Luar biasa pernyataan Staff Khusus Presiden Bidang Informasi Heru Lelono, yang menyatakan bahwa PKS hanya dipikirkan 0,5 persen saja oleh presiden SBY. Jika begitu betapa kecilnya PKS dimata SBY. Disaat Setgab gaduh dengan sikap PKS yang membelot dari koalisi dengan memposisikan diri sebagai oposisi pada saat rapat paripurna tentang kenaikan harga BBM kemarin, SBY ternyata tak (belum) mengambil sikap tegas terhadap PKS. Apakah akan mengambik keputusan mengeluarkan PKS dari koalisi dan mencopot menteri-menterinya, ataukah membiarkan saja menjadi anak nakal yang terus di elus-elus oleh SBY.
Pada pernyataan sebelumnya Jubir Presiden Julian Aldrin Pasha mengatakan bahwa kemungkinan Presiden SBY akan mendepak PKS dari Koalisi dan mempersiapkan rencana reshuffle kabinet. Tapi kita memang lagi-lagi disuguhi sikap politik presiden yang ambigu dan peragu. Lebih tegasnya lagi Presiden terkesan lamban dan penakut dalam hal mengambil keputusan politik. Sehingga PKS sendiri seakan memiliki kepercayaan diri bahwa Presiden tak akan berani mendepak PKS, kalau istilah bahasa tantangan "Ayo kalo berani !". Sehingga beberapa kali PKS mengambil langkah mendua menyangkut kebijakan-kebijakan strategis pemerintahan, SBY mendiamkan saja.
Terlepas dari apakah sikap presiden yang katanya hanya memikirkan persoalan PKS ini 0,5 persen saja, dan katanya yang 99,5 persen lainnya memikirkan program-program pemerintah, menyangkut APBN-P 2012 yang tentunya memusingkan kepala presiden. karena beban subsidi yang membengkak, domain menaikan harga BBM bola panasnya diarahkan pada pemerintah, meskipun diberi jangka waktu 6 bulan beragantung pada margin harga kenaikan minyak dunia. Kita melihat bahwa pernyataan-pernyataan petinggi PKS juga mengesankan bahwa PKS sudah siap berada di luar koalisi.
Memang bagi PKS, Sikap yang disampaikan pada saat rapat paripurna kemarin lebih mencerminkan kepentingan pencitraan semata. Karena logika-logika dan argumentasi dari sisi ekonominya tak terpenuhi. Saya membayangkan bagaimana jika kebijakan BBM ini terjadi apabila presidennya orang PKS, atau wapresnya. Apakah mereka akan mengambil sikap tetap demi pencitraan ataukah menyelamatkan ekonomi negara? Mengapa terkesan lebih pada faktor pencitraan, terbukti sikapnya itu menjadi spanduk-spanduk yang bertebaran di setiap sudut kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Lumayan kan sudah bisa mulai kampanye?
Jika harga PKS hanya 0,5 persen dalam pikiran SBY, maka mengapakah SBY memelihara karakter ragu-ragunya? Menurut saya pernyataan Heru Lelono itu cukup mendowngrade PKS, meskipun mungkin ini bagian dari komunikasi politik satire yang dilakukan oleh beliau dalam menyikapi kenakalan PKS dalam kiprahnya di Koalisi. Seolah-olah bagi SBY, PKS itu hal yang remeh temeh.
Padahal sejatinya kita dipertontonkan sebuah pendidikan politik yang tidak mencerdaskan menyangkut komitmen, ketegasan, dan nilai-nilai keberpihakan pada rakyat. Apa yang dilakukan oleh PKS memang mencerminkan sebuah langkah politik yang tak elok. yang membuat kita bertanya partai koalisi koq kayak oposisi, sehingga saya sendiri merasa bingung lagi mendefinisikan kata Koalisi dan Oposisi, karena jika mengambil sample dan study kasus dari PKS, pengertiannya menjadi bias dan kabur.
Karena dalam sebuah etika pemerintahan, pendidikan politik yang baik, jika kita bergabung dalam koalisi, jadilah koalisi yang sebebnarnya. Kalau jadi Oposisi ya jadilah oposisi yang sebenarnya. Sehingga rakyat bebas menghukumi atau memilihnya kembali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H