Sekarang saya sadar bahwa ternyata sekolah merupakan tempat 'mengubah cita-cita'. Tempat menjadikan paradigma berpikir lebih terbuka. Inilah wacara yang baru saja saya bincangkan bersama keluarga. Ternyata fakta pendidikan yang kita lupakan adalah mengubaca cara pandang kita mengenai pendidikan secara utuh.
Memang kerap kali kita disodorkan pertanyaa semenjak duduk di bangku SD, "Mau jadi apa? Cita-citanya nanti seperti apa?"
Ada yang menjawab,
"Jadi polisi, Pak. Biar bisa menangkap pencuri!"
"Jadi dokteri, Bu. Supaya bisa mengobati orang lain!"
"...," sebagian ada juga yang melongo saja.
Semua dalah cita-cita mulia. Namun, kerap kali guru tak sadar bahwa pertanyaan itu mabazir untuk masa depan anak didiknya. Mereka yang ditanyai hanya menjawab dengan ikut-ikutan dengan tren saat ini. Mereka tak paham dengan makna sesungguhnya dari sebuah point cita-cita.
Cita-cita harusnya diketahui mengapa memilihnya? Apa langkah yang bisa ditempuh? Siapa pihak yang mau menjadi penanggung jawabnya? Dan masih banyak lagi aneka akses yang memuluskan cita-cita anak.
Saat anak sudah memasuki bangku pesantren atau kuliah yang kemudian dibukakan wawasannya oleh pengajar, mereka akan mengetahui bahwa ada pembeda dan tanggungjawab yang besar untuk memikul sebuah profesi. Saat anak-anak mau jadi ustadz, mereka harusnya dibekali pendidikan aqidah yang kuat. Jangan sampai menjadi ustadz karbitan.
Sekolah adalah tempat mengubah cita-cita. Maksudnya? Ya, sekolah adalah wahana berpikir lebih jauh mengenai yang dipilih. Sekolah merupakan tempat menumbuhkembangkan sifat kritis. Harus ada visi misi yang jelas dalam memilih target impian itu. Sekolah bukan sekedar serentak menjawab profesi yang 'terkenal'. Sekolah merupakan perbincangan mengevaluasi cita-cita yang nihil.
Guru harus tahu itu, dan membangunkan siswa akan cita-cita yang fiksi dan fiktif. Dan memberikan pemahaman akan cita-cita yang shohih dan jelas arahnya. Bukan ikut-ikutan. Right?