Istilah politisi busuk beberapa waktu yang lalu sempat ramai di bicarakan. Istilah itu merujuk pada politisi yang kiprahnya, moral dan perilakunya mencerminkan sosok figur yang tak sepatutnya sebagai seorang wakil rakyat. Banyak mengecewakan publik dalam sikap diri dan langkah-langkah politiknya, termasuk terjerembab dalam praktek-praktek kotor korupsi.
Hari ini bahkan ada banyak pengamat yang sampai pada satu kesimpulan, bahwa rusaknya negeri ini karena akibat bergentayangannya para politisi busuk yang menggasak dan menggarong uang rakyat dengan kekuasaan politik yang dimilikinya. Ada satu pengamat yang mengatakan bahwa kebocoran uang negara karena korupsi mencapai angka 198 Trilyun lebih.
Mengapa muncul istilah politisi busuk? hingga lahir pula gerakan untuk kampanye tidak memilih kembali partai yang didalamnya banyak terdapat politisi busuk.
Ternyata jawabannya adalah selain sikap rakus dan hedonis kalangan politisi busuk tersebut, terdapat pula faktor high cost politics dalam perjalanan dan langkah-langkah politiknya dalam mencari raihan suara.
Ada alur yang linear antara pengeluaran biaya politik seorang politisi dengan tingkat kenakalan mereka mengambil uang rakyat melalui akses politiknya dengan berbagai cara. Dan ternyata tingginya biaya politik seorang politisi entah itu yang maju mencalonkan diri sebagai caleg di DPRD Kabupaten/Kota, Provinsi hingga pusat. Mereka mengeluarkan biaya pada kisaran angka minimal 250 Jt untuk di DPRD Kabupaten/Kota- hingga 5 Milyar bagi DPR RI. Bahkan lebih gila lagi jika dalam konteks Pilkada langsung, kostnya antara 8 s/d 450 Milyar.
Mengapa politik bisa semahal itu? Ternyata ada korelasi dengan budaya politik rakyat pemilih juga. Saat ini muncul fenomena rakyat pemilih yang tidak akan memilih seseorang kalau tidak memberikan sejumlah uang "money politic". Bahkan fenomenanya, ada masyarakat pemilih yang cenderung mencari dan menerima saja pemberian sogokan politik dari setiap kandidat atau calon yang ada. Itulah mereka yang oleh Ketua Bawaslu Muhammad dalam dialog di Metro TV dikategorikan sebagai Pemilih Busuk.
Hadirnya fenomena Pemilih Busuk tentu akan semakin membuat karut marut kondisi politik dan budaya politik di negeri ini. Jika politisi busuk terus menjalankan cara dan pola money politik, menyebarkan sejumlah uang kepada pemilih, maka akan tercipta situasi yang saling berkelitkelindan antara politisi dan pemilih yang sama-sama busuk. Maka kiamatlah moral dan budaya politik bangsa kita ini.
Untuk itulah perlu terus digelorakan sebuah gerakan yang massif dalam bentuk pencerahan dan pencerdasan kepada rakyat untuk jangan terjebak pada budaya politik transaksional yang kesana nya akan tercipta adanya banyak politisi busuk yang menggasak uang rakyat tanpa ampun, dan rakyat pun akan terus berada dalam budaya dengan karakter pemilih busuk. Politisi busuk yang menggelontorkan uang kepada pemilih harus dimiskinkan dengan cara tidak dipilih lagi, jika dia menggunakan uang rakyat harus diusut secara hukum dan dijebloskan kedalam penjara.
Rakyat harus benar-benar ikut andil membenahi politik dan budaya politiknya dengan sikap politik yang didasarkan pada bacaan yang obyektif seputar integritas, kapasitas, moralitas politisi tersebut. Tanpa harus terbeli dengan iming-iming uang. Politisi Busuk dan Pemilih Busuk harus sama-sama di hentikan.!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H