[caption id="attachment_228984" align="aligncenter" width="600" caption="sumber: tabloidbintang.com"][/caption] Kadangkala karena kesibukan pekerjaan orang-orang lupa untuk meluangkan waktu untuk bisa bersama dengan orang-orang tersayang. Pergi pagi dan pulang malam menjadi kebiasaan, dan bahkan hari libur pun dibabat habis untuk menyelesaikan PR pekerjaan. Jadi, kapan waktu utk keluarga? Ya sisanya, benar-benar sisanya, keluarga kebagian waktu-waktu sisa. Ya namanya juga sisa, tetntu tidak seberkualitas waktu-waktu utama. Kasian banget keluarga kita ya…dapatnya sisa. Beruntunglah, hidup selalu penuh kejutan. Pada malam minggu seminggu yang lalu saya dan mantan pacar berkesempatan nonton bioskop tengah malam alias midnight show. Aneh juga rasanya ya, seperti anak muda yg lagi pacaran. Apalagi semua ‘buntut’ sedang berada di rumah opungnya. Jadilah kami hanya berdua saja. Asyik bukan? Film apa yang ditonton? Film “Life of Pi”. Rekan kompasianer lain sudah banyak menulis tentang film ini. Saya juga sangat setuju dengan berbagai ulasan yang ada. Film ini sangat bagus, apalagi disajikan dengan pola 3D. Penonton bisa tiba-tiba pada berteriak karena ada ikan yang berenang ke arahnya begitu cepat seperti mau menabraknya. Saya menyukai tokoh Pi dan juga bapaknya. Pi seorang pencari Tuhan yang mendapat kedamaian dengan menyatukan tiga ajaran agama, yaitu Hindu, Kristen, dan Islam. Adapun bapaknya adalah seorang rasionalis, ia berkata “agama adalah kebodohan”. Bagi ayah Pi, agama saat ini sama sekali sudah tidak berperan dlm kehidupan, karena ilmu pengetahuan sudah menggantikannya. Pi memang menjadi seorang sinkretis, bahkan sedari kecil. Dengan lugas, lucu, dan polos, di awal film, misalnya, kita melihat Pi kecil (dimainkan Ayush Tandon) “mencari” Tuhan dengan memeluk Hindu, Katolik, dan Islam sekaligus. Sebenarnya bagian “mencari” Tuhan ini terasa pas hadir di tengah zaman yang mengagungkan masing-masing agama yang berbuntut konflik. Dengan tingkah polah bocah yang polos, bagian ini mampu mengocok perut. Film ini memberikan gambaran pada kita dengan jelas bagaimana ketabahan dan naluri bertahan manusia yang luar biasa, insting binatang yang tidak pernah mati, keanekaragaman hayati yang menakjubkan, sisi kemanusiaan yang mengharukan, serta kerapuhan manusia sebagai mahluk biologis yang bisa lapar dan egois secara psikologis. Sayangnya saya tidak merasakan Pi sangat kehilangan keluarganya, mungkin sudah kebas dengan fakta yang ditemukan di sekoci sehingga rasa shock lebih mendominan. Saya juga tidak terlalu suka bagian terakhirnya. Endingnya kok agak datar dan bertele-tele begitu ya. Tetapi secara keseluruhan ini film hebat kok. Begitulah, saya dan mantan pacar pun selesai menonton dan keluar bioskop dengan wajah cerah seolah-olah malaikat rakhmat telah menurunkan wahyunya kepada kami (hahahaha…..ngarang). Terima kasih Ang Lee, Pi, Richard Parker, Santosh Patel (ayah Pi), dan yang lainnya. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H