Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Yth.Direktur Utama Bank Rakyat Indonesia

25 Juli 2012   05:05 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:39 1913
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salam, semoga saja tulisan ini tak mengurangi kekhusyu'an bapak menjalankan ibadah puasa serta tidak mengganggu kesibukan bapak menjalankan tugas keseharian di kantor. Mudah-mudahan berkah ya pak. Oh ya pak, sebelumnya maaf atas kelancangan saya mengirimkan tulisan ini yang saya kirim melalui Kompasiana, karena Kompasiana lah yang telah sangat berbaik hati menyampaikan secara langsung apa-apa yang menjadi keprihatinan warga (termasuk saya tentunya) terhadap yang dilihat, didengar, dan dirasakan dari lingkungan kehidupannya.

Entah warga yang sedang bekerja atau tinggal di rumah, berada di kantor atau di mall, di stasiun maupun di terminal,  gedung kantor pemerintah maupun swasta, di di jalan raya maupun di tempat rekreasi dan keramaian publik lainnya. Yang merasakan senang maupun kecewa, gembira maupun merana. Kompasiana baik banget pak, mereka menjadi mata, telinga, dan lidah warga yang hanya tinggal memijit huruf-huruf di keyboard komputernya, dimana pun mereka berada. Tak perlu bayar, tak perlu mengeluarkan sogokan pada admin untuk di tayangkan di kompasiana, termasuk untuk bisa menjadi Headline atau menjadi trending topic serta ter-ter lainnya dengan jam tayang yang lebih lama. Nah bapak sedikit mengerti kan tentang Kompasiana...?? hehe.

Sekarang saya berharap bapak menjadi mata, telinga, dan hati atas apa yang menjadi kewenangan dan tanggungjawab bapak sebagai pimpinan tertinggi Bank Rakyat Indonesia (ingat lho pak..ada kata rakyatnya), Bank milik pemerintah, yang sumber dana awalnya tentu dari penyertaan modal  pemerintah, uang pemerintah ya pastinya uang rakyat doong...betul nggak pak?

Bank Rakyat Indonesia itu merupakan satu-satunya Bank di Indonesia yang wilayah jangkauan operasionalnya hingga mencapai "unit", menjangkau para nasabah masyarakat Indonesia di wilayah Kecamatan bahkan pedesaan. Jadi uang rakyat di desa di simpannya di BRI,  suami atau anaknya bekerja di kota, atau jadi TKI di luar negeri transfernya ke BRI, karena BRI bank paling dekat secara jarak dengan basis kehidupan lingkungan masyarakat desa. Begitu pula jika mereka ingin meminjam uang ke BRI, mengajukan kredit KUR, kredit untuk nambah modal usaha, dengan menjaminkan selembar letter-C rumah dan tanah tempat tinggalnya, mereka juga ke BRI unit, karena saking dekat jangkauan kantornya.

BRI Unit itu sangatlah banyak membantu masyarakat desa mengembangkan usahanya, baik usaha di kota maupun di desa, ada yang belasan tahun setia mengajukan kredit dari BRI Unit, (tapi itu juga pake bunga dll kan pak, tidak minjem segitu mengembalikan dengan jumlah yang sama, alias gratisan tak ada kelebihannya), ada yang mulai minjam dari awal dikasih pinjaman 1 juta hingga mencapai angka 50 juta, atau pertama 5 jt kini sampai 100 jt. BRI unit baik koq pak.

Tapi ada hal mengganjal di hati saya pak, menyangkut sisi pelayanan para pegawai bapak di BRI unit itu. Saya ceritakan beberapa pengalaman pribadi saya dan beberapa cerita nasabah yang pernah saya tanyai seputar suka dukanya menjadi nasabah BRI Unit. Terus terang untuk pelayanan nasabah di tingkat cabang sudah cukup baik lah. Saya beberapa kali melakukan aktifitas transaksi di BRI Cabang cukup memuaskan, petugasnya cantik-cantik, tampan, rapi, menarik dan ramah, suasana pelayanannya juga nyaman dan betah dengan ketersediaan berbagai fasilitas yang ada.

Tapi untuk pelayanan di tingkat BRI unit haduuh, kayaknya bapak perlu melakukan terobosan yang berani untuk merubah mindset dan budaya kerjanya. Sebagai orang yang tinggal di desa, sering bergaul akrab dengan masyarakat pedesaan yang lugu, polos dan takut jika berurusan dengan aparat pemerintah dan petugas bank, (mereka masuk kantor desa aja buka sendal jepitnya, begitu pula jika masuk kantor BRI unit...dikiranya mesjid kali yaa..) saya sering mendengar cerita-cerita yang tak mengenakan dan membuat saya geram.

Ada petugas kasir di salah satu BRI Unit yang memarahi nasabah yang salah menulis di lembaran aplikasi (penarikan, setoran, transfer), padahal dia mau menyimpan uangnya dalam tabungan Simpedes BRI, hal itu disaksikan saudara saya yang akan mengambil tabungan, saudara saya tersebut menceritakan sampai merinding, menyaksikan polah petugas bank dan bagaimana sang nasabah orang desa itu “murungkut” atau ciutnya. saudara saya menyimpulkannya “tak pantas” aja petugas pelayanan bank bertindak seperti itu.

Lalu ada kejadian lagi, hal ini di ceritakan kakak ipar saya, saat mau setor ke salah satu BRI unit, ada salah seorang nasabah yang datang ke kantor BRI, menanyakan kapan pengajuan kreditnya cair, petugas BRI unit itu menjawab “Engke ge di telepon ieuh atuh pak mun bade cair mah” (nanti juga kalau mau cair di telpon pak), dengan nada “Nyenghor” kalau bahasa kakak saya, bahasa sunda yang menunjukan nada bicara tinggi dan mengarah ke membentak.

Lalu ini persis setahun yang lalu saat istri saya mengajukan pinjaman kredit untuk menambah modal usaha dirumah, sebetulnya meneruskan kredit ibu (mertua saya), saat petugas survei datang ke rumah, yang menerima istri saya langsung dan diwawancarai. Saat saya pulang ke rumah dari kantor, betapa kagetnya saya mendengar cerita dari istri saya tentang perilaku sang petugas survei tadi, dia bicara kesana kemari tentang sesuatu yang tak ada hubungannya dengan urusan kredit, dan terus terang menyinggung kehormatan saya.

Saya sampai menelpon salah seorang teman yang bekerja di BRI dan bertanya tentang nama orang yang survei ke rumah itu, ternyata saya mendapatkan konfirmasi tentang bagaimana karakter personal orang tersebut, yang menurut teman saya itu banyak menimbulkan masalah dengan nasabah. Saya melunasi kredit istri saya itu lebih awal 3 bulan, dan melarang istri saya untuk mengajukannya lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun