Mohon tunggu...
Kuswari Miharja
Kuswari Miharja Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Senang menulis fiksi dan nonfiksi serta suka bergaul dengan siapapun.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

"Mau Pulang Kemana? Ayah dan Ibu Sudah Tidak Ada Lagi"

17 Agustus 2011   04:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:42 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

LILIS berusia 7 tahun, baru masuk SD tahun ini. Wajahnya anggun dengan kulit bersih dan selalu mengenakan kerudung. Sejak sekolah,  gadis kecil itu telah menarik perhatianku sebagai guru. Aku tadinya tidak begitu peduli dengan Lilis, kuanggap biasa-biasa saja dengan siswa yang lainnya. Namun belakangan aku merasa heran, sebab dia sering datang ke sekolah ke siangan. Saat masuk ke kelas, terlihat keringat di wajahnya

"Maaf, Bu! Saya kesiangan!" ujarnya dengan wajah tertunduk, mungkin malu karena bukan sekali dua kali dia datang terlambat.

"Lain kali kamu jangan terlambat ya!" kataku menegur. Lilis mengangukkan kepala. Aku menyuruhnya duduk. Pelajaran matematika yang tadi kuterangkan  aku lanjutkan kembali. Kulihat Lilis begitu serius memperhatikan pelajaranku. Sebagaimana biasa, aku pun menyuruh siswa agar mengerjakan soal matematika. Biasanya aku suka menyuruh seorang-seorang tampil ke depan. Namun ternyata ketika ada satu soal yang sulit, ada siswa yang tidak bisa mengerjakan.

"Coba siapa yang bisa mengerjakan soal ini, ke depan?" kataku. Diluar dugaan, ternyata yang langsung berdiri adalah Lilis. Dia langsung ke depan dan mengerjalan soal di papan tulis. Tidak lama, Lilis duduk kembali. Aku perhatikan, apa yang dikerjakan Lilis tidak salah. Aku gembira melihatnya. Dia memang cerdas!

Aku tidak begitu mengenal dekat dengan Lilis.  Namun ketika beberapa hari dia tidak masuk sekolah pada bulan ramadhan, tentu saja aku heran. Apalagi tidak ada surat keterangan dari dokter. Aku penasaran terhadap Lilis, maka aku mencari alamatnya. Aku kaget ketika dilihat datanya, Lilis ternyata tinggal di sebuah Panti Asuhan. Mendadak timbul rasa keinginan yang mendalam tentang Lilis, maka ketika kuketahui alamat Panti Asuhan itu, aku pun bergegas  pulang dari sekolah ke sana.

Ada 5  km untuk sampai ke Panti Asuhan.  Aku pun naik angkot. Tidak lama aku sudah tiba.  Ketika aku masuk ke Panti Asuhan, langsung saja aku disambut oleh seorang ibu yang mengasuh Panti Asuhan, bernama Ibu Aisyah. Ketika kutanyakan, tentang keadaan Lilis, Ibu Aisyah mengatakan,"Oh,iya dia sudah seminggu sakit panas dan tidak bisa sekolah,". Ia pun mengajakku ke sebuah kamar  berukuran 3 x 4 m, yang ternyata disitu kulihat Lilis tengah berbaring, wajahnya pucat dan terlihat menggigil.

"Sudah ke dokter belum?" tanyaku. Lilis menggelengkan. Ia terlihat merasakan demam tinggi

"Kenapa belum ke dokter?" aku kembali menanyakan. Tiba-tiba Ibu Aisyah berkata, "Jangankan ke dokter Bu Guru, Panti Asuhan ini sudah tidak ada lagi bantuan dari pemerintah...ya dengan obat warung saja!"

Aku terkesima mendengarnya. Lalu kembali bertanya kepada Lilis, "Kenapa kamu tidak pulang saja ke orangtua kamu?"

Lilis menelan air ludah, lalu  berkata , "Mau pulang kemana? Ayah dan Ibuku sudah tidak ada lagi! Mereka sudah meninggal dunia saat gempa bumi  dan tsunami terjadi tahun lalu di Pangandaran,"

Aku menarik napas panjang, tak kuasa menahan air mata yang meleleh di pipiku. Aku tak dapat membayangkan betapa hancurnya hati Lilis. Apalagi di bulan ramadhan yang beberapa hari lagi akan lewat. Di saat semua keluarga berkumpul, Lilis berada di Panti Asuhan, jauh dari orang-orang yang dicintainya.....oh Lilis!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun