Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Revolusi Dari Desa: Ide “Gila” Seorang Bupati Yansen

11 November 2014   23:47 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:03 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ Inti pembangunan adalah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada rakyat;

dari rakyat; oleh rakyat; untuk rakyat. Karena semua masalah pembangunan terletak di desa, maka fokus pembangunan harus dimulai dari desa” (Dr. Yansen TP. M.Si/Bupati Malinau)

Hari Rabu 5 November 2014 siang, saya mendapatkan pesan di Timeline Facebook dariKang Pepih Nugraha, Jurnalis Senior Kompas asal Ciawi Kabupaten Tasikmalaya yang membidani kelahiran Blog jurnalisme warga Kompasiana. “Kang, dihaturan ka Hotel Santika, Saptu 8 November tabuh 9 dugi ka rengse, aya sharing elmu pamarentahan ti Bupati Malinau Yansen, bupati nu ngagaduhan konsep "kekuasaan ada pada desa". Cobi ajak rerencangan akang boh ti eksekutif atanapi legislatif Tasik…..”

Mendapatkan undangan langsung dari salah seorang guru menulis saya didunia maya, yang juga pendiri Kompasiana tersebut tentu saya merasa surprised, senang dan bangga, saya langsung mengiyakan untuk hadir dalam acara tersebut. Saya pun membuka blog Kompasiana membaca informasi lengkap seputar kegiatan dimaksud dan mendaftarkan diri via email ke Kompasiana.

Membaca tema dan uraian sepintas kegiatan tersebut memang menarik dan membuat rasa penasaran bagi saya. Pertama judul temanya mengupas seputar Revolusi dari Desa, sebuah konsep pemerintahan yang dijalankan oleh seorang pemimpin pulau Kalimantanm tepatnya Kabupaten Malinau Provinsi Kalimantan Utara. Ya dialah DR. Yansen TP. M.Si sang Bupati yang dalam 3 tahun kepemimpinannya ini menjalankan konsep pemerintahan yang menurut saya sedikit “Gila”, yaitu Konsep Gerdema atau Gerakan Desa Membangun.

Kedua Kenapa saya bela-belain berangkat, karena dengan kapasitas saya saat ini di lembaga legislatif daerah Kabupaten Tasikmalaya, saya ingin menyerap informasi lebih mendalam seputar konsep Bupati Malinau Tersebut, karena di daerah Kabupaten Tasikmalaya pun sang Bupati dan visi pemerintahannya kini menjalankan jargon “ Gerbang Desa atau Gerakan Membangun Desa”. Tentu saya ingin melihat persamaan ataupun perbedaan diantara Gerdema ala Bupati Yansen TP dan Gerbang Desa Ala Bupati Uu Ruzhanul Ulum.

Tulisan inipun bisa dibaca sebagai resensi Buku “Revolusi dari Desa: Saatnya dalam Pembangunan Percaya Sepenuhnya kepada Rakyat”. Karya Dr. Yansen TP. M.Si Bupati Malinau, yang merupakan disertasi beliau sekaligus konsep pemerintahan Gerdema yang dijalankan di Kabupaten Malinau,disamping itu ulasan sederhana dari paparan langsung beliau di acara Tokoh Bicara Kompasiana tempo hari, dan analisa komparasi dengan konsep Gerbang Desa yang dijalankan di Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat.

Gerakan Desa Membangun (Gerdema) Ala Bupati Yansen

Gerakan Desa Membangun (Gerdema) ala Bupati Malinau Yansen TP ini merupakan konsep reformasi pola pengelolaan pemerintahan di tingkat Kabupaten yang menurut saya sangat berani, bahkan mungkin sedikit “Gila”. Bagaimana tidak, menjadi bupati dengan hasil pilkada langsung, sementara setelah kekuasaan ada di genggaman tangan berani memberikan banyak kewenangan berikut pengalokasian anggarannya ke pemerintahan desa. Selain itu, mengusung ide Revolusi dengan konsekwensi-konsekwensi penentangan dari internal vbirokrasi maupun jajaran politisi di legislatif tentu juga bukan perkara mudah.

Sebagaimana pengakuan langsung Pak Yansen, bahwa awalnya banyak sekali tantangan dan hambatan secara politik di DPRD maupun dari internal birokrasi pemerintahan Kabupaten. Tapi seorang pemimpin mutlak kuncinya harus memiliki keberanian dan kepercayaan serta ketulusan. Selama didasari hati yang tulus untuk keberdayaan dan kesejahteraan rakyat, maka kita percaya sepenuhnya pada rakyat. Bahwa rakyat akan mendukung konsep itu dan akan bisa menjalankannya. Jika ada halangan dari kekuatan politis sekalipun yaa biarkan saja rakyat yang menilai dan menghadapinya. Tugas kita adalah bagaimana meyakinkan rakyat agar paham dan mampu menjalankan konsep Gerdema ini, papar Bupati yang menjalani karir panjang di birokrasi dengan jabatan terkahirnya Sekretaris Daerah Malinau.

Konsep Gerdema sendiri memang secara philosofis dan teoritis tak bisa dilepaskan dari kajian para pemikir pembangunan dunia yang berorientasi kerakyatan. Pak Yansen mengutif rumusan cita-cita para founding fathers bangsa ini seputar cita-cita mewujudkan Bangsa Indonesia yang adildan makmur, lalu konsep David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Reinventing Government (1993) yang mengatakan bahwa pemerintah bukanlah eksekutor (pelaksana), tetapi sebagai steering atau pengarah, rakyatlah pelaksana pembangunan ini. Lalu Konsep Lester Thurow dalam bukunya Rethingking the Future yang ditulis oleh Rowana Gibson (1998) yang mengatakan bahwa kekuatan besar adalah akumulasi dari kekuatan kecil. Artinya bahwa jika pembangunan itu digerakan oleh rakyat dan rakyat memperoleh kesejahteraan, maka negara akan kuat dan sejahtera.(Yansen TP. hal ix).

Selain itu, ternyata konsep Revolusi Desa atau Gerdema ala Bupati Yansen ini terkonfirmasi dengan disahkannya UU Pedesaan No. 6 Tahun 2014 yang salah satu poin yang muncul adalah tentang alokasi anggaran untuk desa sebesar 1,4 Milyar per tahun. Nah di Malinau konsep itu sudah dijalankan semenjak tahun 2011. Jadi ketika terpilih sebagai Bupati Malinau, Visi pemerintahan Bupati Yansen periode 2011-2016 ini sudah mecantumkan konsep Gerakan Desa Membangun. Visi lengkapnya adalah “ Terwujudnya Kabupaten Malinau yang Aman, Nyaman dan Damai Melalui Gerakan Desa Membangun”.

Dalam perencanaan, Implementasi dan evaluasi konsep tersebut. Gerdema berangkat dari 5 konsep revolusi dari desa yang dijalankan. Pertama, Revolusi dalam hal penerapan konsep pembangunan, integrasi antara pendekatan partisipatif dan teknokratik yang bermuara di desa. Kedua, Revolusi dalam penyerahan urusan dari perangkat teknis daerah kepada pemerintah desa. Ketiga, Revolusi dalam hal konsistensi antara formulasi, implementasi, dan evaluasi kebijakan pembangunan desa oleh pelaku pembangunan dan masyarakat desa. Keempat, Revolusi dalam hal pengelolaan dana pembangunan, dengan memberikan kepercayaan penuh kepada desa melalui kontrol anggaran secara mandiri. Kelima, Revolusi dalam pelaksanaan otonomi secara penuh di desasebagai bagian komitmen membangun kedaulatan rakyat yang menjadi cermin kedaulatan negara yang hakiki (hal 45).

Dalam prakteknya, selama 3 tahun konsep Gerdema itu dijalankan, Kepemimpinan Bupati Yansen itu rela menyerahkan 31 bidang urusandengan 200 an lebih poin didalamnya yang selama ini dijalankan di pemerintahkabupaten kepada pemerintah Desa. Hal ini menjadi bagian dari sharing authority dan sharing power atau berbagi kewenangan dan kekuasaan dari Pemerintah Kabupaten kepada Pemerintah Desa.

Bupati menggerakan seluruh perangkat SKPD di tingkat Kabupaten dengan berbagai tupoksinya untuk diarahkan energinya dalam membantu proses pembangunan di Desa sejak perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga pengawalan sisi administrasi keuangannya. Nilai anggaran yang dialokasikan oleh pemerintah kabupaten ke desa sebagaimana disampaikan Bupati Yansen dalam diskusi Kompasiana tempo hari,tahun 2012 awalnya sebesar 700 jt, lalu tahun 2013 meningkat menjadi 1,2 M, Tahun 2014 menjadi 1,5 M dan tahun 2015 direncanakan sebesar 2 Milyard setiap desa.

Jika melihat fenomena itu memang luar biasa keberanian Bupati Yansen ini, Pemerintah Kabupaten berani menggelontorkan anggaran besar, menyerahkan kewenangan dan kekuasaan kepada pemerintahan desa, mempercayakan penuh prinsip pemerataan pembangunan dan perwujudan kesejahteraan rakyat kepada rakyat sendiri sebagai pelaku utamanya. Aparat pemerintahan ditempatkan benar-benar sebagai pengarah dan pendamping yang secara total harus ikut bergerak ke desa.

Beberapa terobosan lainnya yang dijalankan di tingkat kabupaten tentu juga ada, Konsep pembangunan tower alat komunikasi di setiap kecamatan membuat masyarakat Malinau melek alat komunikasi, internet, faks hingga teleconference, pembangunan desa-desa wisata dan sebagainya. Hanya memang dari Buku Revolusi dari Desa tersebut saya tidak menemukan penyajian data kuantitatif dari sisi dampak dan pengaruh Gerdema itu dari sisi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Malinau itu sendiri, yang akan menjadi dasar keberhasilan program dan pola pembangunan Gerdema yang dijalankan di Kabupaten Malinau.

Setidaknya sejauhmana Gerdema itu meningkatkan angka Partisipasi pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan serta sejauhmana daya beli masyarakatnya meningkat. Tiga point IPM (Pendidikan, Kesehatan, Daya Beli) selalu menjadi indikator keberhasilan sebuah pemerintahan yang dijalankan.Namun demikian dari sisi political dan goodwill Sang Bupati sebagai pemimpin pemerintahan di Kabupaten Malinau sudah bisa dianggap sangat luar biasa.

Gerdema VS Gerbang Desa Ala Bupati Tasikmalaya

Bagaimanakah dengan konsep pemerintahan dan pembangunan di Kabupaten Tasikmalaya yang juga mengusung jargon Gerbang Desa ?. Konsep Gerakan Membangun Desa (Gerbang Desa) yang dicanangkan Bupati Tasikmalaya periode 2011 – 2016, diklaim sebagai sebuah gerakan yang komprehensif, yakni gerakan yang berupaya untuk mengoptimalisasikan pemanfaatan seluruh potensi Desa, baik potensi sumber daya alam maupun potensi sumber daya manusia, yang dipaduharmoniskan dengan gerakan masyarakat untuk bersama-sama membangun desanya masing-masing secara swadaya.

Dalam pelaksanaannya, tentu saja ditopang oleh berbagai kebijakan yang dijalankan oleh pemeritah dengan bersandar pada visi Kabupaten Tasikmalaya. Visi pembangunan Kabupaten Tasikmalaya di bawah kepemimpinan Bupati H. Uu Ruzhanul Ulum dan Wakil Bupati H. Ade Sugianto periode 2011-2015 adalah : “Mewujudkan Kabupaten Tasikmalaya yang Religius Islami, Unggul dan Mandiri Berbasis Perdesaan”, Visi tersebut ditunjang dengan 4 Misi pokok, Yaitu : 1. Mewujudkan masyarakat yang beriman, bertaqwa, berakhlaqulkarimah, berkualitas dan mandiri, 2. Mewujudkan perekonomian yang tangguh berbasis perdesaan dengan keunggulan agribisnis, 3. Mewujudkan tata kepemerintahan yang baik (Good Governance), 4. Meningkatkan ketersediaan dan kualitas insfrastruktur wilayah berbasis tata ruang yang berkelanjutan.

Tujuan utama Gerbang Desa adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan menekan angka kemiskinan. Melalui Gerakan Membangun Desa (Gerbang Desa), diharapkan seluruh Desa di Kabupaten Tasikmalaya bisa menjadi Desa yang unggul dan mandiri sesuai karakteristik desanya masing-masing. Dalam konteks Gerbang Desa, pelaku utama pembangunan Desa adalah masyarakat Desa itu sendiri. Artinya, dalam pelaksanaan Gerbang Desa peran serta masyarakat mutlak diperlukan. Seluruh lapisan masyarakat harus merasa terpanggil untuk membangun desanya secara swadaya. Pembangunan Desa tidak hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah, tetapi mengutamakan swadaya masyarakat secara gotong-royong. Oleh karena itu, moto Gerbang Desa adalah “Sauyunan sabilulungan ngawangun sarakan urang“.Faktor utama yang menentukan keberhasilan Gerbang Desa adalah: Pertama Kesadaran masyarakat untuk membangun desanya secara swadaya; dan Kedua, Kebijakan pemerintah untuk merancang pembangunan berbasis perdesaan.. Apabila seluruh lapisan masyarakat merasa terpanggil untuk membangun desanya secara swadaya dan ditopang oleh kebijakan pemerintah yang berorientasi perdesaan, Insya Alloh Desa yang unggul dan mandiri bisa terwujud.

Dalam konsep Gerbang Desa, paling tidak ada lima prioritas yangdikedepankan, yakni: peningkatan jalan desa, Listrik Masuk Desa, irigasi dan air bersih pedesaan, telekomunikasi dan informasi masuk desa, dan peningkatan pendapatan aparatur desa. Dengan kata lain, intisari Gerakan Membangun Desa meliputi:1. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam perdesaan; 2. Optimalisasi fungsi dan peran sumber daya manusia perdesaan; 3. Gerakan masyarakat membangun Desa secara swadaya; dan 4. Pembangunan infrastruktur perdesaan.

Konsep itu nyata ada dalam ruang-ruang konseptual. Tapi dalam implementasi di lapangan jika merujuk dan mengkomparasikannya dengan konsep Revolusi Desa Ala Gerdema Di Kabupaten Malinau masih terdapat perbedaan signifikan. Dilapangan tidak muncul pola-pola perumusan perencanaan sebagaimana terjadi dan dijalankan dalam konsep Gerdema.

Dalam Gerdema semangat Bottom Up lebih kentara disertai dengan langkah-langkah pemberdayaan lembaga-lembaga yang ada di Desa baik Aparatur Desa, BPD, LPM, BPD. Karena semenjak perencanaan, alokasi anggaran yang diberikan, kewenangan-kewenangan yang didistribusikan, hingga pola kerja aparatur pemerintah kabupatennya dalam pendampingan di lapangannya. Sementara dalam Gerbang Desa masih terlihat peran SKPD di tingkat Kabupaten masih mendominasi. Alokasi anggaran yang diberikan ke desa juga masih terbilang kecil. Nilai ADD Masih dibawah angka 100 juta.

Jadi kesimpulan saya, secara philosofis dan semangat antara Gerdema dan Gerbang Desa ada titik persamaan. Akan tetapi dari sisi implementasi dilapangan masih terdapat jurang yang tajam. Boleh jadi dari sisi penamaan saja. Gerakan Desa Membangun lebih condong kepada desa sendiri yang mandiri dan diberikan kewenangan untuk memberdayakan dan membangun desanya. Sementara Gerakan Bangun Desa masih terkesan Top Down nya, dan menempatkan desa sebagai objek pembangunan, dengan pelaksana dan kewenangan masih sangat besar di tingkat Kabupaten Tasikmalaya.

Tentu saja kita berharap, kedepan konsep Gerbang Desa di Kabupaten Tasikmalaya dapat meniru dan belajar dari konsep Gerakan Desa Membangun sebagaimana yang dijalankan di Kabupaten Malinau. Sebuah ide “gila” memang membutuhkan keberanian leih dari pemimpinnya. Tanpa itu sebuah konsep yang bagus hanya akan berujung pada bagusnya Jargon semata, yang menjadi pemanis dalam berbusanya pidato menjelang even-even politis lebih lanjut semisal Pilkada. Wallahu A‘lam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun