Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Cerita Lucu Orang "Kampung" Saba Kota

23 September 2012   03:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:53 1997
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ini masih tentang kisah perjalanan saya selama 3 hari ke Jakarta. Saya berangkat dari kampung  menyetir sendiri dengan mengendarai kendaraan minibus avanza. Yang ikut menemani saya yang satu seorang kepala desa yang juga seorang ketua LSM SAPERAK, LSM yang berkhidmah membantu rakyat kecil (miskin) dalam mengakses fasilitas berobat ke rumah sakit. Namanya pak Kuwu Acep S Siliwangi. Sementara satu lagi seorang ajengan (ustadz) di kampung yang juga pimpinan ormas FPI tingkat Kecamatan, sebut saja namanya Ustadz Agus Sirajuddin. Lho koq saya bisa nyambung dengan aktifis FPI? nanti akan saya tuliskan sendiri ceritanya.

Ada beberapa cerita lucu selama perjalanan kami dari kampung saba kota ke Jakarta tersebut. Bukan bermaksud merendahkan orang kampung seperti saya ini, tapi hal ini benar-benar menjadi hiburan tersendiri bagi kami selama ngobrol di dalam kendaraan. Saya bisa tertawa lepas, sehingga tak ngantuk saat menyetir di jalan.

Cerita lucu pertama saat kami istirahat di rest area sekitar Tol Cipularang. Tujuannya untuk shalat dan makan. Di rest area tersebut ada mesjid Al-Mi'raj namanya. Kami shalat disana. Saya sendiri sudah beberapa kali mampir dan shalat disana. Selesai shalat, kami makan di salah satu rumah makan khas Sunda. Selama makan itu, kedua orang itu bercerita seputar keran air tempat wudlu di masjid itu.

" Lain, tadi mah ek wudlu hayoh we muir-muir keran, teu kaluar-kaluar caina. Geus bingung. Pas dongko naha cer teh kaluar cai. Ari heg aya tulisan. Keran ini menggunakan sensor" kata pak Kuwu Acep.

" Puguhanan abdi ge sami" kata pak ustadz. Mereka bercerita sambil pada tertawa ngakak.

Mereka berdua mengalami kesulitan saat akan berwudlu, karena kran airnya menggunakan sensor. Biasanya kalau berwudlu, keran air kan biasanya di putar. Kami pun terus membahas hal itu selama perjalanan di tol. Berdiskusi seputar berbagai hal, termasuk masalah kemajuan teknologi.

Cerita kedua saat kami menginap di salah satu hotel di daerah Mangga Besar. Daerah yang selama ini dipahami sebagai salah satu daerah "malam" nya Jakarta. Tak perlu saya jelaskan ada apa di seputar jalan Mangga Besar itu. Ini cerita di dalam kamar hotel tersebut.

Saat kami masuk kamar, pak Ustadz yang ketua FPI kecamatan di daerah saya itu langsung ingin ke kamar mandi hotel. Kamar mandinya itu model kaca semua yang hanya 1 meteran jarak dari tempat tidur. Sekeluar dari hajat beliau mengusap wajahnya dengan kain handuk kecil yang sepengetahuan saya untuk keset biar gak becek keluar dari kamar mandi. Mungkin beliau sangka itu handuk.

" Kang ajengan handuk mah itu tuh di atas yang di tilep, kalau itu untuk keset biar gak basah keluar dari kamar mandi" Kata saya

" Astaghfirullaahh...emhh dasar orang kampung. Keset dipake ngelap wajah" kata ustadz itu, sambil tertawa ngakak.

Kami pun pada tertawa bertiga di kamar, membicarakan keluguan dan kepolosan kami-kami yang berangkat dari kampung untuk saba kota ini. Saya senang bisa memberikan persfektif tentang kehidupan ini secara lebih luas. Meskipun kang ajengan itu setiap kesempatan melihat hal-hal yang baru pertama kali di lihatnya tak pernah berhenti berucap " Astaghfirullahaladziim".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun