Korupsi berasal dari bahasa latin corruptio atau corruptus. Corruptio memiliki arti tindakan merusak atau menghancurkan. Corruptio juga dapat  diartikan sebagai kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian, kata-kata atau ucapan yang menghina atau memfitnah.
Corruptio dalam bahasa Inggris disebut corruption dan dalam bahasa Belanda disebut corruptie, sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut korupsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, organisasi, yayasan, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi atau orang lain.
Definisi yang menjadi standar internasional dalam merumuskan korupsi adalah definisi yang disampaikan World Bank pada tahun 2000, yaitu Korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi.
Definisi korupsi juga disampaikan oleh Asian Development Bank, yaitu kegiatan yang melibatkan perilaku tidak pantas dan melawan hukum dari pegawai sektor publik dan swasta untuk memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekat mereka. Lebih lanjut Asian Development Bank menyatakan Orang-orang ini (pegawai sektor publik dan swasta) juga membujuk orang lain untuk melakukan hal-hal tersebut dengan menyalahgunakan jabatan.
Dalam hukum positif Indonesia definisi korupsi telah dijelaskan secara gamblang di dalam 13 pasal Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berdasarkan pasal-pasal tersebut, tindak pidana korupsi dirumuskan ke dalam 30 jenis yang kemudian dikelompokkan lagi menjadi tujuh tindak pidana korupsi, yaitu sebagai berikut:
1. Kerugian Keuangan Negara
Secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi. Pelakunya memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri serta menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada. Dan tindakannya ini merugikan keuangan negara (Pasal 2 dan Pasal 3).
2. Suap Menyuap
Memberi atau menjanjikan sesuatu kepada Aparatur Sipil Negara, Penyelenggara Negara, Hakim, atau Advokat dengan maksud supaya berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya. Suap menyuap bisa terjadi antar pegawai maupun pegawai dengan pihak luar (Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b, Pasal 13, Pasal 5 ayat (2), Pasal 12 huruf a, Pasal 12 huruf b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal 6 ayat (1) huruf b, Pasal 6 ayat (2), Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d).
3. Penggelapan dalam Jabatan
Tindakan dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga, atau melakukan pemalsuan buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10 huruf b, Pasal 10 huruf c).