Ada yang menarik soal penolakan umat Islam di Pamekasan soal Wahabi. Penolakan itu tentu saja saya percaya murni dari hati dan jauh dari pengaruh politik. Madura terlalu jauh jika dikaitkan penolakan dengan politik.
Sikap antipasti yang kemudian menjadi sikap menolak tentu ada dasarnya. Mungkin saja karena tidak cocok, karena melihat ada hal yang membahayakan atau hal lain yang bersifat negative. Wahabi adalah karakter Islam yang jauh dari karakter islam yang dikenalkan oleh Sembilan wali di Nusantara. Islam di Indonesia berkarakter adaptif dan akomodatif terhadap budaya lokal.
Islam di sini sejak lama telah berakulturasi dengan budaya lokal tanpa meninggalkan nilai-nilai agama. Beberapa daerah di Indonesia seperti beberapa daerah di jawa Tengah dan Yogya banyak sekali kearifan lokal yang berbaur dengan Islam.
Tahlil, ziarah kubur, lalu ada gebrek suro, maulid Nabi dll adalah bentuk-bentuk akulturasi tanpa meninggalkan nilai agama itu sendiri. Kita bisa melihat para wali menyebarkan agama dengan menggunakan wayang dan budaya lokal lain di jawa. Banyak orang yang sebelumnya adalah animism, Hindu atau Budha Syiwa yang kemudian memeluk agama Islam.
Sekadar contoh adalah pada abad ke 18, seorang raja lokal di Lombok Tengah dan beragama Syiwa mengunjungi nenek moyangnya yang berada di Tuban -- jawa Timur. Dalam kegiatan pulkam itu dia melihat sebagian besar penduduk Jawa yang telah memeluk agama Islam. Dia sendiri kemudian memeluk agama Islam dan kemudian menyebarkannya di Lombok. Islam di Lombok juga berakulturasi dengan budaya setempat. Seperti kita lihat, mayoritas penduduk Lombok beragama Islam dan Lombok kini terkenal dengan sebutan Pulau seribu masjid.
Karakter Islam di Indonesia yang terbukti sudah berhasil membuat banyak orang memeluk agama itu berbeda dengan karakter wahabi yang menginginkan Islam pada zaman Nabi. Cara dan aturan mereka keras dan kasar dan bersifat konservatif dan kaku. Saudi Arabia memang penganut Wahabi sejak dahulu malah satu-satunya aliran yang diakui oleh negara itu.
Namun Putra mahkota Muhammad bin Salman, mengubah aturan itu dan tidak menjadikan Wahabi sebagai satu-satunya aliran di negeri itu. Mereka kini mengubah cara pandang mereka, menyelaraskan umat dengan perkembangan zaman. Seperti membolehkan wanita untuk menyetir, keluar rumah sendiri dll. Pergeseran cara pandang ini tentu saja juga tidak mengubah apapun soal pemaknaan agama dll.
Karena itu penolakan umat Islam di Pamekasan soal Wahabi memang sudah pada tempatnya. Wahabi yang dekat dengan keras, intoleran dan radikal itu sama sekali tidak cocok dengan karakter bangs akita yang ramah. Kita seharusnya bangga dengan Islam kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H