[caption id="attachment_213483" align="alignright" width="219" caption="Ilustrasi/Admin (Shuttestock)"][/caption] Saya tertarik dengan lintasan pemikiran dan gaya  kritik yang membangun dari Limantina, meski yang "nyrempet" kepada isu keagamaan yang paling buruk sekalipun tapi tersaji dengan ringan plus solusinya. Misalnya soal l pembubaran jamaah gereja oleh FPI di Ciketing yang ditulis kompasioner lainnya. Dari dua postingan masalah "konflik" antar penganut beragama, misalnya Beribadah Kok Ngotot? atau Heroisme Para Pembela Tuhan, saya dengan serta merta memahami tidak spotong-sepotong terhadap persoalan yang sampai saat ini tidak terjawab. Sebetulnya bisa saja mencari tahu atau bertanya langsung kepada orang-orang Kristen. Pertanyaan itu adalah kenapa banyak sekali gereja berdiri di tempat-tempat pemukiman penduduk muslim, padahal jamaah gerejanya bukan penduduk setempat. Kenapa gereja berdiri di tempat pemukiman warga muslim, Awalnya mengontrak rumah, tapi tiba-tiba berubah menjadi gereja. Yang semula kantor berubah menjadi gereja. Bahkan tempat kerja pun bisa menjadi tempat ibadah. Dua Gereja Satu RT Biar tidak asal ngomong, saya membuktikan sendiri. Misalnya, saat tinggal di Delman Elok, Tanah Kusir, Kebayoran Laman, Jaksel. Saat saya tinggal di sana, sekitar tahun 1993, dalam satu RT ada dua Gereja satu milik HKBP berdiri lebih besar satunya agak lebih kecil. Dari dua gereja itu hanya dipisah oleh jalan satu dua rumah penduduk.Dan itu berdiri dengan rapih bersama mushola Baiturrahman di mana saya dulu pernah menjadi pengelola mushola. Kenapa sampai ada satu RT dua gereja berdiri dengan mudahnya sementara jamaahnya adalah orang-orang Batak. Padahal di RT itu, hanya ada satu orang Batak dan kebetulan menjadi ketua RW, bermarga Siregar namun beragama Islam. Saya menduga karena Pak Siregar adalah orang Batak, dan pastinya memahami benar bagaimana karakter orang Kristen Protestan dari Batak ini, di mana masing-masing kelompoknya dan alirannya harus memiliki tempat ibadahnya sendiri. Pantas saja kalau dua gereja itu digunakan oleh jamaah yang saling berbeda aliran. Tentang burung gereja Masalah pendirian gereja ini sampai saat ini masih menjadi persoalan yang sangat krusial di komunitas muslim. Jangankan yang tidak mendapat izin, bagi gereja yang sudah mendapatkan izin saja, melaksanakan ibadat di tempat komunias muslim tidaklah serta merta mulus. Contohnya di berbagai tempat sering dijadikan sasaran FPI seperti di Ciketing. Ada saja isu yang mengatakan dengan adanya gereja di tempat komunitas muslim, akan ada bentuk-bentuk kristensisai di tempat yang bersangkutan. Karena gereja menyangkut masalah aqidah, maka menjadi persoalan yang serius untuk ditangani. Begitu pendapat orang yang menentang. Tidak puas dengan aparat pemerintah yang tidak bisa melarang, maka dari organisasi Islam seperti FPI biasanya yang bergerak mengusir, melarang dan bahkan menyegelnya. Apakah benar ada kristenisasi. Saya meski sudah tidak tinggal di RT.004/11 Kebayoran Lama Utara, tapi masih sering ke situ karena bertandang ke rumah salah satu ustadz yang tinggal di situ sebagai pembina mushola samping gereja HKBP. Dalam pengamatan saya, sampai saat ini belum satu pun warga RT.004/11 yang sudah bermigrasi keyakinannya ke dalam agama Kristen gara-gara ada dua gereja di situ. Bahkan isu bagi-bagi uang atau sembako pun tidak pernah terdengar. Kebetulan warga RT.004/011 banyak yang ikut mengaji di mushola dan saya sendiri menjadi guru ngaji waktu itu. Padahal potensi untuk berpindah agama untuk warga RT.00/011 itu sangat mudah. Pertama,banyak pekerja serabutan di kuburan tanah kusir unit kristen. Mereka setiap bulan digaji oleh keluarga orang-orang Batak yang keluarganya dimakamkan di Tanah Kusir. Pastinya interaksi untuk mengajak pindah agama sangat gampang, ya contohnya, hei kamau kalau mau ikut agama saya, gaji kamu merawat kuburan emak saya tak kasih lebih bahkan nanti saya beri rumah sekalian. Kedua, warga RT.04 bukanlah warga muslim yang taat, artinya banyak pula yang tidak ikut ngaji dan masih banyak pula bolong-bolong dalam urusan shalat. Disamping itu, kebanyakan adalah warga miskin. Mushola baiturrahman yang saya bina, memiiliki mimbar yang berukir, karena atas sumbangan seorang pensiunan pegawai Bea Cukai, mushola yang mewah dengan bangunan mirip masjid pancasila, memliki atas yang lancip. Setiap hari minggu atau hari lain, banyak seklai burung gereja hinggap bahkan sampai masuk ke lantai tempat shalat. Mereke bebas berkicau, dan hinggap di mimbar seklaipun. saya melihat itu hanya senyum dan betapa indahnya ciptaan Allah ini, sayang manusia tidak bisa meniru burung. Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H