"Dan sekarang aku tak lagi berkewajiban moral untuk setia kepadamu," tuturnya lirih. Suara Larasati yang datar itu menerjang tatapan mata suaminya. Suami yang telah selama empat tahun mendampingi hari harinya, Suami yang kepada siapa Larasati melabuhkan seluruh kepercayaan dan kesetiaan yang dia miliki.
"Aku bersalah dan aku sangat menyesal," jawab Erwin dengan tidak kalah lirihnya. "Kasih aku kesempatan. Aku mohon," lanjutnya. Kalimat-kalimat yang disampaikan dengan suara gemetar. Tak berani dia memandang langsung tatapan Larasati, Istrinya. Istri yang sudah menemaninya selama empat tahun. Istri yang sangat dicintainya, dan Istri yang diduakannya demi kenikmatan semu semata.
"Habis sudah rasaku untukmu. Bagiku kamu bukan siapa-siapa lagi. Aku tidak lagi bisa mengenal siapa kamu. Sebaiknya kamu meninggalkan aku. Aku free single available woman dan aku tidak menginginkanmu," kembali Larasati menghujamkan kalimat-kalimatnya tepat ke ulu hati suaminya. Lelaki, yang baginya, kini hanyalah partner hidup, dan tidak lebih dari itu.
"Lalu bagaimana dengan perkawinan kita?" Iba Erwin yang tenggelam dalam penyesalan dan keputus-asaan.
"Perkawinan? Masih berani kamu bicara tentang perkawinan kepadaku," sambar perempuan yang kini mulai mencibirkan bibirnya.Â
"Aku,,,.kasih aku kesempatan, please," timpal Lelaki itu, masih dengan suara lirih.
"Setelah apa yang kamu lakukan padaku, perkawinan kita hanya tinggal selembar kertas bertuliskan Buku Nikah. Sekarang aku membebaskan diriku untuk mencari cinta dari lelaki manapun yang aku sukai, dan itu bukan darimu." Suasana kamar itu menjadi hening, senyap, dan beku. Erwin melemparkan pandangannya ke luar jendela kamar. Entah apa yang ditatapnya dengan nanar.
Lima tahun berlalu, sejak percakapan antara Larasati dan Erwin di dalam kamar mereka. Kini, Larasati tengah menikmati kebebasannya. Kebebasan untuk menjalin hubungan sesaat dengan lelaki manapun yang dia sukai. Perselingkuhan, yang Erwin lakukan, telah membebaskan Inner Villain yang selama ini terpenjara dalam jiwa Larasati. Penjara yang bernama kesetiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H