سْمِ-اللهِ-الرَّحْمنِ-الرَّحِيم
[caption id="attachment_253724" align="aligncenter" width="600" caption="Mobil Unik (arsip Abu Kholil)"][/caption]
Suatu saat ada penceramah naik ke mimbar membawakan ceramah di bulan Romodhon. Ia kemudian menyajikan fiksi-fiksi yang membuat orang tergelitik tertawa. Penulis masih ingat, penceramah itu bertutur,
"Ada seseorang ustadz yang masuk ke penjual coto (makanan khas makassar yang berair), lalu rekannya bertanya, 'Pak Ustadz, kan sunnah nabi makan pakai tangan!' Ustadz menjawab, 'Iya betul!' Rekannya kembali menimpali, 'Kalau begitu, sekarang tidak usah pakai sendok Pak Ustadz!'"
Maka, semua jamaah tertawa. Ini adalah sebuah pemaksaan dalam pemodelan fiksi berbalut tawa. Demi menghibur jamaah, semua opini-opini diangkat, meskipun tanpa validasi tepat. Astagfirulloh.
Tawa memang tidak dilarang. Tapi, tolonglah jangan sampai bulan ramadhan ini dijadikan 'Overa van Java versi Mimbar'. Bulan suci ramadhan adalah agenda bagi kaum muslim dan muslimat untuk mereguk ilmu yang bermanfaat, bukan tawa semata. Alloh tentunya menurunkan atau menghadiahi kita bula suci seperti ini supaya ladang penghapus dosa dengan menambah amalan shohih, bukan justru menumpuk dosa di sela-sela tawa. Teringat kita tuturan nabi -sholallohu alayhi wa sallam-, "Sesungguhnya apabila kalian tahu apa yang saya lihat, maka kalian akan lebih dominan menangis daripada tertawa." Hadits ini keluar setelah Rosululloh sholallohu alayhi wasallam melihat penduduk neraka.
Allohu akbar.
Dengan demikian, perlu kiranya para pengurus masjid, menyajikan ustadz-ustadz terverifikasi. Dalam artinyan, punya kapabilitas dalam membawakan materi dakwah. Bukan sekedar mengikuti perkembangan minat masyarakat. Yang mana masyarakat kalau minta yang lucu, tidak semestinya kita mengikuti pintanya. Ada yang mesti dikoreksi atas ustadz-ustadz yang naik ke mimbar. Karena dikhawatirnya mereka hanya menjadi estafet 'kekacauan' paradigma masyarakat. Ambil contoh hadits yang memaparkan bahwa awal ramadhan penghapus dosa, dan akhir ramadhan pembebasan api neraka. Ini memang ada haditsnya, tapi hadits dhoif (lemah), tidak bisa dipercaya.
Karena itulah, baik kiranya mencari kriteria atau karakter ustadz yang cocok naik ke mimbar. Secara umum, defenisi ustadz adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka kepada sifat takut kepada Allah.” (Kitabul ‘Ilmi hal. 147)
Berikut ini rincian ciri-cirinya:
- Mereka adalah orang-orang yang tidak menginginkan kedudukan, dan membenci segala bentuk pujian serta tidak menyombongkan diri atas seorang pun.
- Mereka adalah orang yang tidak mengaku-aku berilmu, tidak bangga dengan ilmunya atas seorang pun, dan tidak serampangan menghukumi orang yang jahil sebagai orang yang menyelisihi As-Sunnah.
- Mereka adalah orang yang berburuk sangka kepada diri mereka sendiri dan berbaik sangka kepada ulama salaf. Dan mereka mengakui ulama-ulama pendahulu mereka serta mengakui bahwa mereka tidak akan sampai mencapai derajat mereka atau mendekatinya.
- Mereka berpendapat bahwa kebenaran dan hidayah ada dalam mengikuti apa-apa yang diturunkan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Mereka adalah orang yang paling memahami segala bentuk permisalan yang dibuat Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an, bahkan apa yang dimaukan oleh Allah dan Rasul-Nya.
- Mereka adalah orang-orang yang memiliki keahlian melakukan istinbath (mengambil hukum) dan memahaminya.
- Mereka adalah orang-orang yang tunduk dan khusyu’ dalam merealisasikan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Itulah 7 item karakter ustadz. Kita berharap semoga bulan ramadhan ini diisi oleh manusia-manusia yang berilmu. Bukan pula memberikan tawaran-tawaran tawa dan syubhat. Semoga Alloh menjadikan kita semua sebagai hamba yang senantiasa tetap menuntut ilmu, baik di kala muda, maupun tua.