Mohon tunggu...
Eni Kus
Eni Kus Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

suka menari bali

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Jangan Terjerembab pada Alat Pemecah Baru

31 Agustus 2022   22:22 Diperbarui: 31 Agustus 2022   22:24 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

 

Sekitar bulan Juni lalu, beberapa orang melakukan deklarasi melawan Islamofobia. Deklarasi itu dilakukan oleh Gerakan Nasional Anti Islamofobia (GNAI)pada 15 Juli 2022. Gerakan ini nyaris sama dengan beberapa gerakan di negara-negara Eropa dimana muslim menjadi minoritas.

Banyak pihak yang menilai bahwa deklarasi itu sangat bermuatan politis. Kita tahu bahwa dua tahun lagi Indonesia melakukan Pemilihan Presiden yaitu pada 2024.  Menurut pengalaman yang lalu, isu agama sering dipakai untuk kepentingan politik praktis. Lihat saja pilkada Jakarta yang jelas-jelas menggunakan sentiment SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan) untuk menarik suara bagi salah satu kandidat Gubenur. Tak berhenti sampai disitu, Pilpres 2019 juga nyaris sama dengan Pilkada Jakarta, melebihi Pilpres 2014 yang juga sarat dengan kampanye dengan sentiment agama.

Yang saya perkirakan dari penggunaan isu Islamofobia adalah "alat baru tapi lama" untuk mendulang suara constituent pada Pilpres 2024. Islamofobia akan memecah masyarakat menjadi dua bagian yaitu yang pro Islamofobia (jadi dia memang Islamofobia) dan anti Islamofobia seperti GNAI itu. Tapi kita harus merenung sejenak; bijakkah Islamofobia dipakai sebagai alat pemecah masyarakat. ]

Terjemahan bebas dari Islamofobia adalah ketakutan atau kecurigaan tanpa dasar yang berlebihan kepada agama Islam dan pengikutnya (muslim)Ketakutan dan kecurigaan itu kemudian bisa sangat berkembang menjadi kebencian , diskriminasi kepada muslim. Ini terlihat jelas pada masa setelah tragedy Black September di AS pada dua decade silam.

Pasca tragedy itu banyak orang dan banyak negara menjadi waspada kepada kaum muslim, karena al Qaeda menyatakan bertanggungjawab terhadap serangan dua Menara kembar dan beberapa serangan lain di AS pada saat yang nyaris bersamaan. Saat itu, setiap orang yang akan datang ke AS diperiksa dengan seksama apalagi jika dia beragama muslim dan Bernama khas muslim.

Islamofobia juga terjadi di beberapa negara Eropa seperti Perancis, dimana beberapa media dianggap melecehkan agama Islam. Kaum Muslimah (perempuan) juga sempat dilarang memakai hijab oleh pemerintah di sana dengan alasan keamanan.

Apakah itu juga terjadi di Indonesia pada masa kini.

Di masa lalu, pemerintah sempat melarang orang memakai jilbab dan kegiatan muslim yang berlebihan. Namun sekarang? Umat Islam yang merupakan kaum mayoritas bisa beribadah dengan leluasa. Kaum muslim termasuk yang berada di sector Pendidikan bisa dengan bebas memakai jilbab dan aktif berorganisasi keIslaman. Muslim di Indoensia dengan lelauasai bisa mengekspresikan keyakinannya di ruang publik dan kemudahan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun