Mohon tunggu...
Kusariani Adinda Saraswati
Kusariani Adinda Saraswati Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Mahasiswa S1 Ilmu Komunikasi sekaligus pemimpi. Cerita lainnya bisa diakses di kusarianiadindablog.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Padamnya Pasar Kosambi adalah Padamnya Kasih Kami

20 Mei 2019   21:17 Diperbarui: 21 Mei 2019   23:47 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kebakaran. [Sumber: kompas.com]

Pasar Kosambi, pada umumnya terkenal karena 'pasar'nya. Menurutku, Pasar Kosambi terkenal karena di malam hari, ada yang menjual bubur ayam hingga masuk rekomendasi bubur ayam di Bandung yang harus dicoba. 

Ya, Bubur Ayam Bejo namanya. Aku atau teman-teman lain biasanya menyebut sebagai Bubur Kosambi. Letaknya persis di pelataran sejajar dengan pintu masuk pasar. 

Bubur ini sendiri modelnya dalam bentuk gerobak dan membuka semacam tenda dengan meja kayu, kursi plastik, dan tersedia meja plastik di luar tenda. Dengan kondisi yang seadanya, tapi rasanya tak kalah nikmat. 

Dengan harga satu porsi sekitar Rp. 14.000, aku jamin kamu akan merasakan yang... memang gak cukup satu mangkuk saja. Selain ayam dan ati ampelanya (Ya, aku suka sekali dengan bubur ayam ati ampela), penggunaan kerupuk melinjo terbilang unik. Juga cakwe yang aku sangat senangi memiliki ukuran yang besar-besar, seperti bubur khas Tiongkok.

Sebenarnya aku memiliki kenangan manis di Pasar Kosambi, terlebih saat memakan bubur ayam bersama sosok yang sempat mengisi hati.

Waktu itu hari Sabtu, sepulang kami dari kencan yang direncanakan ke Bandung Planning Gallery. Kami menuju Pasar Kosambi untuk menikmati bubur bersama di sana. Aku yang meminta pada mulanya, karena si dia adalah anak rantau, harus saya jejel kuliner yang direkomendasikan banyak orang saat berada di Bandung. 

Akhirnya, kami berdua benar-benar mewujudkannya dengan masing-masing setengah porsi. Aku memesan dengan ati ampela, ia dengan varian biasa karena tidak suka dengan jeroan.

Sambil mengunyah lembutnya cakwe dalam bubur, dia memberi pertanyaan terus menerus, mengenai keluargaku, kesibukanku di kuliah. Tapi lebih banyak menanyakan seputar keluargaku, dan tanpa aku tanya ia juga menceritakan keluarganya. Serasa kami begitu dekat, tinggal dibawa saja ke rumahnya yang jauh ada di timur Jawa. Kalau diingat rasanya rindu sekali. 

Rindu saat kami sedang saling bahagia. Rindu kami yang masih sering bercanda. Rindu kami yang masih bisa jalan bersama, makan bersama tempat makan favorit di pinggir jalan seperti ini.

Sayangnya, aku dengannya sudah bukan apa-apa. Kami hanya teman, tak lagi dekat seperti dulu. Kami memiliki kehidupan masing-masing yang tidak bisa diganggu. Kami mungkin tidak sepaham, hingga akhirnya kami selama dua bulan ini tidak saling melempar kabar.

Benar-benar padam gejolak ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun