Mohon tunggu...
Usman Kusmana
Usman Kusmana Mohon Tunggu... Wiraswasta - Seorang Lelaki Biasa Dan Pegiat Sosial Politik

Menulis itu kerja pikiran, yang keluar dari hati. Jika tanpa berpadu keduanya, Hanya umpatan dan caci maki. Menulis juga merangkai mozaik sejarah hidup, merekam hikmah dari pendengaran dan penglihatan. Menulis mempengaruhi dan dipengaruhi sudut pandang, selain ketajaman olah fikir dan rasa. Menulis Memberi manfaat, paling tidak untuk mengekspresikan kegalauan hati dan fikir. Menulis membuat mata dan hati senantiasa terjaga, selain itu memaksa jemari untuk terus bergerak lincah. Menari. Segemulainya ide yang terus meliuk dalam setiap tarikan nafas. Menulis, Membuat sejarah. Yang kelak akan dibaca, Oleh siapapun yang nanti masih menikmati hidup. Hingga akhirnya Bumi tak lagi berkenan untuk ditinggali....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Aktifis Anti Korupsi Di (Ter) Jinakkan ?

2 April 2012   04:59 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:08 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu sore saya mendapatkan pesan dari seorang teman, bahwa temannya teman saya yang aktifis LSM anti korupsi tingkat lokal di daerah saya,  dalam waktu dekat  akan dilantik sebagai salah seorang dewan penasihat Perusahaan Daerah Pasar (PD. Pasar), bersama dua orang lainnya. Sebagai seorang kawan tentu saya senang mendengar kabar itu, tapi dalam rasa senang itu terbersit sebuah tanya didalam hati, apakah seorang aktfis LSM anti korupsi, yang selalu berteriak keras di media, mendatangi aparat kepolisian dan kejaksaan, menyoroti berbagai dugaan praktik korupsi yang terjadi di lembaga pemerintah, layak dan pantas menjadi bagian dari sebuah lembaga pemerintah daerah? yang tentunya disana bersinggungan dengan segala hal berkaitan dengan APBD daerah, yang selama ini justru banyak dikritisi oleh mereka.

Saya terkesan dengan para aktifis anti korupsi yang ada di Jakarta, sebagaimana ICW misalnya. Mereka muda, cerdas, kritis dan memiliki sikap menggaris dengan tegas prinsip dan etika kerja sebagai aktifis LSM anti korupsi, jika berkaitan dengan lembaga-lembaga pemerintahan. Sehingga mereka terlihat profesional dan ahli dalam hal mengawal dan melaporkan kasus-kasus korupsi yang terjadi di berbagai lembaga negara termasuk kementerian. Mereka membangun kerjasama yang baik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi, sehingga beberapa kasus yang dilaporkan ICW berujung ke pengadilan dan banyak pula yang sudah di vonis.

Kehadiran lembaga-lembaga pemantau atau LSM yang concern terhadap kasus-kasus korupsi tentu memiliki nilai strategis bagi perwujudan tatanan pemerintahan dan kemasyarakatan yang lebih baik. Mereka dapat menjadi watch dog yang bersama-sama Media mampu mendorong para penegak hukum di negeri ini agar menjalankan fungsinya dengan baik. Sehingga kasus-kasus korupsi dapat ditangani dengan baik, praktek korupsi di negeri ini dapat ditekan seminimal mungkin.

Namun demikian, tak sedikit pula lembaga-lembaga yang bergerak dibidang isu-isu korupsi terutama yang berada di daerah, banyak yang “masuk angin”. Tanpa bermaksud menggeneralisir, memang ada pola-pola gerakan mereka yang banyak mengangkat sebuah isu korupsi, ramai diberitakan di media, tapi ujung-ujungnya ” mereka dapat dibereskan”. Kalau istilah di daerah saya “Nguliwed ka tukang“, berteriak di depan, tapi sesudahnya bertemu di belakang. Bahkan ada pula informasi, mereka juga bekerjasama dengan oknum aparat tertentu baik di kepolisian dan kejaksaan, jika ada satu kasus yang diindikasikan mengandung unsur korupsi, datanya di oper ke para aktifis tersebut,  mereka membuat pressure melalui aksi demo atau di ekspose di media, lalu aparat menjalankan fungsinya sesuai mekanisme, memanggil pejabat pada dinas yang diributkan tersebut, yang pada akhirnya masing-masing berbagi jatah “pemberesan” dari permasalahan tersebut .

Atau dalam bentuk yang lainnya, para aktifis anti korupsi itu dijinakan dengan diberi jabatan tertentu dalam pemerintahan. Seperti Dewan pengawas di Perusahaan Daerah, Dewan Pendidikan, atau dewan-dewan lain bentukan pemerintah. Sehingga mereka terjerat sendiri dengan segala peran dan fungsinya tersebut, teriakannya menjadi sayup-sayup, dan yang pasti rontok kredibilitasnya di tingkat para aktifis LSM itu sendiri dan dimata publik pada umumnya . Atau juga lembaga-lembaga itu justru diberi gelontoran anggaran daerah dalam bentuk apa saja, entah judulnya workshop atau pelatihan apapun, atau beasiswa mengikuti pendidikan pasca atau doktoral terkadap para aktifisnya.

Kita tentu menyayangkan jika terjadi fenomena tersebut, bahwa frame dan jargon, serta teriakan anti korupsi itu hanya dijadikan alat bargain demi kepentngan pribadi dan kelompoknya semata. Lagi-lagi kita disuguhkan sebuah praktik permainan. Apakah di Republik ini semuanya bisa jadi permainan dan dipermainkan? sungguh miris..!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun