rubiah Tirta Divers didirikan pada tahun 1989 dan merupakan wadah/tempat pertama sekali yang ada di Aceh, dan digunakan temapat berkumpulnya para penyelam seluruh dunia yang singgah guna menikmati keindahan panorama bawah laut yang ada di Pulau Weh-Sabang.
Selain itu juga, beliau juga mendirikan sebuah lembaga dan yayasan dengan nama Aceh Coral Conservation dan Coral Oasis. Dengan kedua lembaga ini beliau mengajak generasi muda-mudi untuk menjaga dan merawat ekosistem terumbu karang. Beliau memberikan pendidikan tentang kelautan tanpa pamrih.
Semua itu adalah bagian dari cita-citanya, agar orang Indonesia mampu menguasai dunia lautnya sendiri. Jangan kalah dengan orang asing. Apalagi, 85% wilayah Indonesia terdiri dari lautan.
Beliau percaya, bangsa yang menguasai laut akan menjadi bangsa yang menguasai dunia. Dengan menguasai laut, berarti kita juga memahami pentingnya usaha pelestarian semua yang ada di dalamnya dari kepunahan.