Mohon tunggu...
Kurniawan SYARIFUDDIN
Kurniawan SYARIFUDDIN Mohon Tunggu... Tentara - Pengamat Kebijakan Pertahanan dan Kerjasama Pertahanan Internasional

Pengamat kebijakan pertahanan dan kerjasama pertahanan internasional yang merupakan lulusan Universitas Pertahanan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Teori Konflik Lewis Coser dan Relevansinya terhadap Sejarah Perpolitikan Masyarakat Indonesia

10 Mei 2021   12:00 Diperbarui: 10 Mei 2021   12:02 6341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Lewis Alfred Coser adalah seorang sosiolog Amerika keturunan Yahudi Jerman yang hidup pada tahun 1913 sampai dengan tahun 2003. Coser adalah ahli sosiolog pertama yang menyatukan antara teori konflik dan fungsi struktural yang berkembang di masyarakat, yang disampaikan dalam bukunya "the Functions of Social Conflict" yang merupakan pengembangan dari disertasi doktoralnya. Coser berfokus untuk menemukan konflik sosial yang terjadi di mayarakat, dia berpendapat bahwa konflik sosial yang terjadi tidak seluruhnya membawa dampak yang negatif, tetapi juga dapat bersifat positif dengan memperkuat persatuan diantara mereka yang berada dalam satu kelompok. Hal ini berbeda dengan pengertian tentang konflik yang pada waktu itu dikembangkan oleh para Sosiolog lainnya yang selalu berpandangan negatif terhadap konflik yang terjadi dan harus dihindari. Pandangan para Sosiolog lainnya adalah didasarkan kepada pengaruh dari kalangan birokrat maupun  perusahaan swasta yang memanfaatkan riset dan penelitiannya untuk dijadikan sebagai Sosiologi Terapan. Mereka menganggap bahwa sesungguhnya masyarakat berada dalam posisi yang aman, damai, tentram, bersatu tanpa ada konflik diantara mereka yang dapat mengacaukan atau disfungsional terhadap keseimbangan sistem secara keseluruhan.

Konflik sendiri menurut Coser adalah sebuah situasi yang tidak dapat dihindari oleh karena terdapatnya keagresifan atau sikap bermusuhan dalam diri orang sebagai individu, sehingga masyarakat akan selalu mengalami konflik. Konflik bisa timbul oleh karena terjadinya perselisihan terhadap nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang disebabkan oleh keberdaan kekuasaan, status dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi. Konflik bisa terjadi antar individu yang berada dalam satu kelompok, ataupun antar individu dengan kelompok tersebut. Pada konflik yang berdampak positif dapat dilihat dengan adanya kompetisi untuk menjadi yang terbaik atas prestasi yang diraih dalam suatu kelompok sosial. Sementara konflik yang bersifat negatif dapat terjadi ketika hasil yang diperoleh dalam suatu pekerjaan tidak sesuai dengan harapan. Konflik harus diakui keberadaannya, dikelola dan diubah menjadi suatu kekuatan bagi perubahan yang positif, oleh karena konflik adalah suatu komponen penting dalam setiap interaksi sosial.

Beberapa prinsip dari teori konflik yang disampaikan oleh Coser antara lain :

  • Tejadinya konflik dalam suatu kelompok sosial akan dapat mengaktifkan peran individu yang semula terisolasi ataupun berperan pasif dalam kelompok tersebut. Individu yang semula terisolasi ini kemudian justru akan menjadi motor pengerak yang akan mempersatukan dan memperjelas kedudukan dari kelompok tersebut.
  • Konflik yang terjadi antara satu kelompok dengan kelompok sosial lainnya akan dapat menyebabkan timbulnya rasa solidaritas dan juga persatuan diantara individu dalam kelompoknya masing-masing yang semula mungkin longgar. Bahkan apabila intensitas konflik dan permusuhan semakin meningkat, justru akan menambah kekuatan solidaritas maupun integrasi antar individu dalam kelompok tersebut.
  • Semakin kuatnya integritas dalam suatu kelompok yang terlibat dalam konflik akan memperjelas terdapatnya batasan antara kelompok itu dengan kelompok lainnya, terutama apabila antar kelompok yang bermusuhan ataupun berpotensi dapat menimbulkan permusuhan. Terjadinya konflik akan menyebabkan masing-masing individu dalam kelompok ataupun kelompok itu sendiri akan dapat mempertegas kedudukan dan posisinya dalam menghadapi konflik yang terjadi. Kejelasan dari batasan ini juga akan menyebabkan terjadinya kohesi ataupun persekutuan antara kelompok sosial yang memiliki kedudukan sama dalam menghadapi suatu konflik.
  • Konflik antar kelompok juga akan menyebabkan berkurangnya kemungkinan terjadinya perpecahan ataupun pengkotakan dalam satu kelompok. Terjadinya konsensus, kompromi, ataupun toleransi terhadap perpecahan yang terjadi akan berkurang, untuk kemudian kelompok tersebut akan secara konsisten dalam menentukan sikap dalam konflik yang terjadi.
  • Terjadinya tekanan yang teramat besar akibat suatu konflik dalam suatu kelompok, akan dapat mengakibatkan terjadinya konflik dengan kelompok lainnya yang penyebabnya tidak berhubungan dengan konflik yang terjadi dalam kelompok tersebut. Hal ini sebagai akibat untuk melarikan diri dari realitas yang terjadi dalam kelompok tersebut, dengan tujuan untuk tetap mempertahankan integritas dan solidaritas dari kelompok tersebut.

Apabila kita kaitkan prinsip-prinsip teori konflik yang disampaikan oleh Coser dihadapkan dengan sejarah perpolitikan yang terjadi di masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut :

  • Munculnya individu ataupun kelompok yang semula terisolasi ataupun pasif, adalah terjadinya peristiwa yang mengawali terjadinya era reformasi di tahun 1998. Mahasiswa Trisakti yang tidak pernah memiliki sejarah melakukan aksi politik oleh karena stigma berasal dari kelompok sosial yang berkehidupan sangat layak, menjadi pelopor dalam setiap unjuk rasa yang diadakan dalam rangka menentang kebijakan pemerintah yang Indonesia yang berlaku saat itu dan menimbulkan konflik sosial yang meluas. Bahkan untuk mengatasi aksi unjuk rasa dari para mahasiswa Trisakti tersebut, pemerintah menghadapi dilema ketika mengambil jalur kekerasan untuk mengatasinya. Upaya Individu/Kelompok terisolasi ini, kemudian justru menjadi pemersatu bagi semakin besarnya gelombang unjuk rasa yang berakibat pada jatuhnya pemerintahan Soeharto dan dimulainya orde Reformasi.
  • Timbulnya rasa solidaritas dan integritas oleh karena terdapatnya konflik dengan kelompok dari luar dapat kita lihat pada saat upaya untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan Indonesia. Berbagai friksi yang terjadi diantara individu ataupun kelompok sosial yang ada di Indonesia, seketika menghilang dan bersatu padu menyatukan pikiran dan kekuatan untuk berupaya dalam mengusir Belanda segera memenuhi isi perjanjian KMB untuk mengembalikan Irian Barat. Situasi politik yang kisruh dan juga dibarengi dengan beberapa upaya untuk melakukan perlawanan bersenjata di daerah-daerah, seketika bersatu-padu untuk melawan Belanda sebagai suatu kelompok dari luar Indonesia.
  • Terjadinya konflik sosial yang ditimbulkan oleh perbedaan pemahaman dalam suatu agama, pada akhirnya memberikan batasan yang jelas yang kita kenal sebagai kelompok "Cebong" dan "Kampret". Konflik sosial yang bermula dari ajang pemilihan Gubernur DKI Jakarta di tahun 2017, ketika 2 kandidat calon yang berbeda agama saling bertarung dengan mengedepankan sentimen keagamaan. Pertarungan politik yang kemudian menjadi luas dengan batasan yang tegas antara kaum pendukung calon beragama Islam melawan calon "Kafir", bahkan sampai adanya penolakan terhadap melakukan sholat jenasah terhadap pendukung calon yang berseberangan. Semakin tegasnya batas-batas konflik menimbulkan penggabungan dari berbagai kelompok lainnya yang sebenarnya tidak terlibat secara langsung dengan konflik awal, yang terlihat ketika terjadi pengerahan masa dari luar daerah Jakarta untuk mendukung salah satu calon, ataupun berbagai kaum moderat yang mendukung salah satu calon, bahkan juga melibatkan beberapa aktor individu dari negara lain, seperti Dubes Arab Saudi untuk Indonesia dan juga para Ilmuwan dari Australia.
  • Konflik di tubuh partai Demokrat dengan adanya upaya KLB yang diselenggarakan oleh sekelompok orang, menjadi salah satu contoh terjadinya konflik sosial menurut Coser, bahwa konflik yang terjadi akan mengurangi perpecahan dan pengkotak-kotakan dalam kelompok tersebut. Terjadinya konflik atas keabsahan dari pimpinan partai, menyebabkan semakin solidnya para pendukung pimpinan partai dan tidak lagi melakukan toleransi terhadap sesama kader partai yang berpandangan berbeda. Terjadinya gelombang pemecatan dari pimpinan partai atau keanggotaan di DPR, termasuk dengan dikeluarkannya kader tersebut dari partai Demokrat, menjadi upaya untuk meningkatkan soliditas di kalangan pendukung pimpinan partai Demokrat tersebut.
  • Upaya melarikan diri dari tekanan Konflik yang sedang terjadi dengan menimbulkan konflik baru dengan kelompok lainnya dapat dilihat pada peristiwa Malari 1974. Pada saat itu Indonesia baru saja terbebas dari upaya kudeta yang dilakukan oleh PKI, dengan masih terbelenggu pada krisis ekonomi yang berkepanjangan sebagai ekses dari era Orde Lama. Berbagai tekanan tersebut kemudian ditambah dengan tekanan yang disebabkan upaya untuk membersihkan pada kader PKI dan simpatisannya yang dilakukan oleh Kopkamtib, termasuk upaya Soeharto untuk mulai membungkam para lawan politikya. Konflik dengan Jepang sebagai reaksi atas penolakan masuknya modal asing ke Indonesia, pada akhirnya dapat menyatukan kembali masyarakat Indonesia untuk bersatu padu dalam mengatasi permasalahan politik dalam negeri untuk berfokus untuk membangun perekonomian Indonesia.

Berdasarkan berbagai penjelasan diatas, kita dapat menilai secara jelas bahwa terjadinya konflik sosial adalah sesuatu yang tidak dapat dihindarkan dan menurut teori konflik Coser ternyata memang benar memiliki nilai-nilai positif yang dapat diambil. Bahwa terjadinya konflik memang akan menimbulkan efek negatif yang cukup besar, seperti kejadian Malari dan peristiwa Trisakti, akan tetapi secara keseluruhan konflik-konflik telah membawa dampak yang positif dalam sejarah perpolitikan di masayarakt Indonesia, yang terutamanya adalah timbulnya rasa solidaritas dan integritas yang membawa soliditas dikalangan individu ataupun kelompok yang berkonflik.

Dengan kebaikan yang ditimbulkan, konflik tidaklah harus dihindari, seperti yang dilakukan oleh pemerintahan Soeharto, tetapi justru harus dikelola dengan baik untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Kita pernah belajar bahwa terdapat beberapa individu yang mampu mengelola konflik dengan baik sehingga dapat menguntungkan bagi dirinya ataupun kelompoknya, seperti Abdurahman Wahid, Amien Rais dari dalam negeri dan juga Donald Trump dari kalangan luar negeri. Akan tetapi sebagai contoh yang paling baru adalah kemampuan dari SBY dalam mengelola konflik yang terjadi di tubuh partai Demokrat, terjadinya perpecahan pada akhirnya dapat diberangus oleh karena mengeksploitasi adanya intervensi Istana, atau pihak luar, dalam upaya menghancurkan partai yang secara bersama dibangun oleh para tokoh yang kemudian disingkirkannya, bahkan saat sekarang partai Demokrat telah diklaim menjadi milik pribadi tunggal dari SBY.

Diharapkan di masa mendatang, Indonesia dan juga TNI memiliki seorang tokoh yang dapat mengelola konflik dengan baik, demi kepentingan negara dan bangsa Indonesia, bukan untuk kepentingan pribadi ataupun golongan. Berdasarkan sejarah telah terbukti bahwa Indonesai juga dibangun melalui kemampuan untuk memanfaatkan konflik dengan baik dan benar.

 

Referensi

Coser, L. A. (1957). Social Conflict and the Theory of Social Change. The British Journal of Sociology, 8(3), 197. https://doi.org/10.2307/586859

Dodi, L. (2017). Sentiment Ideology: Membaca pemikiran Lewis A. Coser dalam teori fungsional tentang konflik (Konsekuensi logis dari sebuah interaksi di antara pihak jamaah LDII dengan masyarakat sekitar Gading Mangu-Perak-Jombang). Jurnal Al-'Adl, 10(1), 104--124.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun