Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Saya Kompasianer, dan Saya Caleg

2 April 2014   20:33 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:10 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebenarnya ini sudah beberapa hari lagi menjelang finish tanggal 9 April 2014. Hari Pencoblosan. Tapi saya tak bisa menahan kerinduan untuk menengok blog Kompasiana. Kanal yang sudah menemani dan menjadi curahan kegelisahan, keprihatinan atas segala yang saya alami, saya dengar dan saya lihat dan rasakan. Ada rasa puas jika sudah saya keluarkan lewat tulisan di Kompasiana. Tapi saya akui beberapa bulan ini saya agak kendor menulis di kompasiana. Saya hanya menuliskannya saja dalam kalimat-kalimat singkat di status facebook atau twitter.

Hari ini dan beberapa hari kedepan seharusnya seorang caleg penuh ketegangan, semakin ngebut mencari dan mengamankan suara, atau lebih tepatnya mencari trik paling jitu di akhir agar menang. Ada yang sudah menukarkan uang pecahan Rp. 20.000 an sampai Rp. 50.000 an. Ada yang beli amplop yang banyak dan segala hal yang berbau " membeli suara".

Tapi, bagi saya, saya memang seorang Caleg PKB Nomor urut 1 untuk DPRD Kabupaten Tasikmalaya Dapil 3 yang meliputi Kecamatan Jamanis, Ciawi, Sukaresik, Kadipaten dan Pagerageung. Saya tak disibukan dengan hal-hal seperti diatas. Tanggal 3 April besok ada jadwal kampanye terbuka untuk di dapil saya. Tapi semalam sambil nobar film Sang Kiai, saya sudah putuskan bersama para sahabat tim PAC, relawan dan simpatisan untuk tidak menggelar konvoi dan agenda kampanye terbuka sebagaimana umumnya.

Dengan berbagai argumentasi yang logis dan rasional. Saya mencoba selalu menyelipkan pendidikan politik, membuat bagaimana tim, relawan dan simpatisan serta masyarakat paham, mengerti tentang politik dan pentingnya memilih caleg yang pas bagi mereka.

Saya menjadi aktifis sejak mahasiswa, sepulang menamatkan kuliah di Jakarta saya pulang ke Tasik dan menjadi PNS di pemerintahan Kabupaten Tasikmalaya. Saya menjalaninya selama 10 tahun. Selama menjadi PNS pun saya aktif di GP Ansor dan keluarga besar Jam'iyyah Nahdlatul Ulama. Hal yang paling menarik saya masuk ke wilayah politik, adalah pengalaman 5 tahun saya menjadi sekretaris pribadi wakil bupati Tasik HE. Hidayat SH. MH.

Dari beliaulah saya banyak berguru, mendapatkan inspirasi berkiprah secara jernih dan ikhlas. Track Record beliau sebagai Tokoh NU yang menjadi Wakil Bupati diakui oleh semua kalangan. Lurus dan bersih. Tapi sayang saat maju dalam Pilkada menjadi Cabup beliau kalah. Bukan karena beliau kalah, saya terjun ke politik. Pengalaman selama 5 tahun itulah yang membuat mata saya terbuka membaca kemanfaatan politik untuk bisa berbuat sesuatu bagi daerah saya, terutama di dapil 3 tersebut.

Sehingga dengan bulat dan tanpa ragu sedikitpun saya mundur dari PNS dan lebih memilih jalur politik meneruskan perjuangan mentor saya di PKB, ada panggilan yang begitu kuat dari hati ini agar saya bisa berbuat sesuatu untuk rumah besar NU saya, untuk sayap perjuangannya yaitu PKB, partai yang memang didirikan oleh para Ulama Nahdlatul Ulama.

Perjalanan saya selama menjalani proses sosialisasi selalu diniati dengan Sillaturrahmi dan Pendidikan Politik. Faktanya di dapil saya, anggota DPRD yang terpilih kebanyakan adalah bukan dari daerah saya, mereka adalah para caleg yang disebut "mendadak ngontrak" di daerah saya, dan menjalankan politik uang dan bagi-bagi kerudung untuk jadi Anggota Legislatifnya.

Sementara setelah jadi mereka jauh dari rakyat, tak mengurus dan memperjuangkan aspirasi masyarakat di dapil saya. Saya memahami kondisi tersebut, karena ketika melihat performance mereka, maaf-maaf tanpa maksud merendahkan "jeblok secara kapasitas dan kapabelitasnya" untuk menjadi seorang wakil rakyat.

Pengalaman saya berkeliling banyak mendapatkan caci maki dan kekesalan dari para tokoh masyarakat dan ulama. Tapi saya terima dengan hati jernih, karena mereka bukan marah pada saya, tapi marah pada wakil rakyat incumbent yang meninggalkan masyarakat pemilihnya. Kebetulan ada saya yang akan maju mencalonkan, mereka melampiaskannya pada saya.

Pada setiap moment seperti itulah saya memasukan pendidikan politik pada mereka, dalam pertemuan terbatas, maupun melalui pengajian-pengajian di majlis taklim. Saya bongkar dulu situasi saat ininya, kondisi wilayah di dapil saya secara indikator kemajuan suatu wilayah yang umum melalui "IPM atau indeks pembangunan manusianya", serta berbagai fenomena perilaku para politisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun