Mohon tunggu...
Kadiman Kusmayanto
Kadiman Kusmayanto Mohon Tunggu... -

I listen, I learn and I change. Mendengar itu buat saya adalah langkah awal dalam proses belajar yang saya tindaklanjuti dengan upaya melakukan perubahan untuk menggapai cita. Bukan hanya indra pendengaran yang diperlukan untuk menjadi pendengar. Diperlukan indra penglihatan, gerak tubuh bersahabat dan raut muka serta senyum hangat. Gaul !

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ryokan, Ayu dan Amago: Pelestarian Budaya dan Ikan Jepang

2 Desember 2011   08:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:55 788
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam perioda 7 – 17 November 2011 saya berkesempatan bertandang ke Jepang. Dalam empat hari pertama saya ikut aktif dalam pertemuan pertama sebuah LSM Internasional, Asia-Pacific Leadership Network on Nuclear Weapon Disarmament and Non-Proliferation (APLN), www.a-pln.org di Tokyo, Jepang. Hari-hari berikutnya sempat jalan-jalan bersama istri ke Yokohama, Nagoya dan kota kecil Ibigawa.

Kunjungan ke Ibigawa, Gifu Perfecture dapat ditempuh dengan dua kali naik kereta api dari Tokyo. Pertama, Tokyo-Nagoya dengan kereta super cepat (Shinkansen) kemudian dilanjutkan dengan kereta api Nagoya-Ogaki. Dari Ogaki kemudian jalan darat menuju Ibigawa. Di Ibigawa kami berkunjung ke beberapa lokasi pembangkit listrik tenaga air yang banyak terpasang sepanjang Sungai Ibigawa.

Setelah menikmati keindahan pemandangan hutan lindung dan jernihnya air mengalir di Sungai Ibigawa kami menginap di sebuah hotel tradisional Jepang yang dikenal sebagai Ryokan. Kata ryokan ini diterjemahkan bebas ke dalam Bahasa Inggris sebagai inn atau sepadan dengan istilah losmen dalam bahasa Indonesiayang kini popular sebagai hotel melati. Ryokan yang kami pilih adalah Ibigawa Kyuen, http://ibigawakyuen.com

Beberapa hal yang menarik dan kami nikmati selama menginap di Ibigawa Kyuen ini adalah:

1. Kimono yang berarti sesuatu yang dikenakan atau pakaian kita mengenalnya. Banyak sekali ragam kimono. Baik yang dikenakan sehari-hari sampai yang hanya dipakai untuk keperluan perayaan besar. Ada versi untuk kaum perempuan dan ada pula untuk lelaki. Model untuk lelaki bukan berarti lebih sederhana mengingat kimono yang dikenakan para patriot samurai dalam ritual kerajaan sama kompleks baik bentuk dan warna dengan yang dikenakan kaum hawa. Selama menginap di Ibigawa Kyuen, disediakan kimono untuk lelaki dan perempuan dan disarankan untuk dikenakan selama di hotel baik untuk acara minum teh, makan pagi dan makan malam ataupun saat jalan-jalan menikmati keindahan kebun-kebun bergaya tradisi Jepang.

2. Futon adalah kasur ala Jepang yang digelar dilantai jika menjelang waktu tidur. Jika sedang tidak waktunya tidur maka futon ini disimpan dalam lemari khusus yang disebut oshiire. Ruangan yang dipakai untuk menggelar futon ini juga digunakan untuk dipasang kursi dan sofa untuk minum teh, bincang-bincang dan untuk kegunaan santai lainnya. Dengan demikian penggunaan ruang sangatlah efisien. Ini membudaya mengingat ketersediaan ruang senantiasa menjadi kendala bagi Jepang. Futon ini sering kita lihat jika menikmati sinetron Oshin yang sempat terkenal di Indonesia atau dalam film laga bergaya patriotis berjudul The Last Samurai yang diperankan Ken Watanabe dan Tom Cruise.

3. Onsen adalah kolam ari panas yang airnya berasal dari sumber mata air panas yang banyak terdapat di Jepang khususnya didaerah-daerah yang ada dikawasan gunung api. Suhu air panas di onsen ini dibuat sekitar 40-43 derajat celcius. Terasa terlalu panas jika belum terbiasa. Namun dengan sedikit keberanian maka lama kelamaan badan kita akan menyesuaikan dan merasakan nikmatnya berendam di onsen ini. Sedikit kikuk jika tidak terbiasa berendam bersama dengan pakaian minimum bahkan telanjang bulat. Ibigawa Kyuen membuat dua buah onsen. Satu khusus wanita dan satu lagi diperuntukkan kaum Adam saja. Setelah sama-sama berendam di onsen maka sudah menjadi kebiasan masyarakat Jepang untuk saling menyabuni dan membersihkan sebagai tanda persahabatan. Orang Barat sering bilang – I scratch your back, you scratch mine. Kau bersihkan punggungku dan aku bersihkan punggungmu menjadi ritual masyarakat Jepang.

4. Irori seperti tampak dalam gambar adala gaya makan malam tradisional Jepang dimana para peserta makan duduk berkeliling di perapian. Perapian selain untuk bertujuan memansakan ruang makan juga digunakan untuk memanggang makanan. Irori itu diartikan sebagai duduk mengelilingi perapian. Ibigawa Kyuen berlokasi dipinggir Sungai Ibigawa yang terkenal dengan dua jenis ikan yang khas. Ikan ini adalah ayu dan amago. Ayu atau dalam bahasa Latin disebut plecoglossus altivelis ini serupa dengan ikan trout di Eropah atau Australia. Amago atau sering juga disebut masu atau salmon dalam masyarakat berbahasa Inggris atau dalam Bahasa Latin disebut oncorhynchus masou. Kedua jenis ikan ini masuk kategori ikan yang hidup didua jenis air. Membesar di air payau atau asin dan sesudah dewasa berenang ke hulu sungai untuk bertelur kemudian mati. Telur menetas dan anak ikan tumbuh di hulu sungai kemudian hijrah ke hilir untuk membesarkan diri. Dalam ilmu biologi dikenal sebagai ikan amphidromous. Pembangunan kawasan, pertumbuhan penduduk, perubahan fungsi sungai dan kegiatan konversi lahan telah mengancam siklus kehidupan kedua jenis ikan ini. Kini ayu dan amago masuk dalam daftar jenis ikan yang terancam punah dan wajib dijaga kelangsungannya. Pencinta lingkungan dan Pemerintah Jepang dengan sungguh-sungguh melakukan pelestarian lingkungan Sungai Ibigawa dan salah satu tujuannya. Konsumsi kedua ikan ini sangat dibatasi. Pemancingan tetap dibolehkan namun dengan peraturan yang ketat dan hanya dikawasan-kawasan yang terpantau dan terkendalikan. Misalnya, ikan yang terpancing harus kembali dilepaskan ke sungai. Begitu pula dengan pembangunan bendung dan dam baik untuk tujuan sumber air bersih, pengendali banjir, irigasi ataupun pembangkit listrik. Wajib menyediakan fasilitas tangga ikan (fish ladder) yang memungkinkan kelangsungan siklus hidup ayu dan amago. Ikan-ikan kecil bisa bergerak dari hulu ke hilir dan ikan-ikan dewasa bisa hijrah dari hilir ke hulu. Jika berkesempatan menikmati ikan ayu dan amago panggang maka jangan sungkan untuk melahapnya dari ekor sampai kepala tanpa ada yang tersisa. Tulang-tulang dan siripnya empuk secara alami. Dagingnya terasa manis. Masyarakat Barat menyebut kedua ikan ini kelompok sweetfish karena rasanya yang memang manis dan bukan semata karena bentuk dan waranya yang manis menawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun