Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Urusan Kebenaran: Mau Ikut, Naik! Gak Mau Ikut, "Tabrak"!

12 September 2012   05:31 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:35 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi anda para penggiat di masyarakat. Entah itu sebagai pendidik di kampung, pekerja sosial, penggiat dalam kerja-kerja pemberdayaan masyarakat dalam hal apapun. Berbagai hambatan dan kendala pasti akan senantiasa menghadang. Entah itu datang dari pemerintahan, orang kaya, ulama, tokoh pemuda yang mungkin selama ini berada dalam situasi status quo di masyarakat. Mereka yang merasa terganggu dengan berbagai kreatifitas dan inovasi dari kita.

Hal paling mendasar yang harus disiapkan jika kita menghadapi persoalan seperti itu adalah sbb :

Pertama, pastikan kita mampu mengidentifikasi denyut nadi, suara terdalam dari masyarakat itu sendiri. Kita harus mampu mendengar dan mengetahui betul apa sebenarnya keinginan, harapan dan sesuatu yang dianggap masalah oleh masyarakat pada umumnya, dan mereka pun menginginkannya untuk dicarikan solusi serta langkah penyelesaiannya. Lalu ketahui juga peran dan kiprah, kelebihan dan kekurangan dari orang-orang yang dianggap tokoh selama ini, agar kita mampu membaca secara utuh keadaan di daerah itu.

Kedua, Kita harus mempersiapkan secara betul mental diri, konsep dan langkah-langkah taktis strategis terhadap masalah dan berbagai kendala yang ada di tengah-tengah masyarakat itu. Kita harus benar-benar menunjukan orang yang satunya kata dan perbuatan. Mampu memberikan pencerahan dengan ucapan sekaligus juga orang yang pertama melakukannya. Jika kita bicara pentingnya berjamaah bersama masyarakat, kita harus larut disana, jika kita bicara tentang pentingnya shadaqah dan peduli sesama, kita harus menjadi orang yang berakhlak seperti itu. Kondisi itu akan membangun kepercayaan diri kita dalam melakukan perubahan sikap dan penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat.

Ketiga, Jika kita sudah mulai melakukan langkah-langkah pemberdayaan, perubahan mental dan kebiasaan masyarakat, mengatasi berbagai masalah yang ada di tengah-tengah masyarakat. Maka dipastikan kita akan mengadapi rongrongan dari mereka-mereka yang tidak senang dengan apa yang kita lakukan, terganggu dengan perubahan yang kita jalankan. Jika menghadapi hal seperti itu maka, proses panjang yang telah kita jalani, dengan segala niat jernih karena Allah dan perjuangan membela kebenaran, maka sikap terbaik adalah kita berkata dengan tegas " Ikut ? Naik!, Gak ikut ? Tabrak !

Pola-pola gerakan pencerahan dan pemberdayaan di masyarakat memang susah-susah gampang. Tapi kalau kita larut di dalamnya, ikut menyelami sampai dasar, dan kita memiliki kapasitas untuk membantu mereka dalam kesiapan konsep dan gagasan, kesiapan akses komunikasi dengan pihak eksternal, kelapangan sikap untuk bisa selalu berbagi dengan mereka secara materi, Maka dipastikan kita akan menjadi sebenar-benar agen perubahan di daerah itu. Kita akan diterima dengan kelapangan hati masyarakat secara luas, dan mereka seperti menemukan sosok untuk diikuti, diturut dan didengarkan suaranya.

Tapi, kata kuncinya tetap satu, khusnun niat. Baik niat semenjak awal. Hati kita bersih dan jernih untuk memberikan pengabdian sebaik-baiknya bagi masyarakat dengan ilmu, tenaga, harta dan sebagainya. Setelah itu baru pola komunikasi yang dijalankan, pola berinteraksi, dan tauladan yang ditunjukan dalam kehidupan kita sehari-hari. Dan tak kalah pentingnya, menyediakan stok sikap sabar dalam diri kita.

Sepuluh tahun saya merantau di daerah istri, saya melakukan itu. Kini tempat ibadah (mesjid) baru, gedung madrasah tempat menuntut ilmu anak-anak di kampung juga baru, dan saya pun sudah mendatangkan suami istri alumni ponpes al-Qur'an Cicalengka Bandung untuk menjadi pengelola pendidikannya, rencananya awal tahun ini kami akan mulai membangun dua lokal gedung madrasah dan di lantai atasnya untuk asrama pondok pesantren Al-Qur'an. Alhamdulillah kebutuhan tanahnya yg dekat kompleks mesjid, madrasah tersebut , sudah ada warga yang berkenan ruislag dengan tanah saya di lokasi yang lain.

Insya Allah di kampung saya, Dibawah naungan Yayasan Nurul Islam akan segera berdiri Ponpes Al-Qur'an, berikut PAUD, Madrasah Diniyah, Majlis Taklim,  Lembaga Pelatihan Keterampilan Masyarakat, serta baitul maal sosial. Semuanya berangkat dari satu keyakinan "sebaik-baik manusia adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi manusia yang lainnya". Mau ikut ? naik !, gak mau ikut ? yaa "tabrak"..!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun