[caption id="attachment_183663" align="aligncenter" width="443" caption="Petugas Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika Kota Tasikmalaya melakukan razia truk pasir yang melebihi tonase di Desa Urug, Kecamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Kamis (19/5). Pemerintah Kota Tasikmalaya melarang truk pasir besi dari Kabupaten Tasikmalaya masuk Kota Tasikmalaya karena aktivitasnya menyebabkan kerusakan jalan. (KOMPAS/CORNELIUS HELMY HERLAMBANG)"][/caption] Hari ini, perhelatan apa yang tidak disertai dengan sentuhan politik uang. Mulai Kongres Partai hingga tingkatan Muscab di tingkat Kabupaten/Kota uang memainkan peran utama. Bahkan kini bergeser secara horizontal, pemilihan ketua-ketua ormas, OKP semisal KNPI, atau Organisasi profesi semisal Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia (APDESI), Kadin, HIPMI dan sejenisnya, semuanya lebih ditentukan oleh bagaimana kekuatan permainan politik uang. Maka janganlah heran, Partai Demokrat terjerembab dimata publik, karena tertangkapnya mantan Bendahara Umumnya M. Nazarudin dengan kasus suap Wiswa Atlet, yang di dalamnya ternyata diduga, sebagaimana pengakuan Nazarudin mengalir sampai jauh hingga ke persoalan politik uang pemenangan Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum. Sumber berbagai aliran uang yang dipergunakan untuk memuluskan langkah-langkah pemenangan posisi ketua di jabatan parpol, ormas maupun OKP itu, bisa jadi bersumber dari fee proyek, bansos dan hibah fiktif, atau jaringan pengusaha yang selalu berkepentingan untuk mengawal proses eksistensinya dalam menguasai proyek pemerintah di suatu tingkatan. Bahkan lebih jauhnya dan sangat bercirikan "mafia" adalah dari jaringan bos judi, hiburan, ataupun tambang pasir besi. Di Daerahku, saat ini bersimaharajalela sekali kekuatan funding yang bersumberkan dari jaringan pengusaha pasir besi ini. Perlu saya jelaskan sepintas, bahwa di Kabupaten Tasikmalaya, sepanjang pesisir pantai selatan, daerah Kecamatan Cikalong dan Cipatujah, tersebar titik-titik penambangan pasir besi. Tanah-tanah penduduk yang didalamnya mengandung pasir besi banyak yang dibeli, atau dibeli kandungannya saja. Sehingga banyak warga yang mendadak kaya raya, tanpa diduga. Memang secara sosiologis dan ekonomi terdapat kondisi pro kontra yang sangat tajam. Satu kekuatan memandang bahwa tambang pasir besi ini berdampak pada kerusakan lingkungan sekitar pantai selatan Tasikmalaya yang sangat parah, selain itu hilir mudiknya kendaraan truk pengangkut pasir besi dengan tonase yang besar, mempercepat tingkat kerusakan jalan serta debu yang mengganggu kenyamanan masyarakat. Sementara PAD yang masuk ke Pemerintah Daerah hanya di kisaran angka 400 juta setahun. Sementara pada sisi yang lain lagi, ada sebagian kelompok kepentingan dalam masyarakat, termasuk mungkin masyarakat sendiri yang merasakan kemanfaatan dan keuntungan secara sosial dan ekonomi. Beberapa waktu yang lalu, sempat timbul kegaduhan seputar tambang pasir besi ini, Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya bahkan sempat menerbitkan surat keputusan moratorium tambang pasir besi. Yang intinya menghentikan sementara semua proses penambangan, dan meneliti kembali berbagai izin tambang dari perusahaan-perusahaan yang menjalankan usaha disana. Tapi secarik kertas yang ditanda tangani Bupati, sama sekali tak berdaya, karena fakta di lapangan, disamping beberapa perusahaan yang memang resmi mengantongi Izin, lebih banyak lagi penambangan yang dilakukan seolah-olah oleh penduduk sendiri, sementara di dalamnya disinyalir ada kerjasama dengan bos perusahaan tambang, yang menurut kabar di back up kuat dengan kekuatan "kekuasaan gelap" di tingkat nasional. Nah Jaringan kekuatan yang bekerjanya seperti "mafia" inilah yang kini masuk ke dalam kekuatan-kekuatan politik dan keormasan yang ada. Mereka menciptakan "pagar pengamanan" dengan masuk dalam proses-proses pemenangan pertarungan kepemimpinan partai, ormas, OKP, maupun organisasi profesi. Mereka menggelontorkan back up dana yang sangat besar. Sehingga, siapa yang mampu menembus kekuatan ini, maka dia pasti akan memenangkan pertarungannya. Karena kini, pertarungan apapun, Uang adalah pemenangnya. Jika sudah begini, maka saling sandera antara penguasa dan pengusaha, antara pengusaha dengan kalangan partai politik, ormas dan OKP. Maka dimanakah posisi rakyat kebanyakan? mereka hanyalah objek penderita, yang menjadi korban, atas nama sebuah kekuatan. Kalaupun lingkungan rusak, jalan-jalan hancur, bencana menunggu di depan mata, benturan sosial ibarat api dalam sekam. Maka kita hanya berharap pada Tuhan, agar tak segera menurunkan azabnya. Kita hanya berdo'a dengan sekhusyu-husyunya, Semoga hidayah menyadarkan mereka dan kita semua. Bahwa alam harus diselamatkan, bahwa politik uang hanya akan semakin mendekatkan kita pada kehancuran peradaban. Kaki Galunggung, 23 April 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H