Diplomasi terdiri dari menerima Islam dan mengajak non-Muslim untuk beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Fungsi kedua, di sisi lain, lebih bersifat politis.Â
Pada masa pemerintahan Islam terjadi banyak ekspedisi dan perluasan wilayah. Dalam buku Sirah Nabawiyah karya Sekh Syafiyurahman al-Mubarakfuri, beliau menggambarkan bentuk diplomasi Nabi SAW dalam arti berdakwah melalui surat menyurat kepada beberapa raja dan Amir, termasuk Binyamin (al-Muqawqis) dari Negus Ethiopia, Mesir., Khosrow II dari Persia, Hercules Roman, Uskup Dugatil.
Al-Mubarakfuri mengatakan menulis surat itu tidak cukup, dan mengirim utusan khusus yang diposisikan sebagai diplomat untuk menjelaskan arti surat itu. Nama-nama para sahabat yang ditunjuk khusus untuk misi ini termasuk Amr bin Umayyah Ad Damri, Raja Abyssinia, Khatib bin Abu Bartaa, Raja Mesir, dan Abdullah bin Huzafa As, Raja Persia.
Adapun Surat diplomatik utusan kepada Amir dan Raja, berisi ajakan masuk Islam, ditulis pada akhir tahun keenam Hijriyah setelah kembali dari Perjanjian Hudaybiya.
Dalam berdiplomasi Rasulullah sangat memperhatikan akhlah kepada lawan bicaranya. adapun Akhlakul Karimah adalah akhlak yang baik dan terpuji, aturan atau norma yang mengatur hubungan antara Tuhan dan alam semesta. Disebut juga dengan akhlak mahmudah (akhlak terpuji) atau akhlak al karimah (budi pekerti).
Jika ada orang yang pernah hidup di muka bumi ini yang sempurna dalam segala hal dan yang hidupnya dapat menjadi pedoman bagi orang-orang di semua lapisan masyarakat, menyangkal orang itu adalah pribadi Nabi SAW, saya tidak bisa melakukannya. Nabi Muhammad adalah suri tauladan terbaik bagi mereka yang menghargai rasul terakhir Allah SWT, lebih tinggi dari segi kemanusiaan. Menurut situs bacaan Al-Qur'an, Adapun Akhlak Karimah dalam bercengkerama yang bisa kita teladani dari Rasulullah SAW adalah sebagai berikut:
Perangai
Nabi SAW adalah contoh perilaku yang baik. Setiap tindakan yang dia lakukan dalam hidup mewakili moral dan perilaku tertinggi yang dapat ditunjukkan manusia. Dia adalah makhluk ideal dalam hal sopan santun dan etika yang belum pernah dilihat dunia. Rekan-rekannya mengatakan tentang sopan santun Nabi SAW:
"Nabi SAW tidak pernah mengutuk, bertindak tidak sopan, atau mengutuk siapa pun. Akhirnya, ketika dia ingin mengoreksi seseorang, dia berkata:
"Ada apa dengannya? Debu bisa menodai wajahnya!" (Bukhari)
Kemurahan hati