Wisata Pulau Weh-Sabang sesungguhnya mampu untuk mengangkat karakter Aceh, apalagi Pulau Weh-Sabang yang memang spesifik tentu itu juga akan jadi produk wisatanya. Kalau Wisata telah dicurigai sebagai kegiatan maksiat tentu upaya yang dilakukan selama ini akan sia-sia, seharusnya wisata yang islami menjadi contoh bagi dunia Islam di negara lainnya.
Sebagai misal, pemerintah bisa menyediakan jilbab bagi wisatawan luar yang datang ke Aceh saat mereka mendarat di Bandara SIM Banda Aceh. Mungkin ini akan menajdi kebanggaan bagi wisatawan yang pernah berkunjung ke Aceh, apalagi Pulau Weh-Sabang menjadi daerah titik nol kilometernya Indonesia. Tidak lengkap rasanya bagi wisatawan mancanegara dan lokal yang datang berkunjung ke Indonesia jika belum menginjakkan kakinya disana, yang merupakan pintu masuk menjadi puncak dari paket kunjungan.
Pemerintah Aceh dan Pemerintah Sabang, harus bisa melihat pariwisata Pulau Weh-Sabang yang ada dijadikan sebagai sumber pendapatan. Jika kita memahami, mengapa tidak dari sekarang melakukan kerja sama dengan agen-agen wisata nasional-internasional dan maskapai-maskapai penerbangan dan lain sebagainya. Tentu Pulau Weh-Sabang sudah harus ready karena bagaimanapun ini sering menjadi alasan bagi wisatawan, untuk tidak mau masuk ke daerah tersebut untuk kedua kalinya. Informasi negatif semacam ini, mematahkan seluruh program wisata di daerah tersebut (red. Visit year hanya kata pengulangan kegagalan).
Visit Year terpampang di mana-mana dan ajakan wisata dikumandangkan diseantaro nusantara. Tetapi apakah konsep itu sudah jitu sehingga Aceh memang menjadi daerah nyaman menjadi Home Stay dan tujuan persinggahan lainnya, atau hanya jadi kota kilat lewat hanya untuk sebentar asal pernah datang tidurnya tetap di Medan.
Pernahkah pemerintah Aceh dan pemerintah Sabang berupaya jadikan Sabang sebagai Magnit Wisata, atau malah tidak mampu memberi pemahaman pada petugas WH sehingga wisata telah menjadi ancaman. Masih banyak negara Muslim seperti Malaysia,Brunai Darussalam dan Maldive atau bahkan negara Arab, menjadikan potensi pariwisata sebagai produk andalan dan tidak perlu mencurigainya. Pemahaman Syariat hingga ke masyarakat bawah dan dini akan membantu terwujudnya wisata Islami, akan tetapi jika salah dalam pelaksanaannya tentu akan menjadi bumerang sehingga Aceh memang tidak perlu ada dinas pariwisata.
Melihat wisata Pulau Weh-Sabang sangat potensi untuk dikembangkan. Bayangkan jika Sabang bisa dijadikan sebagai pusat kegiatan masyarakat Wisata Aceh, apalagi jika Pemerintah Aceh sering membuat pertemuan di sana tentu akan lebih bergairah lagi kehidupan Sabang.
Jadi, marilah kita Jangan Curigai Pariwisata Pulau Weh-Sabang yang ada di provinsi Aceh Sebagai Kegiatan Maksiat. Semua lapisan masyarakat, pihak swasta dan penyelenggara negara harus saling bekerjasama, bukan malah menyalahkan dan ribut dalam mempertahankan argumentasinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H