Mohon tunggu...
kus aprianto
kus aprianto Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi vs Prabowo, Jelang Pilpres 2014 Lalu

25 April 2018   19:19 Diperbarui: 26 April 2018   10:28 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan kecil di jelang Pilpres 2014 Yang Lalu

Komparasi atau mencoba membandingkan. Entah ada gunangan atau tidak Yang jelas saat itu Pasangan Jokowi JK menang.

  • Prabowo & Hatta Rajasa mengutamakan pendekatan structural.  Koalisi dilakukan dalam rangka itu. Mereka berdua adalah elit Partai (Gerindra dan PAN). Ini akan jalan kalau didukung oleh system yang secara mekanisme untuk mencapai tujuan.  Karenanya pendekatan yang dlakukan tampak dalam jargon-jargon kampanye adalah TERCIPTANYA STABILITAS. Maka tampak sangat dipengaruhi pendekatan-pendekatan dalam kemiliteran. Maklum, mantan tentara. Sehingga orasinya banyak mengutip kata-kata TEGAS, BERWIBAWA, MENJAMIN KEAMANAN, STABILITAS. Yang terakhir ini menjadi dipertanyakan ketika ia merangkul parta atau ormas keagamaan yang fundamentalis (dan radikal).  (Ingat filsafat strukturalisme, ala Saussure, Straus, Parson)
  • Kalau Jokowi JK mengutamakan kekuatan actor. Majunya mereka dipengaruhi oleh kekuatan personality yang bersangkutan. Mereka bukan personal partai yang mengusung. Kemunculan keduanya merupakan gerakan budaya dari akar rumput yang menemukan formulanya di partai pengusung. Pendekatan mereka humanis dan responsive dalam menyikapi berbagai issue yang muncul. Kekuatan pendekatan ini tampak dalam menempatkan masyarakat sebagai actor utama dalam pengambilan keputusan public. . Sehingga ungkapan saat kampanye: Jokowi adalah kita. (bandingkan dengan terminology jawa  manunggaling kawula lan Gusti). (ingat filsafat Interaksionisme Simbolik-agensi dan tindakan social ala Mead, Blumer, Goffman, dll)

Dua pendekatan tersebut dapat dipakai untuk secara bersilang menakar. Misalnya pendekatan Struktural untuk menakar Jokowi-JK atau sebaliknya pendekatan kedua untuk menakar Prabowo-Hatta. Kalau Prabowo-Hatta Rajasa diukur dengan pendekatan Jokowi-JK sangat rendah capaiannya. Karena ketika orang melihat sosok Prabowo, yang merasakan pengalaman tahun 1998 dan seklitarnya tidka dapat melupakan "kepahitan sejarah". 

Maka mengandalkan persolity, pasangan nomor 1 sangat rendah pointnya. Lalu bagaimana kalau pendekatan Prabowo-Hatta dipakai untuk menakar pasangan Jokowi-JK. MUngkin Jokowi-JK bukan orang yang kharismatik, (atau tepatnya belum), tidak berapi-api, slow, tidak mementingkan jargon-jargon stabilitas. Namun itu akan terbangunseiring dengan berjalannya waktu saat nanti mereka memegang pemerintahan. Sistem sebagai mekanisme pendukung akan dibangun dan muncul. Report Jokowi dan JK dikaitkan dengan sejarah bangsa Indonesia tidak menyisakan cerita pahit.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun