Mohon tunggu...
Muhamad Kurtubi
Muhamad Kurtubi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar di pendidikan nonformal, Ketua PKBM Edukasi Jakarta

Menulis itu mudah yang susah mempraktekannya. Mempraktekkan itu mudah kalau sudah banyak menulis... Jadi sering-seringlah menulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Mati Lebih Peka Mendengar?

12 Juli 2010   02:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:56 5216
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_191818" align="alignleft" width="150" caption="ilustrasi santribuntet"][/caption] Orang yang sudah mati mana mungkin bisa mendengar, ada ada saja! Tapi dalam buku Al Ruh, menyatakan yang mati bisa mendengar bahkan lebih tajam pendengaranya. Kok bisa? Kalau Pak Djohan Suryana menceritakan bagaimana pengertian roh dan apa saja nasib selanjutnya. Dalam tulisan pendek ini, sekedar memberi kabar ada sebuah tulisan dari seorang penulis produktif masa lalu yaitu Ibnu Qoyim seputar roh bisa mendengar.

  1. Apakah orang-orang yang di alam kubur mampumendengar ucapan salam orang yang berziarah kepada mereka padahal dalam al Quran (Ar Rum: 52) “Maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikanorang-orang yang mati itu dapat mendengar….”
  2. Lalu kenapa banyak orang berziarah pada sore hari Jum’at adakah kaitannya?

Imam Al Qurtubi dalam bukunya Tafsir Ahkam menguraikan bahwa ayat ”Fainnaka laa tusmi’ul mautaa…” (maka sesungguhnya kamu tidak akan sanggup menjadikan orang-orang yang mati itu dapat mendengar….” adalah berkaitan dengan peristiwa pertanyaan sahabat Umar bin Khattab saat Rasulullah saw memanggil tiga orang pemimpin Qurays dalam perang Badar yang telah meninggal bebarapa hari. Saat itu Rasulullah saw ditanya oleh Umar bin Khattab ra: يا رسول الله تناديهم بعد ثلاث وهل يسمعون ؟ يقول الله إنك لا تسمع الموتى فقال : والذي نفسي بيده ما أنتمبأسمع منهم ولكنهم لا يطيقون أن يجيبوا Ya Rasulullah, apakah engkau memanggil-manggil mereka yang telah meninggal tiga hari bisa mendengarkan panggilanmu. Bukankah Allah SWT telah berfirman dalam al quran: Innaka laa tusmi’ul mauta? Lalu dijawab oleh Rasulullah saw: “Demi Dzat yang jiwaku ada dalam kekuasaan-Nya, tidaklah engkau sanggup mendengar mereka, mereka lebih mendengar daripada kamu hanya saja mereka tidak mampu menjawab.” (HR. Muslim dari Imam Anas ra) Menurut hadits Shohihaini (Bukhari Muslim) Dari sanad yang berbeda-beda, Rasulullah saw pernah berbicara kepada orang-orang yang gugur dalam perang badar saat mereka dibuang di sumur Quleb  kemudian Rasulullah saw berdiri dan memanggil nama-nama mereka (yafulan bin fulan 2x) “Apakah engkau telah mendapatkan janji dari Tuhanmu dengan benar, sedangkan saya telah mendapatkan janji yang benar pula dari Tuhanku?” Dalam penjelasan kitab Tafsir Ibnu Katsir bahwa yang dipanggil oleh Rasulullah saw itu adalah: Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Robi’ah dan Syaibah bin Robi’ah. Ketiganya itu adalah tokoh Quraisy. Hadits tersebut diriwayatkan juga oleh Imam Muslim dari Anas bin Malik. Dalam riwayat lainmenyebutkan bahwa orang yang mati apabila sudah dikuburkan dan orang yangmenguburkan itu kembali pulang, maka dia (ahli kubur) itu  mampu mendengar gesekan suara sendal. Menurut Imam AlQurtubi, orang yang sudah meninggal itu bukan berarti mereka tidak lenyap samasekali juga tidak pula rusak hubungan dengan orang yang masih hidup. Tetapi yang meninggal itu hanya terputus hubungan antara ruh dan badan dan hanya berpindah dari alam dunia ke alam kubur. (Tafsir ahkam Juz 7: hal 326). Dengan demikian apakah orang yang meninggal itu bisa mendengar orang yang masih hidup saat memberi salam atau lainya,  cukup jelas keterangan ayat dan hadits pada peristiwa Nabi memanggil petinggi qurays saat gugur di perang Badar, kalau mereka sangat jelas mendengar. Untuk lebih jelasnya lagi, kita bisa membuka Kitab Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauzi (Juz I halaman 5), kalau tidak salah Ibnul Qoyyim itu murid kesayangan Ibnu Taymiyah. Pada halaman itu  tertulis  riwayat Ibnu Abdil Bar yang menyandarkan kepada ketetapan sabda Rasulullah saw: ما من مسلم يمر على قبر أخيه كان يعرفه في الدنيافيسلم عليه إلا رد الله عليه روحه حتى يرد عليه السلام “Orang-orang muslim yang melewati kuburan saudaranya yang dikenal saat hidupnya kemudian mengucapkan salam, maka Allah mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menjawab salam temanya.” Bahkan menurut Ulama Salaf mereka telah ijma’ (sepakat) bahwa masalah orang yang mati itu mampu mengenal orang-orang  yang masih hidup pada saat berziarah bahkan para ahli kubur mersasa  gembira atas dengan kedatangan para peziarah. Hal ini, kata Ibnu Qoyyim, merupakan riwayat atsar yang mutawatir.  Selengkapnya kata-kata Ibnu Qoyyim itu sebagai berikut: والسلف مجمعون على هذاوقد تواترت الآثار عنهم بأن الميت يعرف زيارة الحي له ويستبشر به Ibnu Qoyyim mengutip ungkapan Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Abid biin Abidunya dalam kitab Kubur pada bab ma’rifatul mauta biziyaratil ahya. Menyebut hadits sebagai berikut: عن عائشة رضى الله تعالى عنها قالت قال رسول الله ما من رجل يزور قبر أخيهويجلس عنده إلا استأنس به ورد عليه حتى يقوم Arti bebasnya: Dari Aisyah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Siapa saja yang berziarah (berkunjung) ke kuburan saudaranya, kemudian duduk di sisi kuburnya maka menjadi tenanglah si mayit, dan Allah akan mengembalikan ruh saudaranya yang meninggal itu untuk menemaninya sampai selesai berziarah.” Menjawab salam siapa saja Orang yang meninggal dunia, akan menjawab salam baik yang dikenal maupun yang tidak dikenalnya sebagaimana dalamsebuah riwayat hadits berikut: عن أبى هريرة رضى الله تعالى عنه قال إذا مرالرجل بقبر أخيه يعرفه فسلم عليه رد عليه السلام وعرفه وإذا مر بقبر لا يعرفه فسلمعليه رد عليه السلام Dari Abi Hurairah ra, Rasulullahsaw bersabda: “Apalabila orang yang lewat kuburan saudaranya kemudian memberi salam, maka akan dibalas salam itu, dan dia mengenal siapa yang menyalami. Demikian juga mereka (yang mati) akan menjawab salamorang-orang yang tidak kenal.” Dialog Satu ketika, Seorang lelaki dari keluarga ‘Ashim Al Jahdaribercerita bahwa dia melihat Ashim al Jahdari dalam mimpinya setelah beliau meninggal dua tahun. Lalu lelaki itu bertanya: “Bukankah Anda sudah meninggal?” “Betul!” “Lalu dimana  sekarang?” “Demi Tuhan, saya ada di dalam taman Syurga. Saya juga bersama teman-temanku  berkumpul setiap malam Jum’at hingga pagi harinya di tempat (kuburan) Bakar bin Abdullah al Muzanni. Kemudian kami saling bercerita.” “Apakah yang bertemu itu jasadnya saja atau ruhnya saja?” “Kalau jasad kami sudah hancur, jadi kami berkumpul dalam ruh” “Apakah Anda sekalian mengenal kalau kami itu berziarah kepada kalian?” “Benar!, kami mengetahui setiap sore Jum’at dan hari Sabtu hingga terbit matahari” “Kalau hari lainnya?” “Itulah fadilahnya hari Jum’at dan kemuliannya” (Cerita itu menurut Ibnu Qoyim bersumber dari Muhammad bin Husein dari Yahya bin Bustom Al Ashghor dari Masma’dari Laki-laki keluarga Asyim Al Jahdari) Bahkan bukan sore Jum’at dan hari Sabtu saja, menurut riwayat Muhammad bin Husein dari Bakar bin Muhammad dari Hasan Al Qoshobberkata bahwa orang-orang yang sudah meninggal mampu mengetahui para peziarah pada dua hari yang mengiringi Jum’at  (Hari Kamis dan Sabtu). Ucapan Salam Ucapaan salam yang disampaikan saat melewati kuburan atau berziarah biasanya seperti yang banyak ditulis dalam kitab hadits yang sangat banyak adalah dengan ungkapan: ألسلام عليكم دار قوم مؤمنين وإنا ان شاء الله تعالى بكم لاحقون “Semoga keselamatan atas kamu yang ada di alam kubur, Insya Allah kami akan menyusul.” Kesimpulan:

  1. Orang yang meninggal dengan izin Allah akan mendengar salam orang yang masih hidup dan mampu menjawabnya. Bahkan pendengaran mereka lebih peka daripada yang hidup.
  2. Orang yang memberi salam kepada ahli kubur baik yang dikenal maupun tidak dikenal, merekapun akan menjawab salam kita.
  3. Para ahli kubur akan merasa tenang apabila ada saudaranya yang menziarahi.
  4. Orang yang berziarah bagus dilakukan pada hari Kamis, Jum’at dan Sabtu.
  5. Ucapan salam kepada ahli kubur yang tenar adalah ucapan: Assalamu ‘alaikum daara q

Rujukan: 1. Tafsir Ahkam Imam AL Qurthubi 2. Tafsir Ibnu Katsir 3. Ar Ruh karangan Ibnu Qoyyim Al Jauzi ------------

  • Buat Admin,mohon maaf tulisan ini bertebaran huruf hijaiyah (Arab). Ini semata-mata untuk kawan-kawan muslim.
  • Sama sekali bukan untuk mempengaruhi dan mengubah sebuah keyakinan baik itnernal maupun eksternal.
  • Diposting juga di  blog sendiri dan situs ini .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun