Mohon tunggu...
Kadiman Kusmayanto
Kadiman Kusmayanto Mohon Tunggu... -

I listen, I learn and I change. Mendengar itu buat saya adalah langkah awal dalam proses belajar yang saya tindaklanjuti dengan upaya melakukan perubahan untuk menggapai cita. Bukan hanya indra pendengaran yang diperlukan untuk menjadi pendengar. Diperlukan indra penglihatan, gerak tubuh bersahabat dan raut muka serta senyum hangat. Gaul !

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Balinese Art: Diplomasi Berbasis Sosiobudaya

18 Oktober 2010   04:40 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:20 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Saat bersilaturahmi (courtesy call) ke Kedutaan Besar Republik Indonesia di Vienna, Austria menjelang acara ceramah dan diskusi bertajuk "Potensi Hidraulik Nusantara -- Making It Tradabel", tanggal 15 Oktober 2010, Dubes Berkuasa Penuh,  YM I Gusti Agung Wesaka Puja berbagi cerita tentang sepak terjang beliau dalam mempererat hubungan Indonesia dengan Austria. Bukan terbatas hanya pada wacana diplomasi, politik, teknologi dan ekonomi bahkan sampai pula pada tataran sosiobudaya.  Hanya dalam kuruan waktu dua bulan, Dubes telah menemukan harta karun budaya Indonesia yang tersimpan rapih dalam lemari arsip Museum of Ethnology Vienna. Temuan ini membuat adrenalin beliau memompa kencang. Terbersit gagasan besar yang akan menjadi tonggak pemerkokoh hubungan RI - Austria. Harta karun itu berupa sejumlah karya seni -- lukisan, keris, patung, topeng, lontar sampai sketsa hitam-putih diatas kertas serta foto-foto jadul (jaman dulu). Karya-karya seni ini adalah sumbangan atau warisan dari Helene Potjewyd (1872 - 1947) pada tahun 1946 ke Museum of Ethnology Vienna. Menurut cerita, Poltjewyd adalah putri dari seorang tentara sukarela dan manajer perkebunan di Jawa. Saat Potjewyd bekerja sebagai staf dalam biro perjalanan di Jawa pada perioda 1932 - 1936, iya banyak berburu dan mengoleksi artefak seni, khususnya dari Bali. Koleksi ini dibawanya kembali ke Austria dan kemudian dihibahkan ke Museum. Sebuah keputusan yang luhur dan layak menjadi contoh dan mendapat acungan jempol. Kolaborasi Dubes Puja dengan Dr. Sri Tjahyani Kuhnt-Saptodewo yang berkarier sebagai kurator di Museum Ethnology Vienna kemudian menghasilkan sebuah skenario dalam mengabadikan karya-karya seni tersebut. Kerja keras keduanya menarik perhatian banyak kalangan dari Indonesia dan Austria -- Pemerintah dan seniman mancanegara. Sejumlah pengamat dan kritikus seni ikut menyumbangkan tulisannya dalam penyusunan bukuini. Begitu pula kontribusi juru potret profesional yang mengambil gambar-gambar karya seni itu dan menampilkannya menjadi pelengkap buku yang kemudian diterbitkan dengan judul The Balinese Art In Transition. Buku hasil kerja 3 bulan ini akan diluncurkan Senin 18 Oktober 2010 di Museum of Ethnology Vienna dan bersama dengan peluncuran buku itu digelar pula pameran menampilkan karya-karya seni yang menjadi bagian dari buku yang diluncurkan. Tidak kurang dari 200 buah buku akan dibagikan ke para pengunjung. Foto dan cerita lukisan mahakarya banyak dipampang dalam buku ini, diantaranya: I Gusti Made Dokardari berjudul "Tjeritera Kama Karna perang sama Rama sama kera banjak", I Dewa Gede Raka "Upacara Tambal Gigi", I Gusti Nyoman Lempad "Ni Bawang Tumbuk Padi" dan "I Lutung Maling Ketimun", Ida Bagus Made Tibah "Cerita Dua Putri bawang dan Kesuna". Patung super artistik karya pematung kondang ditampilkan berupa foto dan ulasan seni, diantaranya Ida Bagoes "Bangau dan Kepiting", Calon Arang berjudul Rangga (NB. Rangga dalam Bahasa Bali berarti janda), "Sri Sedana Ngadeg" yang bernuansa Cina, "Anak Agung" dan Patung Budha a la Cina. Foto beberapa keris indah ikut menghiasi buku ini, seperti Kris Sunggihan yang merupakan sebuah mahakarya dari jaman Majapahit. Ini sekaligus menjadi bukti sejarah masuknya Majapahit ke Bali. Kini kita mengenal istilah Bali Majapahit dan Bali-aga dimana Bali-aga menggambarkan warga Bali yang merupakan penduduk asli seperti banyak kita temukan di Trunyan yang terkenal dengan mayat tak-bau dan tari Perang Pandan.. Foto sketsa hitam-putih yang juga dikenal sebagai Lamak seperti karya Walter Spies turut menghiasi buku seni ini. Pameran karya seni dan peluncuran buku ini dapat dipandang sebagai langkah awal dan bagian dari persiapan Indonesia menjadi tuan rumah dalam kunjungan kenegaraan Presiden Austria (Österreichischer Bundespräsident), YM Heinz Fischer ke Jakarta yang direncanakan pada awal November 2010. YM Fischer telah menjadi Presiden sejak 8 Juli 2004 dan terpilih untuk kedua kalinya secara demokratis. Selain sebagai persiapan RI menerima kedatangan Presiden Austria, pagelaran pameran dan peluncuran buku ini tentu juga dapat pula kita nilai sebagai rangkaian peringatan Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada tanggal 28 Oktober 2010. Salut untuk kiprah Dubes I Gusti Agung Wesaka Puja yang mengambil inisiatif pendekatan sosiobudaya sebagai strategi diplomasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun