Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menyelesaikan Satu Tulisan Dalam Waktu Satu jam

27 April 2012   16:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:01 124
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Seorang teman  yang bekerja sebagai wartawan mainstream pernah bertanya agak sengit pada saya, Bagaimana cara saya menulis. Sehingga dia heran dalam sehari saya bisa menulis 3 judul tulisan di Kompasiana, belum lagi yang dikirim ke media cetak termasuk koran tempat teman saya itu bekerja.

Terus terang saya tak mampu menjawabnya secara teori, karena saya bukan orang yang pernah belajar tentang jurnalisme. Saya hanya mempraktekan menulis saja, dengan belajar secara otodidak. Paling saya membaca beberapa ulasan instan tentang motivasi menulis dan ragam kiatnya di Kompasiana, baik dari Kang Pepih, Mas Johan Wahyudi dan beberapa Kompasianers lainnya. Saya hanya berfikir menulis saja. Menuangkan apapun ide yang berkelebat di benak saya.

Saya memang hobby menulis. Aktifitas ini saya lakukan semenjak tahun 2005. Saya menyenangi bacaan artikel di koran, kolom-kolom dan essai di majalah. Termasuk beberapa buku.Hasrat menulis muncul begitu saja, dari coba-coba menjadi terbiasa. Sehingga saya memang bertekad dalam hati minimal membuat tiga tulisan dalam sehari. Jika tak ada aktifitas lain yang berarti saya bisa sepanjang hari didepan komputer dan menyelesaikan sampai 5 tulisan.

Setiap ada ide apapun yang nyangkut dihati dan dikepala, saya tak pernah mengendapkannya, langsung menuangkannya dalam tulisan. Saya sendiri terkadang bingung, rangkaian kata dan bahasanya mengalir begitu saja. Maka jangan heran kalau tulisan saya kualitasnya ecek-ecek, tidak seperti para penulis lainnya yang memiliki kedalaman analisa dan gaya bahasa yang khas. Khusus untuk di Kompasiana saya tak pernah berfikir untuk tujuan HL atau Ter-Ter lainnya. Yang penting menulis saja.

Apakah bisa satu tulisan selesai satu jam? Ya bisa..! Selama 5 tahun saya mendampingi seseorang dengan tugas harus menyiapkan konsep sambutan atau pidato dalam acara dan tema apapun. Dan itu sering kena deadline waktu. Kadang semalam harus menyelesaikan 3-5 naskah sambutan. Jadi karena tuntutan, sejam harus beres ya saya bereskan. Tapi selama ini alhamdulillah user tak pernah saya kecewakan. Lancar dan fine-fine saja.

Apa resepnya? Kata kuncinya adalah pada pesan utama. Pada ide pokok yang ingin disampaikan pada pembaca. Urusan gaya dan rasa bahasa itu kaitannya dengan kemampuan kita mengolah bumbu sebagaimana dalam adonan masakan. Enak tidaknya ya feeling kita kan gak bisa dibohongi. Jika feeling saya mengatakan konsep tulisan ini jelek, ya memang begitulah kenyataannya. Ataupun sebaliknya. Karena pada hakekatnya kita sebagai penulis, ya kita juga sebagai pembacanya.

Jika kita hanya punya waktu satu jam menyelesaikan konsep tulisan, maka bukanlah hal yang sulit jika memang dikepala kita sudah tersedia. Ibaratnya kita tinggal menuangkan saja apapun berkecamuknya informasi dan pemikiran yang ada di kepala kita. Dan semua bahan informasi itu bahan dasarnya adalah apa yang kita lihat, kita dengar dan kita baca. Kemudian olah fikir dan olah rasa kita mengaduknya sehingga menjadi sebuah rangkaian-rangkaian bahasa tulisan.

Nah persoalannya kemudian adalah pada ketersediaan stock bahan dasar informasi yang ada di benak kita, jika kita terus menulis, mengeluarkan ide dan gagasan, tanpa dibarengi dengan asupan info baru melalui buku, majalah, koran dan lainnya, maka lama-lama akan habis juga. Itulah kondisi dimana kita merasakan apa yang disebut kemandegan atau kebuntuan dalam menulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun