Mohon tunggu...
Kadiman Kusmayanto
Kadiman Kusmayanto Mohon Tunggu... -

I listen, I learn and I change. Mendengar itu buat saya adalah langkah awal dalam proses belajar yang saya tindaklanjuti dengan upaya melakukan perubahan untuk menggapai cita. Bukan hanya indra pendengaran yang diperlukan untuk menjadi pendengar. Diperlukan indra penglihatan, gerak tubuh bersahabat dan raut muka serta senyum hangat. Gaul !

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Non-Tradable: Batu Sandungan PLTN

25 Maret 2010   10:06 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:12 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

A tradable good or service can be sold in another location distant from where it was produced. A good that is not tradable is called non-tradable.

Definisi akan barang atau jasa baik yang dapat atau tidak dapat diperjualbelikan di lokasi yang berbeda atau berjarak dari lokasi dimana barang atau jasa itu dihasilkan -- tradabel atau non-tradable adalah pemahaman fundamental bagi kaum bernalar ekonomi. Bahkan itu menjadi salah satu tema utama dalam mata kuliah yang judulnya salah kaprah yaitu Pengantar Ilmu Ekonomi (PIE). Salah kaprah karena ekonomi seperti juga matematika tidak masuk dalam golongan ilmu (science). Pepaya, mangga, pisang dan jambu (seperti dilantunkan oleh Bing Slamet) adalah contoh-contoh barang yang tradable, begitu pula jasa medik, pelatihan dan ramalan nasib. Sedangkan pemandangan alam, kehangatan kawasan Nusantara dan keramah-tamahan suku pedalaman adalah contoh yang non-tradable. Dalam beberapa artikel yang mengupas pentingnya harmonisasi nalar ekonomi dengan nalar teknologi maka isu non-tradable ini menjadi krusial, khususnya jika kita mengarahkan teropong pembahasan pada sumber energi fosil (eg. minyak-bumi, gas, batubara) dan sumber enerbi baru dan terbarukan (eg. nabati, potensi air, panas bumi). Dengan nalar ekonomi sempit dimana ukuran yang dipakai semata-mata murah (alias ekonomis) dan mudah maka jangan kaget jika kita terperangkap pada sumber energi fosil yang tradable. Bahkan jika ditambah dengan dua sifat serakah dan bodoh maka nalar ekonomi picik akan bermuara pada malapetaka seperti didemonstrasikan dengan elok oleh sang pemenang Oscar, Al Gore dalam film The Unincovenient Truth. Lain cerita jika nalar ekonomi dibentang agar terjadi irisan dengan nalar teknologi, dan diatas irisan tersebut dimainkan simfoni inovasi, misalnya dengan melakukan valuasi yang berdampak positif yaitu barang dan jasa yang non-tradable akan menjadi tradable. Sifat ramah lingkungan (eco-friendly), sumber berkesinambungan dan terperbaharui (renewable) dan tak bisa dikirim ketempat lain (non-transportable) adalah tiga peluang yang jika divaluasi akan menjadikan barang dan jasa yang tadinya non-tradable akan menjadi tradable bahkan kompetitif. Mari kerucutkan observasi kita pada dua sumber energi yang semula dipandang mahal dan sulit sehingga non-tradable. Air Sungai -- Listrik, Irigasi dan Hutan Sebuah pepatah klasik yang bernuansa anekdot mengatakan -- Kita tidak bisa hidup dalam air tapi kita tidak bisa hidup tanpa air. Terjebur di sungai atau hanyut terbawa arus laut adalah contoh bagaimana kita tak bisa hidup dalam air. Kesasar dipadang pasir atau terjebak macet di jalan raya penuh hambatan adalah contoh bahwa kita tak bisa hidup tanpa air. Banjir dan tsunami adalah contoh konkrit pendukung pepatah tersebut. Banyak laporan studi dan berita yang mengatakan bahwa potensi air sungai di Zamrud Khatulistiwa ini begitu besar. Dan, potensi gigantik itu belum lagi memperhitungkan potensi pasang surut air laut ! Penganut aliran optimis mengatakan potensi air sungai kita dapat diubah menjadi tenaga listrik setara 70 Giga-Watt. Sebagai perbandingan, Indonesia kini menghasilkan total tenaga listrik sekitar 25 Giga-Watt dan dari jumlah ini, kontribusi potensi air hanya seputar 4 Giga-Watt. Potensi 64 Giga-Watt kita biarkan berupa non-tradable. Water to Wire masih berwujud fatamorgana ! Harmonisasi Nalar Ekonomi dengan Nalar Teknologi dalam pengelolaan sungai berpeluang mengubah ancaman banjir menjadi sumber listrik (hydro electrical power plant, HEPP alias PLTA) dan sekaligus pembenahan irigasi untuk lahan perkebunan dan peternakan. Dan, tidak kalah-pentingnya menjadi sumber air baku bagi sistem pengolah air bersih dan air minum. Efek samping positif lain adalah penghutanan kembali lahan terlantar. Sekali dayung, tiga pulau terlampaui, yaitu -- listrik, irigasi dan hutan. Panas Bumi -- Gajah Dipelupuk Mata Manakal melakukan perbandingan PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) dengan PLTPB (Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi) maka kita akan teringat sebuah petuah bijak -- Kuman diseberang terlihat jelas, gajah dipelupuk mata terabaikan. Para ahli geologi yang menekuni (belajar dan meneliti) bebatuan panas diperut bumi mengatakan bahwa Nusantara ini fantastis. Bebatuannya bukan hanya kaya ragam juga mengandung begitu besar sumber panas bumi. Dengan dramatis dikumandangkan kandungannya setara dengan 40% cadangan sumber panas bumi dunia. Sekali lagi ... Zamrud Khatulistiwa ! Jika seluruh cadangan panas bumi dikonversi menjadi tenaga listrik maka potensi panas bumi (geothermal) mampu menghasilkan sekitar 100 Giga-Watt. 40%-nya tentu lebih besar dari total kapasitas pembangkit listrik yang terbangun dan beroperasi seantero Nusantara. Laporan mengatakan bahwa baru sekitar 1 Giga-Watt atau 1000 Mega-Watt potensi panas bumi itu yang telah dieksploitasi untuk menghasilkan listrik ditanah air tercinta ini. Sekali lagi jika kita bertanya mengapa sumber melimpah itu kita biarkan saja sebagai non-tradable? Alasan klasik .. pemanfaatannya Mahal dan Sulit jika dibandingkan dengan menggali, bor, mengirim dan membakar minyak-bumi, gas dan batubara. Jika perilaku sumber panas bumi yang ramah-lingkungan, berkelanjutan dan tak bisa dimobilisasi divaluasi apalagi jika valuasi dengan murah-hati (generous) seperti yang dilakukan oleh negara-negara maju, makmur dan cinta lingkungan maka sumber panas bumi akan tradable cum competitive !

Mari perlakukan kekayaan (sumber daya) alam Indonesia ini bukan sebagai warisan nenek moyang namun lebih sebagai titipan (atau amanah) anak cucu kita.

Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun