Mohon maaf jika kalimat judul diatas sedikit kasar. Kalimat itu saya dengar dari salah seorang Kepala Desa di daerah saya yang terkenal suka tanpa tedeng aling-aling kalau berbicara. Dia memang seseorang yang dibesarkan di jalanan, meskipun lulus kuliah dan menjadi sarjana, pengalamannya menjadi pengamen di jalanan ibukota membawanya pada suatu karakter yang natural, apa adanya dan berani.
Dia tak segan bicara keras ke pejabat pemerintahan, baik camat, bupati, maupun anggota dewan, jika memandang sesuatu hal yang terjadi di masyarakat dianggap sepele oleh para pejabat itu. Bahkan dia sampai tunjuk rorek ke wajah pejabat itu dengan nada suara tinggi. Selain berkedudukan sebagai kepala desa beliau juga memimpin sebuah LSM yang bergerak dalam membantu fasilitasi masyarakat miskin untuk mengakses pengobatan di rumah sakit.
Sudah ribuan yang beliau bantu, dengan cara membantu kemudahan masyarakat dalam mempergunakan fasilitas Jamkesmasnya. Karena menurutnya rakyat yang pegang Jamkesmas tetap merasakan perlakuan yang tak sepantasnya dari petugas rumah sakit, sehingga harus didampingi oleh masyarakat yang melek hukum dan birokrasi, termasuk LSM yang benar kerjanya.
Salah satu hal yang menjadi sorotan beliau adalah wakil rakyat. Anggota DPR baik pusat, provinsi maupun Kabupaten/Kota, termasuk pejabat pemerintahan yang dipilih secara langsung oleh rakyat, dimatanya hanyalah "Jongos" rakyat. Dia memperoleh kedudukan itu dengan cara dipilih oleh rakyat, tanpa dipilih oleh rakyat dia tak akan memperoleh kedudukan itu. Sehingga, seharusnya mereka menjadi "jongos" atau pelayan masyarakat, mau di suruh apapun oleh rakyatnya untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya.
Maka, tidaklah pantas jika seorang wakil rakyat atau pejabat , apabila sebelum memperoleh kedudukan itu begitu rajin menyapa rakyat, dekat dengan rakyat, bersilaturrahmi kepada rakyat, tapi setelah jadi dia malah malas bertemu rakyat, jangankan menyapanya, membuka kaca mobilnya saja begitu pelit jika bertemu rakyat dibawah. Dia malas bersilaturrahmi dengan rakyat yang memilihnya, malas juga menemui rakyat yang hendak bertemu dengannya. Bahkan lebih parah lagi malas menerima telpon bahkan untuk sekedar membalas sms sekalipun. Mereka asyik dengan kedudukannya sebagai wakil rakyat dengan segala pernak pernik kemewahan fasilitasnya.
Kalimat judul tulisan diatas, sungguh mengena jika dikaitkan dengan sejatinya kedudukan seorang wakil rakyat maupun pejabat yang memang dipilih langsung oleh rakyat. Tak lebih tak kurang, mereka yang menduduki sebuah amanah jabatan yang diawali atau berasal dari peran rakyat yang memilihnya, maka dia hanyalah seorang "jongos" rakyat.
Saya termenung dengan kata "jongos" diatas. Tapi jika mereka mampu menjalankan amanah dengan baik, maka saya mungkin memperhalus istilahnya. Mereka yang dipilih oleh rakyat itu hakikatnya menjadi " taraje/tangga", "Paralon air", "Pangajul" yang berfungsi untuk membantu masyarakat mengambil hak-hak konstitusionalnya untuk bisa hidup aman, sejahtera dan menikmati fungsi keberadaan sebuah pemerintahan yang mengelola uang rakyat.
Jika mereka tak mampu menjalankan fungsi itu, lebih baik mereka berhenti saja untuk menjadi seorang wakil rakyat. Karena amanah rakyat itu sangatlah berat pertanggungjawabannya. Tidak hanya di dunia tapi panjang hingga di akherat kelak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H