Lagi, peredaran tentang obat palsu menjadi berita di penghujung bulan ini. Di Indonesia, seperti dihentakan oleh suatu kejadian yang baru pertama kali terjadi semua orang seperti terkaget-kaget mendengar berita ini terutama mereka yang berlatar belakang profesi medis.Â
Padahal, sejatinya peristiwa pemalsuan terhadap obat-obatan di Indonesia bukanlah hal yang baru dan semua pasti tahu itu terutama mereka yang berprofesi paramedis.
Dengan kejadian yang kerap berulang mestinya semua sudah resisten terhadap berita pemalsuan obat kali ini sehingga tidak perlulah masyarakat menjadi resah karenanya. Seperti pada kasus-kasus pemalsuan obat sebelumnya, kasus pemalsuan obat kali ini pun sepertinya hanya akan berputar-putar dengan ketidakpastian siapa saja yang menjadi korbannya.
Kasus ini dapat dipastikan akan berhenti sampai kepada pelaku saja, tetapi bagaimana proses produksi obat yang disebut palsu itu bisa  diproduksi dan lalu tersebar luas tidak akan diungkapkan peran pelakunya?
Masyarakat akan kesulitan mendapatkan kelanjutan dari berita ini secara lengkap, siapa saja dan apa perannya sampai obat palsu itu terdistribusikan ke banyak apotek, serta bagaimana akhirnya peran dan tanggung jawab dari seorang atau bahkan lebih dari penanggung jawab apotek yang katanya ada 197 apotek di Jabotabek yang disebut-sebut ikut meramaikan pemberitaan kasus obat palsu pada bulan ini.Â
Dengan dikaitkan pada keberadaan PT. Jaya Karunia Investindo yang merupakan sebuah badan usaha Pedagang Besar Farmasi yang diduga sebagai pelaku produsen obat palsu dan 197 apotek yang diduga terbawa-bawa dalam kasus obat palsu ini. Tentu saja peran dan fungsi apoteker di apotek maupun di perusahaan Pedagang Besar Farmasi menjadi hal yang paling disoroti oleh masyarakat.
Modus Repacking yang dilakukan PT. Jaya Karunia Investindo bukan tidak mungkin sudah berlangsung lama dan hingga kini belum ada penjelasan dari pihak berwenang ada berapa apoteker yang bekerja disana.Â
Apakah ada keterlibatan dari keseluruhan pekerja disana atau para pekerja termasuk apoteker di sana justru tidak tahu proses pemalsuan obat itupun masih belum ada yang menjelaskan.
Apapun keterangan nantinya suka atau tidak suka apoteker yang bekerja di sana tentu saja akan menjadi pihak yang paling terkena imbasnya. Orang yang bertanggung jawab di Pedagang Besar Farmasi terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat atau bahan obat sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku adalah apoteker.Â
Sementara CDOB ( cara distribusi obat yang baik ) adalah panduan bagi Apoteker di Pedagang Besar Farmasi yang di antaranya adalah menjamin agar obat yang sampai ke tangan pasien adalah obat yang efektif, aman, dan dapat digunakan sesuai tujuan penggunaannya.Â