“Liberal kok shalat?” atau “Apakah Ulil cs masih shalat?”, itulah di antara pertanyaan yang sering muncul dari beberapa orang pada seseorang/kelompok yang mengaku islam liberal.
Jadi, apakah seorang liberalis masih shalat? Untuk menjawab pertanyaan ini, saya coba mengamati dan berbicara dengan seorang temen yang mengaku Islam Liberal, dia mengemukakan bahwa ada tiga kelompok cara mereka melaksanakan ibadah shalat, yaitu:
1.Kelompok yang masih shalat 5 waktu secara penuh
Kelompok ini masih melaksanakan ibadah shalat seperti yang dilakukan oleh muslim pada umumnya, yaitu 5 kali sehari dengan jumlah rakaat 17. Jadi, mereka hanya beda dalam penafsiran hal-hal tertentu saja, aspek ritual ibadahnya biasanya masih sama. Tokoh liberalis awal, seperti Nurcholis Madjid, menurut informasi, termasuk kategori kelompok ini, yaitu secara ritual ibadah ia masih sangatlah taat, tetapi dalam menafsirkan doktrin-doktrin tertentu beliau sangatlah liberal. Artinya, kelompok ini dari sisi ubudiyah-nya masih sama dengan Islam mainstream. Jargonnya adalah “berfikir liberal beramal fundamental”.
2.Kelompok yang shalatnya 3 waktu saja
Ada kelompok liberalis yang shalatnya hanya tiga waktu dalam sehari. Kelompok inipun digolongkan dalam dua bagian, yaitu:
a. Kelompok yang meyakini bahwa memang ibadah shalat di dalam Alquran hanya diwajibkan dalam tiga waktu saja. Biasanya dalil yang menjadi acuan mereka adalah QS 11: 114. Shalat jenis ini hanya perlu dilakukan dua rakaat saja, itupun tanpa duduk setelah sujud. Paham kelompok seperti ini ada juga yang menyebut dirinya sebagai Islam hanif.
b. Adapula yang melaksanakan shalat tiga waktu dengan cara menggabungkan waktu shalat dhuhur-ashar dan maghrib-isya (jamak takdim/takhir). Bedanya, kelompok ini melakukannya baik karena sebab maupun tanpa sebab. Cara seperti ini memang bukan hanya popular di kalangan liberal kelompok ini, tetapi popular pula di kalangan Islam syiah imamiyah.
3.Kelompok yang tidak shalat
Mereka mengataan bahwa ‘shalat lahir itu nomor dua’ yang penting adalah shalat batin. Bagi kelompok ini yang terpenting dalam kehidupannya adalah ibadah sosial. Ketika wacana dekonstruksi syariah diusung sebagai gagasan, kelompok ini mengatakan bahwa kebenaran itu relatif, tidak absolute, hanya Alquran yang absolute. Kelompok ini mengatakan bahwa syariah adalah produk ulama abad ke-3 H. Jadi, ketika mereka mendekonstruksi syariah, maka tidak ada lagi halal-haram. Shalat pun jadinya bukanlah kewajiban.
Ini memang hanya hasil obrolan singkat dgn seorang liberalis, jadi mungkin kajiannya tidak mendalam dan perlu di-crosscheck ulang. Ya…ini hanya sebagai intermezzo saja.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H