Kami terus bergerak melangkah, menapaki jalan sedikit mendaki. Mendaki bukit Moriah yang tak seperti bukit lagi. Jalan beralas semen dan batu mempermudah langkah kami menuju puncak. Yang terasa semakin sejuk karena dihiasi banyak pohon Zaitun dikanan-kiri.
Bangunan dan sekitar Masjid Kubah Shokhro’, tampak bermandi cahaya. Terang benerang di puncaknya. Puncak bukit ini memang seakan menjadi Ikon kota Jerusalem. Dengan Masjid Kubah Shokhro’ sebagai Simbol Ikon tentunya. Bila dilihat dari semua sudut kota terdekat, maka Masjid Kubah Shokhro’ seakan menjadi pelita di atas puncak kota.
Sebuah Gerbang batu membentuk beberapa pintu menjadi “pagar ayu” penyambut tamu pencari ridho Allah. Yang di dahului beberapa puluh anak tangga batu yang harus dilalui untuk bisa tiba di dekatnya. Penduduk Jerusalem (Al-Quds) menyebutnya “Mawazim atau Waaik” (Jembatan penyeimbang). Dan anak tangga yang berhubungan dengannya disebut “Miroq”. Ada delapan “Jembatan Penyeimbang” yang mengelilingi puncak Masjid Kubah Shokhro’ yang dibangun dari berbagai arah penjuru mata angin.
Dari sudut ini, angle foto terbaik Masjid Kubah Shokhro’ bisa kita dapatkan, untuk dapat tampil cantik di Istagram atau medsos lain. Walau sedikit Backlight. Tapi bisa dapatkan “Pictures” yang “cool”.
Sebuah halaman dengan lantai batu pualam terbentang mengelilingi bangunan Hexagonal Masjid Kubah Shokhro’. Yang di beberapa bagian didirikan bangunan berbentuk kubah yang digunakan untuk beribadah, itikaf dan kajian ilmu. Juga beberapa bangunan yang berfungsi sebagai, tempat minum, sumur, berwudhu, mihrab, dan Mimbar
Qubbatush Shokhro’ dibangun pada masa Khalifat Umawiyah Abdul Malik bin Marwan pada 72 H atau 691 M yang dibiayai dari pajak yang dikumpulkan dari Mesir selama tujuh tahun. Total pajak yang terkumpul untuk biaya pembangunannya mencapai 15 juta dinnar
Mengamati semua bangunan di sekeliling Masjid Kubah Sakhrah, terbayang betapa indahnya kehidupan beribadah dan menuntut ilmu di sini. Anak-anak saling berlari sambil membawa mushaf al Quran di tangannya, mencari tempat yang tersisa di bangunan madrasah. Dimana Sang Kyai duduk menanti dengan senyum penuh kasih. Untuk berbagi ilmu bekal para generasi.
Sementara orang-orang dewasa duduk mengelilingi Sang Guru. Di sudut-sudut ruang tertentu. Bertanya tentang ilmu. Bertanya tentang sesuatu. Semua seakan termangu-mangu menanti setiap petuah sang Guru. Sebuah kehidupan yang indah. Yang didamba oleh setiap pecinta ilmu.
Apalagi saat dini hari seperti ini, rasanya Masjid dan halaman ini akan penuh dengan mereka yang mencari ridho Illahi. Mereka yang rela melepaskan selimut hangat dan menjauhkan diri dari tidur nyenyak. Mereka yang rela menggantikan kehangatan sang istri dengan dinginnya angin dini hari. Merekalah yang rela mengganti semua kenikmatan dunia sesaat dengan kenikmatan abadi di akhirat.