Mohon tunggu...
Muhamad Kurtubi
Muhamad Kurtubi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar di pendidikan nonformal, Ketua PKBM Edukasi Jakarta

Menulis itu mudah yang susah mempraktekannya. Mempraktekkan itu mudah kalau sudah banyak menulis... Jadi sering-seringlah menulis.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Justru yang Mati yang Bisa Menghidupkan

19 Juli 2010   14:35 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:45 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

[caption id="attachment_198733" align="alignleft" width="263" caption="Lokasi pemakaman tanah kusir"][/caption] Mestinya mereka yang hidup mampu berbuat banyak untuk masyarakat sekitarnya agar  lebih baik lagi menapaki kehidupan. Terlebih bagi aparat negara dengan perangkat dan suku cadang yang ada, sudah pasti memiliki tugas memerintah mengabdi kepada masyarakat untuk membangkitkan kehidupan warganya.  Anehnya, tanpa kata, tanpa suara, justru yang mati bisa menghidupkan roda-roda eknomomi, sosial approach dan silaturahmi. Dulu saya bertempat  tinggal di Tanah Kusir dekat sekali dengan kuburan. Ingat makam Bung Hatta, tokoh Proklamator Indonesia dikuburkan di pemakaman Tanah Kusir. Yang menarik, setiap hari berjejer puluhan anak-anak muda ada jug ayang tua lalu lalang di makam ini. Yang menarik di pamakaman TPU ini, puluhan warga tetangga saya 95% bekerja  di makam ini, sebagai tukang sapu makam, tukang gali kuburan dan tukang pemandu doa. Ada yang dibayar bulanan, ada yang setiap datang ziarah diberi uang.  Pada unit Islam lain lagi. Di dalam makam itu banyak petugas khusus doa. Begitu keluarga almarhum datang dan ingin berdoa, para petugas doa yang sudah tua-tua itu akan dengan segera menghampiri dan menawarkan jasa berdoa. Ada banyak alasan bagi keluarga yang setuju doanya dipimpin, bisa jadi karena tidak bisa membaca quran, berdoa dengan bahasa Arab atau memang kasihan dengan bapak-bapak tua yang setiap hari mengais rezeki dari membaca doa seperti ini. Gambaran situasi pemakaman seperti di Tanah Kusir ini tidak jauh berbeda dengan pemakaman TPU lainnya di Jakarta yang jumlahnya banyak.  Inilah yang saya sebut orang-orang banyak yang bisa mendapatkan kehidupan dari kematina. Belum lagi jika Anda berkunjung ke pemakaman para wali sanga yang tersebar di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hampir pasti perputaran ekonomi di seputar makam itu sangat besar. Dari mulai pengurus masjid yang ada makamnya, hingga pedagang dan tukang ojek serta jasa lainnya, dipastikan mendapatkan rezeki yang luar biasa. Bahkan daerah seperti Kudus memanfaatkan banyaknya peziarah itu untuk mengais rezeki dengan memugar situs-situs makam itu lebih indah dan di tata sedemikian rupa. Bahkan para pedagang dari daerah tersebut bisa memasarkan produksinya melalui para tamu. Bisa dipastikan setiap peziarah tidak enak jika tidak membeli barang-barang yang dijajakan para pedagang. Berkah pedagang dari keramaian ziarah ini membawa kehidupan yang lebih baik bagi mereka. [caption id="attachment_198728" align="alignleft" width="160" caption="Pengemis ikut kecipratan rezeki "][/caption] Untungnya lagi, kegiatan ziarah tidak mengenal musim. Apakah krismon atau krisjon - krisis ijon - peziarah tetap datang  sewaktu-waktu dan akan  terus bedatangan. Dan dari ribuan tamu, berbelanja kepada para pedagang, naik ojek, memberi kepada para pengemis, bisa dibayangkan berapa orang-orang yang mendapatkan keuntungan dari sebuah situs yang tidak bisa berbicara dan berkata-kata. Terakhir, Makam KH. Abdurrahman Wahid di Pondok Pesantren Jombang, Jawa Timur, justru pesantren ini semenjak Gus Dur dimakamkan di situ, banyak pelayat tak henti-hentinya datang berziarah  ke pesantren ini. Nah kesempatan ini dimanfaatkan oleh pengurus pesantren untuk menjaring para peziarah yang anaknya ingin dipesantrenkan. Maka para orang tua dengan senang hati memasukkan anak-anaknya di pesantren ini.  Lalu pesantren ini selain kebanjiran peziarah, juga kebanjiran santri yang siap meneruskan pendidikannya di situ. Menurut berita dari sini,  kenaikan jumlah santri  mencapai 100% . Biasanya pendaftar hanya 500 santri kini menjadi 100 santri lebih. Tanpa kata-kata, tanpa bicara, tanpa suara, telah banyak berbuat untuk kehidupan. Giliran yang hidup mari bikin hidup lebih hidup!, jiyah... kata iklan aja! salam Kompasiana Kurtubi.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun