Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Uang Seribuanku Berserakan Oleh Si Tangan Jahil

17 Maret 2012   08:02 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:55 406
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bus Kopaja 86 Lebak Bulus-Kota adalah kendaraan umum yang biasa menghantarkanku setiap hari menuju ke kampus. Aku mencegatnya dari perempatan lampu merah Tomang Raya. Biasanya sudah tak lagi kebagian tempat duduk, berdiri berdempetan, bahkan berjejal di pintu masuknya.

Perjalanan dari Tomang ke Lebak Bulus memang menyusuri wilayah kepadatan lalu lintas ibukota, dan beberapa perempatan lampu merah. Slipi, Palmerah, Kebayoran, Pondok Indah, dan Pondok Labu. Menghabiskan waktu hampir 2 jam. Jika beruntung mendapatkan tempat duduk diantara daerah yang dilewati itu, betapa amat senang dan bersyukurnya, karena bisa langsung memejamkan mata. Jujur saja, pulang pergi dalam metromini 86 selama hampir 7 tahun itu, aku sangat menikmati saat-saat terlelap tidur, tak peduli apakah orang disampingku sesama penumpang, cewek cantik sesama mahasiswa ataupun karyawati. Karena rasa kantuk selalu tak bisa ku tahan.

Memang banyak sekali pengalaman dan kejadian selama mengikuti ritual sebagai commuter ini, kejadian tabrakan, metromini nyungseb ke got, aksi pelecehan seksual penumpang, exibisionis, hingga aksi penodongan dan pencopetan. Pernah suatu hari, Aku mengalami kejadian yang cukup membuat kaget dan shock. Sebagaimana biasa aku berlarian mengejar angkutan, karena waktu sudah menunjukan jam 8. Metromini 86 selalu penuh dan tak bisa menerobos masuk pintu. Aku memaksakan diri, meski hanya nempel dengan satu kaki, dan tangan menggelantung pada pegangan pintu. Di pintu itu ada bergerombol tiga orang lelaki perlente yang sama-sama berdiri. Mereka ngobrol dengan sesama temannya tersebut, suaranya keras, tak mempedulikan sekeliling penumpang yang lain. Aku sendiri tak menaruh curiga sama sekali.

Saat di sekitar halte bawah jembatan Slipi Jaya, seorang diantara mereka berteriak, "berenti pir..!!" katanya, lalu berdesakan, mereka dan temannya yang lain turun. Tubuhku sempat terdorong menekan pintu oleh salah satu tubuh mereka. Saat orang terakhir menginjakan kakinya di tanah dekat halte, uang seribuan jatuh berceceran di pinggir jalan, aku hanya bengong melihat pemandangan itu, bersamaan dengan majunya metromini. Saat metromini berhenti di lampu merah Slipi, aku baru tersadar, bahwa dompetku hilang, saat tanganku mau mengambil uang untuk ongkos di saku kanan celanaku, ternyata juga hilang. "Waah jangan-jangan uang yang seribuan tadi itu uangku" gumamku. Sialan, ternyata orang-orang yang tadi bertiga turun di Pijay itu komplotan copet ternyata.

Aku pun bicara sama kondektur, saat mau minta ongkos. "Bang maaf yaa, saya kecopetan, Tadi yang pas di pijay seribuan pada jatoh itu, kayaknya uang saya, abang lihat kan? " tanyaku. Beruntung si abang kondektur juga tadi memang memperhatikannya, dan dia berbaik hati, saya tak bayar ongkos hingga sampai di Lebak bulus. Dan cerita selanjutnya, sebagaimaana dalam postingan tulisan saya terdahulu "Percayakah Anda pada Rizki Yang Tak disangka-sangka?", dari Lebak Bulus aku naik angkot ke Ciputat bersama seorang Bapak-bapak yang turun di Uhamka. Sementara aku sampai juga ke kampus Ciputat. Alhamdulillah, masih bisa mengikuti perkuliahan, dan pulangnya aku pinjam ongkos ke seorang teman. Sungguh, sebuah pengalaman menjadi kaum commuter di Jakarta, merupakan pengalaman kehidupan yang tak mudah dilupakan.

Bahwa disaat berbagai kesemrawutan lalu lintas Jakarta, kemacetannya yang luar biasa, cuaca panasanya, banjir yang menjadi langganan rutin warganya, serta perilaku masyarakat urban yang macam-macam warnanya. Disana ada harapan mobilitas ekonomi, disana juga banyak kesempatan meningkatkan kesejahteraan hidup. Tapi ketika pemerintah menentukan sebuah kebijakan yang berkaitan dengan kenaikan harga BBM, maka pastilah akan berdampak pada bertambahnya beban pengeluaran warga, termasuk mereka yang menggunakan kendaraan pribadi, maupun yang terbiasa menggunakan kendaraan umum, yaitu mereka yang hidup dengan budaya commuter. Selamat menikmati kenaikan harga BBM plus kenaikan ongkos transportasi yang biasanya selalu seiring sejalan.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun