Employee engagement pertama kali diperkenalkan oleh kelompok peneliti Gallup pada tahun 2004. Dalam literatur akademik ada banyak definisi yang menjelaskan arti dari employee engagement. Ada yang mendefinisikan employee engagement sebagai bentuk keterlibatan individual dan kepuasannya serta sebagai bentuk antusiasme dalam melakukan pekerjaan. Lebih lanjut, employee engagement dijelaskan sebagai sebuah konsep yang dinilai dapat mengatur upaya-upaya karyawan yang sifatnya sukarela, yaitu ketika karyawan memiliki pilihan-pilihan, mereka akan bertindak lebih jauh untuk kepentingan organisasi mereka. Karyawan yang terikat adalah seorang yang terlibat penuh dalam pekerjaannya dan sangat antusias terhadap pekerjaan.
Employee engagement telah diklaim dapat memprediksikan peningkatan produktivitas pada karyawan, profitabilitas, mempertahankan karyawan, kepuasan konsumen serta keberhasilan untuk organisasi. Hal ini disebabkan karena karyawan yang memiliki derajat engagement yang tinggi akan memiliki keterikatan emosi yang tinggi pada organisasi. Keterikatan emosi yang tinggi mempengaruhi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan (cenderung memiliki kualitas kerja yang memuaskan) dan akan berdampak pada rendahnya keinginan karyawan untuk meninggalkan pekerjaan atau perusahaan. Riset dari Development Dimensions International, Inc pada tahun 2006 terhadap tingkat employee engagement dan kinerja karyawan menunjukkan bahwa ketika skor engagement tinggi, karyawan akan lebih puas terhadap pekerjaannya, tingkat keinginan untuk meninggalkan pekerjaan menjadi rendah dan karyawan menjadi lebih produktif. Ini artinya employee engagement memberikan hasil yang positif terhadap perilaku karyawan. Hasil penelitian ini memperlihatkan pengaruh signifikan antara employee engagement dan kinerja karyawan dan pada akhirnya juga yang menghantarkan dampak positif employee engagement di level organisasi, yaitu produktifitas dan pertumbuhan organisasi.
Namun, tidak semua karyawan dalam sebuah organisasi memiliki tingkat employee engagement yang tinggi. Hal ini menjadi sebuah tantangan yang cukup berat bagi suatu perusahaan. Sebenarnya terdapat hal-hal yang membuat karyawan menjadi lebih engage pada perusahaan sehingga tingkat produktivitas dan profit suatu perusahaan dapat meningkat.
Sebagai contoh, salah satu perusahaan consummer good ternama di Indonesia melakukan beberapa program seperti program edukasi yakni “Together for Child Vitality” (TCV) yang diterjemahkan kedalam tiga kegiatan yakni cause related marketing, school feeding, dan karyawan (employee engagement). Di dalam konteks employee engagement karyawan turut berpartisipasi dalam menyukseskan acara cause related marketing dan school feeding. Selain itu, sebagai wujud nyata dari keterlibatan para karyawan perusahaan ini membuat program “walk the world” yang diadakan di Jakarta setiap tahunnya. Serta program pertukaran karyawan dimana para staf perusahaan bertugas selama sekitar 6 bulan dan terlibat langsung di kantor operasional WFP, melakukan serangkaian workshop dengan menggunakan staf ahli dari kedua belah pihak untuk mengembangkan program dimasa yang akan datang. tingkat local, perusahaan ini juga berbagi ilmu dan keahlian dengan para staf lokal WFP secara berkesinambungan. Selain itu, perusahaan ini juga menyediakan fasilitas bagi para karyawan yang kerap ditinggal oleh asisten rumah tangganya yaitu dengan merawat dan mengasuh anak-anaknya. Dengan adanya acara daycare ini juga sangat membantu karyawan untuk tetap bisa memberikan perhatian dan perawatan anak-anak mereka selama ditinggal mudik pengasuh.
Dengan adanya beberapa program tersebut para karyawan akan lebih engaged terhadap perusahaan, karyawan akan lebih berfokus pada tujuan program tersebut untuk menyukseskan acara tanpa memperhatikan job description-nya. Hal ini dapat membantu perusahaan dalam mencapai misinya,melaksanakan strategi dan meraih hasil bisnisnya. Pengertian dan pengukuran employee engagement di setiap perusahaan pasti berbeda, maka tidak ada yang terbaik atau paling benar dalam menentukan atau menstimulasi engagement di suatu perusahaan, hal tersebut bergantung pada situasi lingkungan kerja dan motivasi karyawan.
Oleh : Triasih Kusmalinda, Maharani Puspita Putri, Heti Setyoningrum, Farauq Arrahman, Wilson Antonio Sagala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H