Mohon tunggu...
Dian Ashari
Dian Ashari Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Just a student - Information System - Gunadarma University 2012

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ruang Publik, Bukan Sekedar Ruang “Kongkow” tapi Sebagai Ruang Perekat Hati

30 September 2015   13:17 Diperbarui: 30 September 2015   16:12 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Taman Film di Bandung (Sumber: Selasar.com)"][/caption]

Berbicara soal ruang publik pasti tidak akan jauh dengan tempat atau ruang tempat orang banyak bisa berkumpul dan berinteraksi. Lalu apa hubungannya ruang publik dengan masalah “hati”? Apa penulis lagi jones? Disini kita tidak akan membahas masalah percintaan, tapi akan membahas seberapa pentingnya keberadaan ruang publik untuk masyarakat di Indonesia dan kaitannya dengan interaksi sosial yang terjadi.

Ruang publik diartikan sebagai ruang bagi diskusi kritis yang terbuka bagi semua orang. Pada ruang publik ini, warga bebas berinteraksi melakukan beragam kegiatan secara berbagi dan bersama yang meliputi interaksi sosial, ekonomi, dan budaya dengan penekanan utama pada aktivitas sosial. Ruang publik mengasumsikan adanya kebebasan berbicara dan berkumpul, pers bebas, dan hak secara bebas berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.

[caption caption="Sekumpulan anak bermain di jalur busway (Sumber: TEMPO/ Aditia Noviansyah)"]

[/caption]

[caption caption="Seorang anak bermain di atas jalan layang yang tengah dibangun (Sumber: Detikfoto)"]

[/caption]

[caption caption="Karena keterbatasalan ruang bermain akhirnya anak-anak bermain di kolong jembatan (Sumber: Tempo)"]

[/caption]

[caption caption="Warga di pinggiran rel kereta yang berkerumun di tengah rel. (Sumber: Tribunnews)"]

[/caption]

Ruang Publik Riwayatmu Kini

Arti penting keberadaan ruang publik pada kota-kota besar di Indonesia terutama di Jakarta semakin lama semakin tergerus oleh hegemoni pembangunan. Ruang publik semakin lama semakin terabaikan oleh para pembuat dan pelaksana kebijakan tata ruang wilayah, sehingga ruang publik yang fungsinya sangat vital menjadi semakin berkurang. Ruang publik pun menghadapi beberapa masalah kualitas. Kondisi-kondisi ruang publik dapat digambarkan seperti no people, no problem. Ruang publik tidak hanya perlu dipikirkan secara desainnya saja, tetapi perlu dipikirkan pula tata kelola manajemen dan manfaatnya bagi masyarakat banyak. Banyak ruang publik yang hanya sedap dipandang tapi tidak untuk disentuh apalagi digunakan oleh masyarakat. Kalau disambungkan dengan bahasa para jones itu ibarat kekasih yang hanya sedap dipandang namun tak sanggup digapai.

Begitulah nasib ruang publik seperti taman-taman di Indonesia. Tak banyak fungsi yang dihadirkan melalui salah satu ruang publik ini. Alih-alih memberikan ruang dan tempat hiburan bagi masyarakat, taman-taman yang ada malah menjadi menakutkan. Lampu-lampu taman sudah mati, fasilitas taman yang sudah rusak, dan tanaman-tanaman yang tumbuh liar. Keadaan-keadaan ini malah dimanfaatkan oleh orang-orang yang bertanggung jawab. Ada yang dimanfaatkan juga sebagai tempat bermesuman, tempat waria dan PSK mangkal, ataupun bahkan ada yang digunakan sebagai tempat transaksi narkoba.

Privatisasi Ruang Publik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun