Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Agar Agustusan Tidak Sebatas Seremoni dan Hura-Hura

11 Agustus 2012   14:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:56 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Memperingati hari kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus selalu identik dengan upacara, dan hura-hura permainan dan perlombaan rakyat. Usia saya menginjak angka 36. Jika dihitung dari semenjak usia SD maka sudah 30 kali saya mengelami peringatan dan perayaan 17 Agustusan. Sebenarnya substansi memperingati dan merayakannya hanya satu hal " Merefresh semangat juang dan nasionalisme kita selaku warga bangsa"

Bung Karno pernah mengeluarkan kalimat dalam pidatonya berjudul " Jas Merah". jangan sekali-kali melupakan sejarah. Memperingati HUT Kemerdekaan RI pada dasarnya adalah membaca dan merenungi ulang perjalanan sejarah lahir, berkembang dan dinamika perjalanan bangsa ini untuk menjadi Indonesia.

Negeri ini tidak lahir dan hadir dari pemberian dan kebaikan kaum penjajah. Negeri ini "menjadi" dengan tebusan jutaan nyawa, darah dan air mata. Bambu runcing yang berhadapan dengan senjata laras panjang dan tank baja. Taktik perang gerilya dengan raungan pesawat tempur musuh di udara. Teriakan Allahu Akbar beradu dengan taktik devide et impera. Semua berpeluh dan menderita. Kemerdekaan bukanlah hadiah. Kemerdekaan merupakan hasil dari proses perjuangan panjang dan perih seluruh warga bangsa ini.

Selama 30 kali yang saya ingat sebagai manusia yang mulai menjadi pembelajar. Memperingati HUT RI 17 Agustus tak lebih dari seremoni upacara bendera, ziarah ke taman makam pahlawan, riung mungpulung dengan para veteran, mendengarkan pidato presiden, ditambah bumbu dan pernak-pernik kreatifitas warga dalam mengeskpresikan kegembiraannya dengan berbagai tradisi lomba.

Warga mematut diri dengan tampilan bak serdadu yang dulu berperang, menggambar wajah sangar dengan lukisan arang. Dia membuat miniatur tank dengan kertas coklat yang ditempel di kendaraan, membuat bedil lodong dari bambu layaknya meriam dengan suara menggelegar. Mereka berpawai arak-arakan, lelaki perempuan sambil lirik kiri kanan.

Pada sisi dan episode yang lain, ragam perlombaan dan permainan dipertandingkan. Anak-anak menandai 17 Agustusan ini dengan lomba makan kerupuk, mindahin kelereng di sendok, atau panjat pinang. Semua berniuansa keriangan dan hura-hura. Itulah trade mark peringatan dan perayaan Agustusan. Sesudah itu hilang senyap. Kembali menjadi pribadi-pribadi yang egois dan tak peduli.

Jika dia menjadi pejabat di republik ini, dia sibuk korupsi, memperkaya diri dan terus memagari posisi. Jika dia politisi, dia lakukan segala cara untuk berkuasa. Sikut kiri kanan, jilat atas, injak bawah, tak peduli menipu dan membohongi rakyatnya. Dia paksakan ideologi diri diatas darah dan nyawa para pejuang NKRI dengan Pancasila dan UUD '45 nya.

Agustusan itu sejatinya ikhtiar reflkeksi dan muhasabah diri kita sebagai warga bangsa. Yang tak akan pernah melupakan sejarah, yang sedang menjalani sejarah, dan yang akan menciptakan sejarah. Sehingga bukan hanya kulit luar semata dengan segala seremoni dan hura-hura yang mengemuka, pendalaman dan penghayatan akan makna perjuangan demi bangsa ini diatas segalanya.

Sehingga apapun yang kita lakukan, semata demi meneruskan perjuangan para pendiri bangsa ini. Kita being Indonesia, yang hatinya diliputi kekuatan Iman seorang Muslim dan nilai spiritual agama lainnya yang menjiwai makna Mencintai Negara itu sebagaian daripada Iman. Kita sepatutnya memajukan dan menjaga indonesia. Bukan malah menggerogoti dan menghancurkan Indonesia dengan segala perilaku dan kiprah culas dzalim kita.

Menjadi Indonesia, Adalah menjadi saksi sejarah hadirnya Kemerdekaan Bangsa ini dalam genggaman kehidupan kita. Dulu, kini dan selamanya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun