Berita Di Global TV Sore Tadi menayangkan peristiwa Penyerangan kader Partai Demokrat Maluku Utara terhadap Ketua Umumnya Anas Urbaningrum berserta rombongan DPP lainnya termasuk didalamnya sang Sekjen Edi Bhaskoro atau Ibas.
Kejadian itu terjadi tak lama setelah Anas dan rombongan menginjakan kaki sesaat setelah turun dari pesawat. Yang menyerang itu merupakan kader-kader partai Demokrat yang disinyalir merupakan pendukungnya Thaib Armayn yang kecewa atas ditolaknya permohonan penundaan Musda Partai Demokrat Maluku Utara. Anas sendiri dan rombongan DPP lainnya memang berkunjung ke Maluku Utara dalam rangka menghadiri kegiatan Musda Partai Demokrat Maluku Utara.
Beruntung Anas dan Rombongan dapat diselamatkan ke salah satu gedung yang kemudian gedung itupun menjadi sasaran amukan massa kader demokrat sehingga beberapa bagian kacanya pecah. Sementara kegiatan Musda itu sendiri akhirnya ditunda untuk waktu yang belum ditentukan.
Peristiwa tersebut tentu merupakan peristiwa yang aneh. Seorang ketua umum partai besar mendapatkan perlakuan seperti itu dari kadernya di daerah. Padahal selama ini, kedudukan seorang Ketua Umum selalu mendapatkan pelakuan yang istimewa, karena memegang mandat tertinggi kebijakan partai.
Ada apa sebenarnya? Seorang Ibas yang notabene merupakan putra pendiri Partai Demokrat tak lagi dihormati. Coba tengok jika Megawati datang, bagaimana kader memperlakukannya, atau Puan Maharani sekalipun. Lalu Tokoh-tokoh politik lainnya.
Muncul gejala krisis wibawa yang melanda Anas Urbaningrum. Terlepas dari apapun yang menjadi latar belakang peristiwa itu, sejatinya kita menyaksikan sebuah akibat dari apa yang selama ini mendera partai demokrat dengan kasus-kasus hukumnya, mulai M Nazarudin, Angelina Sondakh yang persepsi publik dan mungkin sebagian kader menduga ada benang merah yang nyambung dengan Anas.
Gonjang-ganjing kasus korupsi yang membelit elit Demokrat termasuk Anas, telah membawa Demokrat pada pusaran krisis kewibawaan. Upaya bersih-bersih memang pantas dilakukan. Anas akan mendapatkan dampak delegitimiasi kepemimpinan dengan terus menerus berada dalam arus pusaran opini keterlibatannya dalam beberapa dugaan kasus korupsi. Diperiksanya Menegpora Andi Malarangeng oleh KPK semakin mengindikasikan langkah dan proses hukum yang akan bermuara pada sang Ketua Besar.
Berat memang bagi seorang Anas Urbaningrum untuk mempertahankan secara utuh kewibawaan kepemimpinannya, jika persoalan hukum yang menjerat kader-kaderya tadi belum tuntas. Semakin berlarut penanganan kasus hukum tersebut, akan semakin membuat Anas sulit membangun kewibawaannya. Pengakuan beberapa mantan ketua DPC seputar money politic dalam kongres di Bandung menjadi celah yang secara psikologis menyeret Anas dalam pusaran kasus tersebut.
Kini sebenarnya terseret tidaknya AU bergantung pada penyelidikan dan penyidikan KPK terhadap M. Nazarudin, Anggi dan Andi Malarangeng. Baik kasus wisma atlet maupun kasus hambalang dan beberapa kasus lainnya di berbagai kementerian.
Politik transaksional yang dibangun oleh Anas saat dirinya terpilih dalam kongres, telah rontok satu persatu, ketika para pihak yang diduga berada dibelakangnya, yang membantu pengkondisian fund rising demi kesuksesannya menjadi Ketua Umum terpilih, dijerat dan kini di tahan KPK.
Dampak lebih jauhnya, ya itu tadi. Kader dibawah juga kelihatannya ikut terpengaruh, seakan menganggap Anas sudah tak lagi menjadi sang Ketua Besar yang dihormati dan disegani. Sehingga baru saja menginjakan kaki di Maluku Utara, serangan datang dari kadernya sendiri. Miris dan prihatin....