Dalam beberapa tahun terakhir, TikTok telah berkembang menjadi salah satu platform media sosial yang paling populer secara global, terutama di kalangan anak muda, dengan lebih dari satu miliar pengguna aktif setiap bulannya. Daya tarik utama TikTok terletak pada algoritma "For You Page" (FYP) yang dimilikinya. Algoritma ini menampilkan video-video yang dianggap akan disukai untuk setiap pengguna berdasarkan data aktivitas dan preferensi mereka. Meski menampilkan konten yang sangat disesuaikan, algoritma ini juga memengaruhi preferensi dan kebiasaan pengguna dalam mengonsumsi informasi, kemampuan dalam mengonsumsi media, dan kemampuan berpikir kritis yang memunculkan sejumlah kekhawatiran atas pengaruhnya.Â
Secara umum, algoritma TikTok dirancang untuk memahami minat pengguna dengan menganalisis berbagai interaksi mereka dengan aplikasi. Algoritma ini digunakan untuk mengenali pola perilaku pengguna dan menyesuaikan konten yang relevan bagi pengguna. Beberapa faktor yang memengaruhi algoritma TikTok, seperti
1.) Algoritma TikTok memantau berapa lama pengguna menonton video tertentu. Jika pengguna menonton video hingga selesai atau bahkan menontonnya lebih dari sekali, algoritma menganggap bahwa konten tersebut menarik bagi mereka.
2.) Interaksi pengguna seperti like, komentar, dan membagikan video juga berperan besar dalam menentukan preferensi pengguna. Semakin sering seorang pengguna berinteraksi dengan konten tertentu, semakin besar kemungkinan TikTok akan merekomendasikan lebih banyak konten yang serupa.
3.) Informasi seperti lokasi, bahasa, serta perangkat yang digunakan juga dapat memengaruhi jenis konten yang ditampilkan di beranda pengguna.
4.) Riwayat pencarian dan aktivitas pengguna serta video yang sering ditonton dalam waktu tertentu juga mempengaruhi konten yang direkomendasikan.
Algoritma ini terus diperbarui dan bekerja secara real-time. Dalam waktu singkat, pengguna akan disajikan video yang semakin sesuai dengan minat mereka, menjadikan platform ini sangat menarik dan adiktif. Tetapi seiring waktu, algoritma ini membentuk preferensi penonton dengan kuat, seperti algoritma TikTok dapat menyebabkan filter bubble atau lingkup konten yang hanya itu - itu saja, karena pengguna cenderung disajikan konten yang serupa dengan yang mereka sukai atau tonton secara konsisten. Hal ini mungkin mengurangi paparan terhadap perspektif dan informasi yang beragam serta membatasi keterbukaan mereka terhadap berbagai sudut pandang lainnya dan ini berdampak pada pola pikir yang kurang kritis dan kurang objektif
Algoritma TikTok juga dirancang untuk membuat pengguna terus terlibat, hal ini menimbulkan efek kecanduan pada penggunaan aplikasi. Karena konten disesuaikan dengan minat pengguna, mereka cenderung lebih lama menghabiskan waktu di aplikasi. Keterlibatan yang tinggi ini sering menyebabkan pengguna mengalami kepuasan instan, terutama ketika mereka menemukan konten yang menarik. Namun, dalam jangka panjang, kebiasaan ini dapat memengaruhi pola pikir dan kesehatan mental pengguna. Mereka bisa merasa cemas atau FOMO (fear of missing out) ketika tidak membuka aplikasi atau mengikuti tren terbaru.
Dampak lain algoritma TikTok pada penggunanya adalah penurunan daya fokus. Karena TikTok menampilkan konten dalam durasi yang sangat singkat (15 hingga 60 detik), pengguna terbiasa dengan informasi yang dikemas secara padat dan cepat. Akibatnya, banyak orang kini cenderung kurang sabar untuk menyerap informasi yang lebih mendalam atau memerlukan pemikiran kritis. Proses membaca yang panjang dan analisis mendalam menjadi terasa membosankan atau melelahkan bagi sebagian besar pengguna TikTok yang sudah terbiasa dengan konten berformat pendek.
Algoritma TikTok juga berdampak pada pola konsumsi informasi, di mana pengguna lebih mungkin terpapar pada informasi yang bersifat dangkal, sepintas, dan terkadang tidak akurat. Algoritma TikTok tidak memilih konten berdasarkan kredibilitas atau kualitas informasi, tetapi berdasarkan kemungkinan opini pengguna. Hal ini menyebabkan informasi yang viral atau menarik perhatian lebih banyak peminat, namun tidak selalu memberikan informasi yang benar atau bermanfaat juga mengarahkan pengguna pada pola pikir yang mengutamakan sensasi daripada kebenaran, yang berpotensi menciptakan kebingungan informasi (information disorder) dan berita palsu (hoaks).
Perlu adanya langkah - langkah yang diambil untuk mengurangi dampak negatif ini, seperti memahami cara kerja algoritma dan menyadari bahwa konten yang mereka lihat bukanlah cerminan objektif dari kenyataan, melainkan hasil personalisasi atau opini, selain itu mengatur waktu layar (screen time) dapat membantu pengguna menghindari kecanduan dan memberikan waktu bagi mereka untuk melakukan aktivitas lain, seperti berinteraksi dengan dunia nyata. Hal ini akan membantu memperkuat kemampuan fokus dan pemikiran kritis yang berkurang akibat terlalu banyak menonton video pendek.